Smh part 1: Terserah gue!

6 2 2
                                    

    Nama yang biasa-biasa aja, muka pun biasa-biasa aja, otak biasa-biasa aja—minim bahkan. Yep, Diana Mahesya Wijaya. Keren kan namanya, kayak orang-orang kaya di film-film.

Jam masih berdetik pada detik ke 29, jarum pendek menunjukan angka 3 pagi sedangkan jarum panjang berhenti diangka 11 alias 50. Gadis sama sekali tidak mirip manusia bumi itu, mengetikkan jarinya dengan lincah diatas keyboard. Matanya bergerak kekiri-kekanan mengikuti tulisan yang semakin bertambah setiap detiknya. Bahkan tanpa ia sadari mulutnya menganga, namun karena dua hari tidak menyentuh air, jadilah nyamuk pun enggan mendekati dirinya dan segera terkapar ketika berhadapan langsung dengan rongga mulutnya yang menganga.

Rambut panjangnya ia biarkan tergerai bebas, kusut bahkan beberapa anak rambut jatuh pada wajahnya. Itulah sekarang penampilan gadis itu, dari mulai ujung rambut hingga ujung kuku semuanya tidak ada yang layak disebut manusia bumi.

Fokusnya teralihkan saat pintu diketuk dengan ketukan dua kali, gadis itu melirik sebentar lalu kembali membuat jarinya menari diatas keyboard. Tengah malem—ralat hampir subuh gini siapa yang udah bangun. Kecuali papah.

Benar saja, ketukkan pintu menjadi lebih banyak dan bertenaga. Dian meringis menyadari bahwa papahnya memiliki kebiasaan bangun sebelum subuh, untuk melaksanakan sholat Tahajud. Dengan gerakkan kilat, Dian menutup laptopnya menaruhnya asal lalu menggelung dirinya dengan selimut. Pura-pura tertidur.

Geram karena tidak dibukakan pintu, satu dorongan saja berhasil membuat pintu itu terbuka. "Gak usah pura-pura tidur kamu!" suara berat khas papahnya mengagetkan Dian. Ikatan antara anak dan papah kah?

Dian meringsut dari kasurnya, berakting menguap agar papahnya percaya. Sedikit membuka matanya untuk melirik sang papah, bukannya percaya Antonio, papah Dian menatapnya dengan sorot tajam.

"Udah solat Tahajud pah?" tanya Dian berbasa-basi.

Papahnya mendekat kearah Dian, dirungkannya saat ingin duduk dikasur anaknya karena melihat seekor kecoak yang langsung ngibrit ketika tau dirinya diketahui manusia.

"Papah badan gede takut kecoak." sindir Dian yang juga melihat kejadian dari awal hingga akhirnya Antonio memilih duduk diatas kursi belajar.

"Kamar kamu yang jorok, berapa tahun gak dibersihin sampe ada kecoak." wajah Antonio yang tadinya menyorot tajam berganti dengan gidikkan dan disertai wajah jijik, membuat Dian cengar cengir tanpa dosa.

Beberapa lama mereka terdiam hingga akhirnya papah Dian yang membuka suara. "Kapan kamu mau sekolah lagi?" tenggorokan pria berkepala 4 itu tiba-tiba kering, merasa amat haus.

Dian menjilat bibirnya sendiri, ia terdiam beberapa saat lalu tersenyum miris "papah malu yah." tebak Dian dengan wajah menatap kosong kebawah lantai marmer dingin.

"Hush kamu ini ngomong apa! Kalo gak mau sekolah di sekolahan, biar papah home schooling aja." saran Antonio, menunggu reaksi anak gadis semata wayangnya.

Namun perlakukan selanjutnya membuat Antonio kalang kabut, Dian menatap papahnya dengan sorot terluka. Ia berteriak memanggil nama seorang perempuan yang telah hilang bertahun-tahun lamanya, meninggalkan dirinya sendirian. Tangannya terulur menyentuh kedua lubang telinganya, kembali ia mendengar suara lengkingan keras seorang gadis, serta suara klakson mobil bersahutan. Semakin parah hingga ia harus memejamkan matanya, berusaha mengenyahkan halusinasi yang membayangi trauma masa kecilnya.

Steal me heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang