Setelah Seminar

171 4 2
                                    

Kata orang masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan. Namun bagiku, masa SMA adalah masa yang paling aku rindukan. Dua bulan sudah aku merasakan seperti apa jadi pengangguran. Rutinitas yang sangat monoton membuatku kurang produktif. Tapi kalian jangan berpikir bahwa aku hanya makan tidur saja di rumah. Tidak, aku tidak sebodoh itu menghabiskan masa mudaku.

"Bun, besok Ara pergi ke Balai Kota ya?" tanyaku disela-sela kegiatan memotong sayur.

Memang sudah menjadi agenda rutin di keluarga kami bahwa anak perempuan harus membantu di dapur dan mengerjakan pekerjaan rumah. Bunda ingin mendidik aku dan kak Ila menjadi anak yang mandiri, alhasil keluarga kami tidak mempekerjakan asisten rumah tangga dan supir.

"Ngapain kamu kesana? Ada kegiatan kampus?" jawab Bunda tanpa melirikku.

"Kegiatan aktivis yang pernah Ara ceritain itu loh, Bun. Kegiatan kampus mah masih seminggu lagi. Itupun baru pra ospek" jelasku panjang lebar pada Bunda yang hanya manggut-manggut tak jelas. "Ish... Bunda kok cuma manggut-manggut aja. Bolehkan Bun?"

"Iya tuan putrinya Bunda. Selagi itu positif pasti Bunda izinin kok. Tapi ingat pulangnya jangan kesorean, jangan lupa sholat sama makan! Entar maag kamu kambuh"

"Duh, tak ku sangka Bundaku secerewet ini. Siap Ratu, laksanakan!" ucapku seraya mengangkat tangan memberi hormat. Entah mengapa aku selalu bersikap seperti ini pada Bunda dan kak Ila, padahal kak Ila sering mengomentari sikapku ini.

~

"Kak, besok aku nebeng ya?"

"Emang pengangguran mau kemana? Jalan-jalan? Tumben banget"

Ih, kak Ila mah nyebelin. Ku sikut lengannya yang tengah membereskan meja makan. "Enak aja. Bentar lagi juga jadi mahasiswi kok" sewotku.

"Mahasiswi juga mah pengangguran, tapi terselubung. Hahaha!" Ku majukan bibirku beberapa senti setelah mendengar ucapan kak Ila.

"Iya deh, kamu mau kemana emang?" tanyanya dengan nada serius. Kujelaskan panjang kali lebar tentang acara di Balai Kota besok pada kak Ila. Setelah mengerti dan memang alamatnya searah dengan kantor kak Ila, akhirnya dia bersedia mengantarku.

Entah kenapa aku sangat menyayangi kak Ila, begitupun sebaliknya. Kak Ila rela melakukan apapun untukku. Sejak kecil kak Ila selalu menjagaku. Bahkan ia pernah bertengkar dengan teman kecil kami yang laki-laki karena membelaku.

"Dek, ayo. Nanti telat loh!" teriak suara dari meja makan.

Dengan langkah santai kuturuni anak tangga. "Iya putri Ila, princes Ara udah siap kok." Ujarku sambil mengambil roti berselai nuttela yang lezatnya tiada tara.

"Makannya duduk Ara. Nanti keselek!" kata Bunda mengomentari aksiku pagi ini.

Dengan raut santai kujawab ucapan bunda sambil melirik kak Ila, "Iya My Queen, Ara makannya di mobil aja. Nanti kalau Ara lelet ada puteri yang berubah jadi penyihir jahat marah-marah hehe".

"Begini nih ciri-ciri nebeng yang nggak beradab. Udah nebeng, ngeledek pula" ujar kak Ila.

"Pis deh kak. Becanda" ucapku sambil mengangkat jari tengah dan jari manis membentuk huruf V.

Setelah berpamitan dan mencium tangan Bunda, aku dan Kak Ila langsung berangkat menuju Balai Kota. Kak Ila bekerja pada sebuah perusahaan properti. Kantor pusatnya berada 1 kilometer setelah Balai kota, jadi aku tidak terlalu merepotkannya hari ini. Namun untuk pergi kuliah, sepertinya aku harus membawa sepeda motor sendiri karena kampusku berada 5 kilometer dari kantor Kak Ila. Tidak mungkinkan aku terus menerus merepotkannya. Lagi pula dengan sepeda motor akan lebih mengefisienkan waktuku.

"Hati-hati, pulangnya jangan kesorean Ra!"

"Siap tuan putri. Udah zuhur Ara pulang kok. Nanti kak Ila nggak usah jemput, Ara nebeng sama Naya aja"

"Lagian siapa juga yang mau jemput kamu. Ish, ge er!" Kumajukan bibirku mendengar ucapan Kak Ila. Dia memang wanita paling menyebalkan dan paling kusayangi setelah Bunda di dunia.

Setelah mobil kak Ila melaju pergi, aku langsung menghubungi Naya yang katanya sudah berada di aula Balai Kota. Sekitar 100 orang menghadiri acara talkshow pada hari ini. Aku merasa sangat beruntung dapat menjadi salah satu peserta dalam acara itu, karena pembicara yang dihadirkan adalah motivator idolaku. Mbak Asma Nadia, sang penulis buku-buku yang sangat memotivasi.

~

Benar saja, setelah makan siang dan sholat Zuhur, agenda selanjutnya tanya jawab bersama pembicara. Alhasil pukul 2 siang tepat kami sudah diperbolehkan untuk pulang.

"Nay, aku nebeng sama kamu ya?" tanyaku pada Naya.

"Iya, boleh kok. Tapi aku mau ke toko buku dulu nih, soalnya tadi adik aku nitip buku gitu"

"Ke ujung duniapun aku temenin Nay, asal jangan ke neraka aja"

"Ye, kamu. Aku mah juga gak mau kesana kalau bisa" ucap Naya sambil tertawa.

Untunglah Naya membawa 2 helm hari ini, karena tadi pagi dia mengantar Adit, adiknya untuk bimbel. Maklumlah, Adit memang sudah kelas 3 SMP dan akan mengikuti Ujian Nasional sehingga memerlukan persiapan yang matang.

Lima belas menit kemudian kami sampai di toko buku. Naya langsung pergi ke bagian buku Ujian Nasional SMP untuk mencari titipan adiknya. Sementara aku menelusuri lorong bagian cerita religi. Ketika menemukan buku perjuangan sang khalifah, aku membaca sinopsinya sambil berjalan menuju tempat Naya berada. Karena berjalan sambil membaca, aku menjadi tidak fokus. Dan tiba-tiba.... Bruuukkk!

"Maaf kak, saya tidak sengaja" ucapku spontan.

3 buku yang dibawa oleh lelaki itu jatuh kelantai. Aku langsung memungutinya dan menyerahkan buku itu pada lelaki itu. Tapi apa yang akau dapat? Lelaki itu malah menatapku dengan sinis. Aku tahu aku salah, tapi tidak seharusnya dia begitu. Merespon permintaan maafku saja tidak.

"Lain kali jalan pake mata!" ucapnya sambil berlalu ke meja kasir.

~To be Continued
Vomment ya😉
.
.
.

Rahasia WaktuWhere stories live. Discover now