Naruto mengenggam pensilnya dengan kuat dan sedikit bergetar. Ia menggores buku sketsanya dengan perlahan sambil menahan tangisannya.
Lagi, ia harus melihat Sasuke didekati gadis lain. Dan bodohnya, Naruto malah berlari menuju atap dan bersembunyi di sana, berusaha memggambar objek yang ia lihat tadi.
Helaan nafas berat keluar dari bibir cherrynya. Dengan kepala yang terdongak ke atas ia berdoa di dalam hati agar tidak menangis lagi kali ini.
Ayolah, Naruto seorang pria. Ia tidak ingin menangis lagi hanya karena hal seperti itu.
Tapi sekuat apapun keinginannya melawan, rasa sakit selalu lebih kuat darinya. Kekehan pelan lolos dari bibirnya ketika mengingat dirinya yang tidak bisa melakukan apapun kecuali menyimpan perasaannya rapat-rapat.
Merasa takut jika Sasuke mengetahuinya maka pemuda itu akan menjaga jarak darinya.
Ah, tidak juga. Toh dari awal mereka tidak begitu dekat. Entahlah, Naruto tidak mengerti. Ia tidak pernah sadar sejak kapan ia mulai menyukai pemuda tampan nan dingin itu.
Mungkin Naruto menyukainya karena terbiasa dengan kehadiran Sasuke. Tapi, setelah dipikir-pikir Naruto sudah menyukai Sasuke sejak kali pertama ia bertemu dengannya.
Saat itu Naruto baru masuk sekolah dengan jalur beasiswa. Entah karena tersandung atau bagaimana, ia terjatuh di tengah-tengah banyak orang. Saat itu Sasuke tidak menolongnya berdiri. Namun ia menatap tajam ke orang-orang yang menertawakan Naruto.
Jantung Naruto berdebar kencang. Antara malu atau terkesima dengan perlakuan Sasuke. Klasik memang, seperti cerita yang selalu Naruto baca di novel. Tapi hal klasik seperti itu yang membuat ia bertahan sejauh ini.
Ceklek
Pintu atap terbuka dan Naruto buru-buru mengusap air matanya. Ekor matanya menangkap bayangan Sasuke yang berjalan mendekatinya dan secara seenaknya tidur di atas pangkuannya.
"S-suke?"
"Hn. Aku lelah. Biarkan seperti ini dulu sebentar saja," ucap Sasuke dengan nada datar.
Naruto memilih diam, memandang pahatan wajah Sasuke yang nyaris sempurna. Meskipun kedua onyx itu sedang tertutup tapi Naruto masih mengagumi wajah Sasuke. Ia akui Sasuke itu tampan. Hal itu membuat para siswa di sekolah itu mati-matian mengejar Sasuke.
Pipi Naruto bersemu merah saat membayangkan mata itu terbuka dan memandang dirinya.
"Berhenti menatapku seperti itu," kata Sasuke yang membuatnya gelagapan.
"A-ah! Ie! Siapa bilang aku menatapmu?"
"Sasuke, apa kau.. Menerima Karin?" Naruto menautkan jari-jarinya, cemas dengan jawaban Sasuke yang sangat tidak ingin di dengarnya.
Tapi setelah bermenit-menit berlalu tak kunjung ada jawaban dari Sasuke.
Apa dia tidur?
Sasuke tidak sekalipun menerima pernyataan cinta dari para penggemarnya, tapi Naruto selalu merasa was-was. Apalagi Karin merupakan salah satu murid terkenal di sekolahnya.
Egois memang, mempertahankan sesuatu yang bukan bukan miliknya. Merasa takut jika suatu hari nanti Sasuke akan menemukan gadis yang ia sukai.
Naruto cukup sadar diri, dengan otak jenius, tampang, dan materi tidak sulit untuk Sasuke mendapatkan gadis manapun. Mana mungkin Sasuke mau memandang Naruto yang notabenenya memiliki gender yang sama.
Tidak apa, Naruto bisa menyimpannya sendiri. Ia cukup memasang senyum lebar pada Sasuke setiap harinya dan memandangnya sambil terus menjaga jarak. Menjaga agar dirinya tidak jatuh lebih dalam lagi untuk Sasuke.