"Tolong! Tolong! Siapa aja tolong." gadis itu menjerit, dibawahnya sudah banyak sekali orang yang berkumpul.
Sesekali ia terbatuk karena asap yang masuk melalui mulutnya.Matanya berair karena takut dan asap menutupi matanya, ia tidak berani menatap kebawah. Buku-buku jarinya memutih, menahan bobot berat badannya. Ia mulai lemas, sebentar lagi ia akan terjun kebawah. Tangannya mulai mati rasa.
Seorang gadis berlari menghampiri dirinya yang sekarat, wajah itu, wajah yang serupa dengannya. Mengulurkan tangannya, ia berteriak tak karuan agar segera dirinya menarik tangan itu. Namun, gadis itu tau. Anak kecil yang seumuran didepannya tak akan berhasil menarik bobot badannya.
Namun karena keadaan ia tetap memaksakan, dan menarik tangan gadis kecil tersebut. Benar saja, segera tubuh kecil itu ikut tertarik kebawah, beruntung Dian menahan lengan itu agar tidak jatuh. Dian menjadi penopang gadis itu dan tangan yang sebelah ia jadikan penopang tubuhnya, ia kembali berteriak histeris, panik bukan main. Wajahnya memerah menahan panas dari kobaran api yang semakin lama terasa menyengat. Orang-orang dibawah mereka bahkan ada yang pingsan, tak kuasa melihat adegan yang sebentar lagi merampas nyawa kedua anak kecil tersebut.Namun setelah hilang keduanya tak memiliki harapan, bocah laki-laki yang berani mendekati keduanya, dan mengulurkan tangannya yang penuh goresan luka dan kotor. "Tarik tangan saya!" pekiknya karena kobaran api dibelakang mereka semakin besar, melahap bangunan, menyambar-nyambar.
"Aku gak bisa." sahutnya pasrah, menahan nyeri dikedua tanganny karena hampir tak kuat menahan bobot dirinya sekaligus bobot gadis kecil itu, yang kini kian menangis.
"Kamu pasti bisa! Saya yakin." pekik bocah itu mulai tak sabar, ia kembali mengulurkan tangan miliknya lebih jauh agar Dian bisa menangkapnya.
Namun naas keduanya terjatuh. Dari gedung yang tingginya bermil-mil meter tingginya, wajah itu kembali terlihat. Bibirnya tergerak, mengucapkan sesuatu namun tidak terdengar apapun hingga akhirnya "ingat aku!"
Dian bangkit dari tidurnya. Napasnya terengah, satu bulir keringat jatuh pada dahinya. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Siapa itu? Gadis dengan wajah yang serupa dengannya. Serta bocah kecil yang menolongnya.
"Sudah bangun?" tanya seseorang diambang pintu membuyarkan lamunan Dian, sontak saja Dian segera menolehkan kepalanya, matanya menatap bola mata kelam dihadapannya.
"Are you okay?" tanya Seto, pertanyaan yang sama yang ditanyakannya tadi malam.
Dian merasa tidak perlu menjawabnya, ia menyibak selimut bercorak bintang yang ada dilangit. Berjalan gontai menuju kamar mandi, mengabaikan Seto yang terus menatapnya tanpa berniat mendekati. Hanya menatapnya dengan pandangan yang tak bisa diartikan.
Dian memasukki kamar mandi, menutup pintunya. Pria itu termangu beberapa detik, lalu mulai membersihkan kamar gadis itu. Beruntung tidak separah yang kemarin.
Dian yang berada dikamar mandi menatap perban yang menbalut kedua lengannya, yang ia ingat hanya suara teriakkan dan lengkingan keras. Lalu gadis itu mengambil sebilah pisau dibawah bantalnya, mulai menggoreskannya agar suara berisik berada ditelinganya menghilang. Hingga ia tertidur lagi, hanya itu yang gadis itu ingat, tentang siapa yang membalut lukanya ia tidak tau.
"Dia kah?" ucap Dian entah pada siapa.
💍
Dian menatap enggan ketika Seto mulai menjelaskan didepan papan tulis tentang cara menyelesaikan Theorema phytagoras, membuat Dian mumet luar biasa.
![](https://img.wattpad.com/cover/120487014-288-k719379.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Steal me heart
RomanceDian selalu menyembunyikan dirinya dalam bayang-bayang masa lalu, tanpa bisa mengingatnya. Gadis itu selalu menyakiti dirinya, bahkan dunia pun selalu menjungkir balikkan kehidupannya.