Part 3

12.3K 579 10
                                    

Para santriwati berkumpul di Aula karena ada hal penting yang ingin disampaikan oleh Uztadz Soleh, kepala sekolah mereka.

"Para santriwati sekalian, uztadz menyuruh kalian berkumpul disini karena ada sesuatu hal yang harus uztadz sampaikan. Pesantren kita baru saja kedatangan seorang tamu dari Jakarta".

Para santriwati saling melirik satu sama lain dengan mimik wajah bertanya-tanya.

Tidak lama kemudian, seorang pria muda tampan masuk ke ruangan tersebut dan langsung berdiri di samping uztadz Soleh setelah sebelumnya memberi salam penghormatan.

Para santriwati langsung tercengang dengan muka terkejut sekaligus berbinar.

"Nah, anak-anak, perkenalkan ini nak Dimas. Dia merupakan seorang mahasiswa dari Jakarta. Nak Dimas sengaja datang ke pondok pesantren kita untuk mengemban sebuah tugas dari kampusnya. Nak Dimas ditugaskan untuk melakukan penelitian di pondok kita. Jadi, nak Dimas akan tinggal disini sekitar beberapa hari".

Sahwa yang dari tadi melihat Dimas memasuki Aula sudah dibuat terkejut olehnya, bukan karena terpesona seperti santri lainnya, tapi......

"Itukan laki-laki yang pernah hampir nabrak aku di pasar. Ternyata dia dari Jakarta. Pantesan aja penampilannya waktu itu kelihatan rapi dan berkelas. Mungkin dia juga orang kaya", batinnya.

"Mungkin lebih baik nak Dimas sendiri yang memperkenalkan dirinya pada kalian. Silahkan nak Dimas", ucap Uztadz Soleh mempersilahkan.

"Terima kasih uztadz. Em, perkenalkan nama saya Dimas. Saya seorang mahasiswa dari Jakarta. Seperti yang telah dikatakann sebelumnya oleh uztadz Soleh, tujuan saya kesini untuk mengadakan penelitian di pondok pesantren ini. Jadi saya harap, kalian bisa menerima saya dengan tangan terbuka dan senang hati di sini", ucapnya dengan berusaha seramah mungkin meskipun agak jengkel melihat tatapan mupeng dari para santriwati.

"Kak Dimas ganteng banget yah", bisik Nisa pada sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Sahwa, Marwah dan Ratna. Mereka memang sudah bersahabat sejak jadi santriwati baru disini.

"Iya, kelihatan banget dari penampilannya kalo dia dari kota. Liat aja, kulitnya bersih dan penampilananya keren banget", tambah Ratna dengan wajah berbinar.

"Kayaknya aku udah jatuh cinta dengan kak Dimas", ucap Nisa polos dengan wajah berbinar.

"Astagfirullah Nisa, nggak baik ngomong kayak gitu. Masa baru liat udah langsung bilang cinta", tegur Sahwa.

"Emangnya nggak boleh kalo aku jatuh cinta sama kak Dimas?", tanyanya lagi dengan wajah polos. Mungkin lebih tepatya 'sok polos'.

"Bukan gitu. Tapi sebagai perempuan, kita tuh harus menjaga pandangan dari kaum adam yang bukan mahram, menekan hawa nafsu, jangan sampai menejerumuskan kita ke hal-hal nehatif yang dibenci Allah".

"Iya bu Uztadzah Sahwa", ledek Nisa.

"Kamu tuh yah dibilangin malah ngeledek", protes Sahwa sambil geleng-geleng kepala.

Nisa menyengir.

"Barangkali ada yang ingin bertanya pada nak Dimas?", ucap Uztadz Soleh menghentikan obrolan mereka.

"Saya uztadz", ucap Nisa mengacungkan tangan.

"Silahkan Nisa".

"Selama kak Dimas berada disini, tinggal dimana? Apa diasrama putri?", tanyanya dengan masih memasang tampang polos.

Semua santriwati malah menyorakinya karena pertanyaannya yang blak-blakan. Yang disoraki hanya memasang wajah cemberut.

"Diam diam..", Uztadz Soleh menyuruh para santriwati diam. "Nisa, mana mungkin nak Dimas tinggal di asrama putri, kan laki-laki. Kamu ini ada-ada saja", lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Nak Dimas akan tinggal di rumah Uztadz Ahmad selama berada disini", lanjutnya kemudian.

Di pondok pesantren mereka rumah para Uztadz dan uztadzah berada di dalam pondok.

"Yah, apa ada lagi yang ingin bertanya?", lanjut Uztadz Soleh.

"Saya uztadz", ucap Sarah mengacungkan tangan dengan sedikit centil.

"Silahkan Sarah".

"Ngomong-ngomong kak Dimas udah punya pacar belom?".

Huuuhhhhh...!!!
Para santriwati lagi-lagi menyoraki Sarah.

"Husy diam", tegur Uztadz Soleh. "Sarah, kalau bertanya itu yang bener. Masa bertanya tentang pacar, ada-ada saja", lagi-lagi Uztadz Soleh menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sahwa cs hanya memutar mata mereka mendengar pertanyaan Sarah. Eh, nggak deh lebih tepatnya sih cuma Nisa dan Ratna. Marwah kan orangnya agak kalem, sedangkan Sahwa... Yah tidak terlalu peduli akan hal-hal seperti itu. Lebih tapatnya dia orang yang malas mencari masalah.

Dimas yang dari tadi mendengar penuturan dan candaan dari para santriwati hanya ikut tersenyum paksa, lebih tepatnya jengkel sih.

"Udah kelihatan banget mereka semua kampungan. Kayak nggak perna liat cowok ganteng aja. Uhh, kalau bukan karena tugas dari kampus, ogah banget gue datang ke pesantren ini. Malah tempatnya terpencil banget lagi", batinnya.

***

Love in Pesantren {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang