03.

25.4K 3.4K 67
                                    

Ralineda Side.

Aku melihat Rachal, adik laki-lakiku satu-satunya dengan tatapan tajam. Bercampur lelah karena baru saja melakukan adegan kekerasan. Aku nyaris melemparnya dari jendela lantai tujuh, tepat di jendela kamar apartemenku. Rachal tidak bergeming, masih duduk merapatkan lutut dengan kepala tertunduk.

Setidaknya dia tahu apa itu malu.

Aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba menahan semua rasa marah yang sulit aku jabarkan lagi.

"Kakak mau minjemin kan?"

Berani-beraninya dia buka suara!

Aku hendak memukulnya dengan lampu tidurku, tapi kutahan mengingat mendiang Mama dan Papa sangat menyayangi Rachal karena dia satu-satunya anak laki-laki di keluargaku.
Look Ma, Pa. Anak kesayanganmu mau bikin kakaknya mati miskin.

"Minjem?!" kataku meninggikan suara lagi. "Memangnya nanti kamu mau bayar pakai apa? Hah?! Ginjalmu???" jeritku. Rachal meringkuk lagi seperti ular bulu terbakar api. Huh siapa peduli, siapa yang suruh dia ikut taruhan sampai kalah puluhan juta?

Rachal terlihat hendak bersuara lagi, tapi aku segera bangkit dari tempat tidur. "Kamu pikir kakak mu ini ternak tuyul dan banyak uang?!"

Demi Tuhan Rachal, aku bahkan belum lama keluar dari pekerjaanku. Pekikku dalam hati.

"Nanti aku masuk penjara Kak." katanya lagi, suaranya bergetar.

"Seenggaknya kamu dapet tempat tinggal dan makan gratis. Daripada hidup sama kakakmu yang bentar lagi jadi gelandangan gara-gara ulah adiknya." racauku mencoba menakut-nakuti Rachal. Dipikirnya uang dua ratus juta itu sedikit kali.

Aku mulai menghitung jumlah tabunganku, dan hal itu membuat kepalaku tiba-tiba nyeri minta ampun. Entah ujian atau kutukan macam apa ini, walaupun aku sangat ingin melihat Rachal meringkuk di penjara supaya dia jera tapi dalam lubuk hatiku yang terdalam aku sangat menyayanginya. Rachal satu-satunya keluargaku yang tersisa. Semenjak kecelakaan mobil yang membuat Mama dan Papa meninggal beberapa tahun silam, kami hanya hidup berdua. Saling menguatkan satu sama lain, bekerja siang-malam demi mencukupi kebutuhan hidup.

Aku duduk lagi, kakiku rasanya tak kuat menopang tubuhku lama-lama. "I still can't believe this Rachal. Kamu sangat keterlaluan." kataku lemah.

"Aku cuma mau kakak nggak kerja terlalu keras lagi, kalau kita punya uang banyak kan kakak nggak perlu lagi kerja sampai subuh, nggak perlu lagi Sabtu Minggu kerja." katanya, naif sekali.

Aku melengos, tidak sanggup melihat wajah adikku yang masih bocah ini. "Kalau kamu mau bantu Kakak, selesaikan sekolahmu itu! Bukan malah begini, kamu mau putus sekolah hah?!" tanpa sadar nada suaraku sudah meninggi lagi.

Rachal diam, aku pun sudah tidak punya tenaga untuk bersuara lagi. Aku pengangguran level dewan tertinggi, dan sekarang adikku sendiri mau menghabiskan seluruh tabunganku.

"Kemasi pakaian, besok kita cari kontrakan."

Rachal menatapku clueless.

"Kamu pikir kakakmu ini masih bisa bayar sewa apartemen kalau semua uang yang kakakmu punya dipakai buat bayar utangmu???"

*****************************************

"Gue lagi nyari personal assistant kebetulan, siapa tau lo berminat." kata Abi dengan polosnya.

Aku hanya tersenyum seadanya waktu itu.
Setelah pertemuan tidak sengaja di toko buku, Abi dan aku memutuskan untuk ngobrol sambil makan. Obrolan yang ajaibnya mengalir begitu saja sampai aku mengatakan bahwa aku sedang jobless. But No way Abi. Till the end of the time aku, Ralineda Sakura nggak akan pernah jadi bawahan mantan selingkuhan ku sendiri. Dibayangkan aja nggak make senses. Lucu aja.

The KaidekaphoblrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang