3.

21 3 0
                                    

1 minggu setelah kejadian itu di kelas Abel. Ravi masih gencar mendekati Abel. Dia telah membuat berbagai perubahan. Walaupun tidak sebanyak yang dikira.

Seperti mencoba untuk memulai percakapan dengan Abel. Menge-chat Abel terlebih dahulu. Menemui Abel setiap hari walaupun sebelumnya memang seperti itu. Satu kegiatannya yang tidak pernah terlupakan, mendengarkan lagu bersama Abel dengan 1 headset.

Sebenarnya Abel bisa saja memarahi Ravi. Sikapnya yang terlalu malas melebihi rasa kesalnya. Percuma saja dia memarahi Ravi. Toh, Ravi tidak akan pernah kapok.

Dia juga selalu menahan rasa aneh dalam hatinya. Apalagi otaknya yang tidak bisa diajak kompromi. Selalu saja wajah Ravi terpikirkan di pikirannya.

Ravi terlalu memenuhi otaknya. Mengalahi tugas-tugas pelajaran yang harus dikumpulkan minggu depan. Ugh! Tugasnya sangat menumpuk.

Ting!

Segera Abel membuka aplikasi berwarna hijau itu. Ternyata ada yang mengiriminya pesan. Dan pengirimnya yang tak lain adalah Ravi. Cowok itu memang tidak pernah kapok.

Today

Ravi gesrek.
Tunggu gw di grbg

Tanpa ada niatan membalas Abel hanya membaca pesan yang baru saja Ravi kirim. Percuma saja jika Abel menolaknya. Ravi selalu memaksa siapapun. Untung sayang! Eh.

Dengan berberat hati Abel melangkahkan kakinya ke arah gerbang sekolahnya. Tak lupa juga dia menyapa atau membalas sapaan teman-temannya.

Sebenarnya Abel tidak malas jika harus bertemu dengan Ravi. Sebagian hatinya merasa bahagia. Bahagia berada di dekat Ravi. Tapi lagi-lagi bayangan tentang Ravi yang mengejarnya karena hanya sebuah status mengalahkan hati kecilnya.

Tentu saja dia merasa sakit hati. Apalagi yang menyakitinya adalah orang yang dia sayangi. Abel sangat menyayangi Ravi. Tolong jangan bilang ke siapapun. Abel merasa malu jika ia berkata seperti itu walaupun hanya dalam hati.

Tin!

Dengan memasang wajah kesal Abel berjalan menuju Ravi yang sedang mengendarai motor mattic. Abel langsung mengambil helm yang disodorkan Ravi dengan kasar lalu memasangnya. Setelah itu dia menduduki jok motor Ravi di belakang.

Abel hanya pasrah kemana Ravi membawanya. Dia cukup lelah dengan apa yang dilakukan Ravi. Tapi hatinya merasa bahagia. Bahkan dia masih tersenyum dalam diam.

Menikmati jalanan kota memang menyenangkan. Apalagi jalanan kali ini tidak begitu macet. Disaat Abel menikmati pemandangan kota dari motor, dia melihat seorang kakek yang sepertinya ingin menyebrang sekitar 10 meter darinya.

Abel pun menepuk bahu Ravi dengan keras memberi kode agar cowok itu memberhentikan motornya. Ravi memberhentikan motornya tepat ditepi jalanan dekat kakek tadi.

Saat Ravi menoleh kebelakang untuk bertanya, Abel berlari kecil menuju kakek tadi. Ravi melihat Abel yang sepertinya sedang berbincang-bincang dengan kakek itu.

Tak lama Abel merangkul kakek yang sepuh tersebut dan menggandengnya. Dengan hati-hati Abel menuntun kakek tersebut untuk menyebrangi jalanan. Tanpa terasa Ravi menyunggingkan bibirnya membentuk senyuman manis.

Melihat Abel yang menolong seorang kakek menyebrang menjadikannya lebih bertekad untuk memiliki Abel. Baginya jika ada emas jatuh di depan mata mengapa kita tidak mengambilnya?

Walaupun belum tentu emas tersebut untuk kita atau kita tak boleh mengambil hak orang lain. Tapi kita harus menjadikan emas itu milik kita. Menjaga dan merawatnya dengan baik. Seperti Ravi yang ingin menjaga Abel dengan kasih sayangnya. Begitulah pemikiran Ravi saat ini. Terdengar egois tapi mau bagaimana lagi?

Caperable [3/3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang