"Lain kali jalan pake mata!" ucapnya sambil berlalu ke meja kasir.
Huh, apa-apaan orang itu? Aku kan sudah minta maaf. Aku terus menggerutu sampai tidak sadar jika Naya sudah berada di sampingku.
"Kamu kenapa Ra?" Tanya Naya heran melihat mulutku komat-kamit mengumpat lelaki tadi.
"Eh, em.. Gak apa-apa Nay. Udah dapet bukunya? Yuk kita pulang." Jawabku berbohong. Bukan tidak ingin jujur, tapi lebih baik tidak usah membicarakan lelaki itu pada Naya. Membicarakan orang lain itukan ghibah, apalagi nanti pasti aku akan terus mengumpatnya.
Setelah membayar buku yang Naya cari, kami langsung pulang. Sepanjang perjalanan Naya bercerita panjang kali lebar tentang ketua himpunan mahasiswa prodinya. Aku dan Naya memang berbeda prodi, tapi masih satu fakultas. Naya lebih memilih prodi Bimbingan Konseling, sedangkan aku lebih memilih prodi Pendidikan Bahasa.
"Pokoknya Ra, kamu pasti terpesona juga deh kalau ketemu kak Aziz. Orangnya, beuh.... Udah ramah, pinter, alim pula" Ucap Naya kesekian kalinya mengelu-elukan sang idola barunya.
"Gak tau deh Nay, dan gak penting juga. Yang penting sekarang aku udah sampe di rumah. Makasih Nayakuuuuh" Balasku menggoda Naya sambil turun dari motornya.
"Ih, kamu mah nyebelin. Udah nebeng, gak ditawarin masuk pula" jawab Naya ketus padaku.
"Eh iya, lupa. Ayo Nay mampir!"
"Tuh kan, gak ikhlas. Lagipula aku mau cepet pulang Ra. Ada janji sama mama."
"Iya deh... Makasih Nay, hati-hati di jalan ya"
Aku dan Naya memang sudah berteman dari SMP, jadi kami sudah biasa saling bercanda.
"Assalamualaikum." Salamku memasuki rumah.
"Waalaikumsalam" Jawab beberapa orang dari ruang tamu.
Sepertinya Bunda sedang ada tamu. Ada dua mobil asing yang parkir di halaman rumah.
Deg...
Begitu memasuki rumah, moodku kembali buruk. Ternyata tamu Bunda ada 4 orang. Sepasang suami istri, 1 orang gadis kecil berusia 5 tahun, dan... Lelaki menyebalkan yang kutemui di toko buku tadi."Mas, Mbak, ini Ara anak saya yang bungsu. Ra, kenalan dulu sama sahabat Bunda!" Titah Bunda padaku.
"Ara, Om, Tante." Ucapku memperkenalkan diri pada sahabat Bunda.
"Salim sama Tante Ara, sayang." Perintah Tante Luna pada anak kecil berusia 5 tahun yang baru kuketahui bernama Sasya.
"Assalamualaikum, cantik. Siapa namanya?"
"Sasya, Tan." Jawabnya malu-malu.
"Kenalin juga, Ra. Ini anak Tante, Adam." Kata Tante Luna.
Dengan sedikit terpaksa kutangkupkan tangan di depan dada sembari menyebutkan nama.
Setelah perkenalan basa-basi yang menurutku sedikit berlebihan, akhirnya aku pamit untuk istirahat ke kamar.
"Apa-apaan lelaki itu, sudah bersikap tidak bersahabat di toko buku tadi, sekarang malah ada di rumahku dan tanpa perasaan bersalah sedikitpun hanya membalas perkenalanku dengan anggukkan saja. Benar-benar menyebalkan." Aku masih menggerutu di dalam kamar.
To be continued....
.
.
.
Vomment ya.... :-)
YOU ARE READING
Rahasia Waktu
רוחניSiapa yang ingat akan kontrak yang telah ditandatangani sebelun hari kelahiran? Kontrak tentang usia, rezeki, maut, bahkan jodoh. Menghiba ke penjuru duniapun, tak ada yang dapat menebak secara pasti, kecuali waktu. Waktulah yang akan menjawab semua...