Sekolah sudah mulai ramai, biasanya saat aku datang, sekolah masih sepi. Aku menyimpan ransel di atas kursi yang berada paling depan, dekat pintu kelas—tempat strategis untuk melihat suasana di luar kelas. Aku duduk satu meja dengan Kirei, sahabatku sejak masih di taman kanak-kanak.
"Lo, tumben kamu baru datang? Biasanya udah ada di kelas paling duluan, sambil baca buku gitu." Privit menatap heran setelah aku menyimpan ransel.
"Ya ... gitulah kerjaan dia, tenggelam sama buku-buku. Maklum, jomlo," sahut Ayla jail.
"Tadi ada sesuatu di rumah, makanya agak telat ke sini, Vit," kataku seraya melirik Privit sekilas. "Sindir aja terus, Ay, sampai puas," gerutuku pada Ayla.
Privit hanya ber-"oh" menanggapi jawabanku.
"Oh, iya, siap, tenang aja, hahaha." Wajah Ayla terlihat senang, sejurus kemudian air mukanya menunjukkan sesuatu yang berbeda.
Pasti ada maunya, batinku.
"By the way, PR udah?" tanya Ayla dengan polos.
"Udah," jawabku—sudah kuduga.
"Ajarin dong," pinta Ayla dengan raut memohon.
"Oke." Aku membuka tas, mengeluarkan buku matematika. "Nah, kamu perhatiin dulu, ya, materi yang ada di buku catatanku, terutama yang ditandai pakai stabilo." Aku menunjuk bagian-bagian penting di buku.
"Enggak ada warna lain, ya? Lihat buku aku, nih, stabilonya warna-warni, bikin semangat belajar. Coba punya kamu, warna pink semua," protesnya seraya membuka lembaran-lembaran buku catatanku.
"Ya udah, kalau enggak mau, enggak apa-apa." Aku mengambil buku itu dari meja Ayla dan Privit yang ada di belakang mejaku dan Kirei.
"Udahlah, Ay, mau warna apa, kek, yang penting isinya. Lagian, udah dua tahun lebih kita lihat buku catatan Oca isinya selalu berwarna sama, kan?" Privit melirik Ayla sekilas, lalu mengambil buku yang kupegang.
Ayla meringis. "Hehe, iya juga, sih."
Aku beranjak dari kursi. "Nih, enggak usah protes."
"Mau ke mana?" tanya Kirei seraya menarik tanganku pelan. "Ke ruang TU dulu," jawabku.
"Ngapain?" tanyanya lagi. Belum aku menjawab, Kirei menambahkan satu pertanyaan lagi, "Mau ditemenin?"
"Ngambil daftar nama buat urusan kelas," jawabku. "Enggak usah, aku bisa sendiri, kok."
"Oca, Oca, kamu itu, ya, udah juara kelas, ketua kelas juga, cantik, baik, sempurna deh pokoknya, gemes jadinya!" seru Kirei sambil mencubit pipiku.
"Enggak sempurna, Vit, dia jomlo, haha." Ayla kembali bersuara.
"Dari tadi bilang jomlo terus. Lupa, ya, kalau Oca deket sama Gion?" Kirei membelaku.
"Iya, tuh, bener kata Kirei. Dia, kan, udah deket sama Gion. Dia suka sama Gion, terus Gion juga suka sama dia. Mereka jarang berantem, enggak kayak kamu, Ayla." Privit menambahkan.
Mereka terus berbincang, sedangkan aku berjalan keluar kelas menuju ruang tata usaha.
Aku berjalan melewati ruang guru. Dari arah berlawanan, ada beberapa cowok yang sedang berjalan juga ke arahku. Tunggu, kenapa tiba-tiba aku merasa ada yang berbeda saat melihat salah satu dari beberapa cowok itu? Iya, cowok itu, yang berjalan paling depan.
Ini aneh. Kenapa kakiku terasa kaku? Pipiku pun terasa hangat. Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasanya dunia berhenti seketika, memberiku kesempatan untuk merasakan sesuatu yang langka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Finding Love
Ficțiune adolescențiPernah terbit di: - comico Indonesia (2019) - Gramedia Writing Project (2020) - Kwikku (2020) - Gramedia Digital (2020) Diosa tidak pernah percaya dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, suatu hari dia menemukan Keiji, bintang lapangan di...