"Arigatou Tsunade-sama." Naruto membungkuk berkali-kali, seketika merasa lega karena ucapan Tsunade tadi.
"Hm, pastikan kau merapikan setiap buku yang ada, Gaki," ujar Tsunade seraya tersenyum tipis.
"Um! Yosh! Naruto Uzumaki akan merapikan setiap sudut perpustakaan sampai rapi ttebayo!"
"Ya sudah, sekarang kembali ke kelasmu," ucap Tsunade pada Naruto.
Setelah membungkuk sekali lagi Naruto keluar dari ruangan kepala sekolah dan segera bergegas ke kelasnya.
Tsunade menatap tubuh mungil Naruto seraya terkekeh pelan.
"Anak itu begitu bersemangat," gumamnya pelan.
There Are Rains, Memories, but No You
Sasuke melirik ke arah pintu kelas. Menunggu siluet pirang yang seharusnya duduk di sampingnya sejak tadi bel masuk berbunyi namun nyatanya belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali.
Baru saja ia berniat menyusul Naruto pintu kelas terbuka dan pemuda dengan senyum secerah matahari itu muncul di sana.
Sasuke mengalihkan pandangannya pada guru di depan kelas, mencoba untuk tidak fokus pada Naruto.
"Sumimasen Iruka-sensei, saya baru dari ruangan Tsunade-sama," ucap Naruto pelan.
Iruka mengangguk lalu tersenyum pada Naruto, "duduklah."
Naruto membungkuk dalam pada Iruka lalu berjalan cepat menuju ke mejanya dan Sasuke. Ia sempat melirik Sasuke sekilas yang tampak acuh dengan kehadirannya sebelum akhirnya memilih duduk dan mengeluarkan buku tulisnya.
Setelah itu pelajaran pun berlanjut dengan teori sejarah dari Iruka yang menurut seisi kelas cukup membosankan.
"Setelah bel ini berbunyi, kalian sudah diizinkan pulang karena ada rapat," ucap Iruka di akhir pelajaran.
Kelas yang tadinya mengantuk kini menjadi ricuh. Beberapa gadis berkumpul dan berencana untuk pergi berbelanja, para siswa memilih untuk berkumpul di game center.
Naruto tersenyum kecil memandangi kegiatan seisi kelas, sebenarnya dia ingin bergabung namun mereka bahkan seperti menganggap dirinya tidak ada.
Ia memandang tas oranyenya yang mulai lusuh. Benar, jika dibandingkan mereka yang rata-rata berasal dari kalangan yang berada Naruto bahkan tidak lebih dari sebuah kerikil kecil.
Sasuke menatap Naruto yang tampak murung di sampingnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Tak lama, lonceng berbunyi dan seisi kelas berhambur keluar tidak sabar menjalankan rencana yang sudah mereka susun lima belas menit yang lalu.