Prolog

4 2 5
                                    

    Goresan kulit kembali ia buat, mengeluarkan darah segar yang semakin banyak banyak dan banyak. Namun anehnya tak ada air yang meluncur dari matanya, sedikitpun. Matanya menatap kosong pada luka-luka menganga yang tak berhenti mengucurkan darah.

Goresan demi goresan membuat kehampaan hidup yang ia jalani sedikit teralihkan, mungkin bagi sebagian orang akan terlihat lebay dan berlebihan. Namun, bagaimana untuk seorang Dian. Gadis yang diputar balikkan oleh roda kehidupan.

Lengkingan mamahnya yang shock, teriakkan seorang gadis masih belum bisa ia lupakkan. Meskipun telah berkali-kali papahnya membawa dirinya pada psikiater, membuatnya lupa dengan terapi dan mengonsumsi obat. Namun kepingan kejadian yang menjungkir balikkannya tak pernah ia lupakan, tak akan pernah bisa.

Yang ia tidak tau adalah dimana mamahnya berada, serta siapa gadis kecil yang berada pada tempat gelap dan lembab yang masih terpatri dalam ingata Dian. Ia memperhatikan lengannya yang mengeluarkan darah segar, ia ingin mati. Meninggalkan dunia ini mungkin lebih baik, ia hanya menjadi beban untuk orang tua satu-satunya yang ia punya.

Meminta ini itu tanpa bisa membalas, merepotkan orang yang berada disekitarnya, serta membuat orang yang ia sayang semakin menderita karena tak bisa membalas kebaikannya.

Satu goresan kembali ia buat.

Namun tiba-tiba sebuah lengan besar melingkar pada pinggangnya. Memberi rasa aman sekaligus ketenangan, mengalirkan rasa aneh sekaligus nyaman pada diri gadis itu. Tanpa ia sadar, cutter yang berada ditangannya berpindah pada sosok dibelakangnya. Kepala gadis itu menoleh, bibirnya terkatup rapat. Tertera jelas bahwa sosok yang ditatap gadis itu menyiratkan tatapan cemas, dan khawatir.

"Udah cukup!" pria itu berucap dengan nada sedikit memohon, dieratkannya pelukan itu pada pinggang kecil Dian. "Bukan salah kamu, berhenti nyakitin diri sendiri. Karena..karena saya selalu ada disini, disamping kamu."

Pelupuk matanya buram tertutup oleh kumpulan air mata yang siap meluap, satu tetesan air mata menetes. Aneh. Padahal berapa banyak pun goresan yang ia tuai tak dapat mengalirkan perasaan yang meledak-ledak seperti ini. Seakan membuncah dan minta diluapkan untuk kesekian kalinya.

Bibir gadis itu bergetar, namun sebelum ia mengucapkan sepatah kata. Sebuah bibir tipis mendarat pada bibir gadis itu, sangat lembut hingga darahnya berdesir hebat. Ditekannya kepala gadis itu untuk memperdalam ciuman, tidak liar hanya sedikit melakukan lumatan kecil. Menyapu halus bibir gadis itu.

Dilespakannya bibir itu, bola mata beda warna bertubrukan. Cukup lama, mencoba menyiratkan perasaan dalam yang berusaha diungkapan oleh masing-masing. Tangan besar pria itu terulur, menghapus jejak air mata yang kembali tumpah.

"Ti amo." sebuah ungkapan diucapkan cowok itu, ia mencium kening gadis itu.

To Be Continued...

Happy Reading

Larassati

Steal me heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang