Sahabat adalah lebih dari sekedar teman walau tak bisa disebut pacar.
----------------------------------------------------
"Yeay, Masuk lagi! Tujuh kosong untuk gue!" Brian dengan sombong mengacungkan jadi telunjuknya setelah ia cium, dan Venta lagi-lagi pasrah bertanding basket dengan Brian, karena ujungnya pasti dia lagi yang kalah.
Terkadang Venta heran dengan Brian, dia sangat jago dalam hal olahraga, tapi kenapa cita-citanya ingin jadi dokter?
Bukan apa-apa, hanya saja nilai IPA Brian sangat minim, Venta sendiri nggak yakin dengan nilainya, yang jelas-jelas lebih tinggi dari Brian."Ah, lo mainnya curang, Bri, ulang-ulang!" Teriak Venta, tidak terima kekalahan.
Brian masih saja mendrible bolanya sambil memasukkan ke ring, lalu berbicara dengan mata yang masih melihat ke arah bola.
"Dih, mana ada curang, lo aja yang nggak bisa main!" Cibir Brian tak mau kalah.
Venta hanya mendengus kesal, kadang Venta berpikir kenapa ia tetap mau berteman dengan pria tengil macam Brian ini yang jelas-jelas setiap hari pasti aja ada yang diributkan, mau hal kecil ataupun besar, pasti didebatkan.
Huh. Venta mendelik kesal, menatap Brian sengit, mengambil tas, lalu meninggalkan Brian yang kini sedang membasahi rambutnya.
"Woy, bayi dugong! Gue ditinggal." Teriak Brian seraya menyusul Venta.
"Jangan marah dong, sayang, yaudah gini aja, gue janji akan ngalah biar lo menang, gimana?" Brian merangkul Venta sambil membujuknya halus, terlihat dari wajah Venta yang semakin mencair dari amarahnya.
"Janji nggak?" Venta berhenti berjalan, lalu berbalik ke arah Brian sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
"Sayangnya..., gue bohong!" Seru Brian menyentil pipi Venta sambil berlari dan meninggalkannya yang kini lagi-lagi sedang mendengus kesal.
▫▫▫▫▫
"Huh, panas!" Venta membuka topi untuk mengipasi wajahnya yang terasa seperti terbakar itu. Hanya karena upacara tadi, kepala sekolah marah besar karena ketidak disiplinan sebagian murid. Ada yang rambutnya dicat, belum dicukur, baju anak cewek yang terlalu ketat, celana cowok bentuknya kaya pensil, dan berbagai alasan lainnya yang menyebabkan semua murid harus pending 50 kali, termasuk Venta yang notabenenya murid normal yang numpang sekolah dengan tenang.
"Ven, liat ada Vico!" Retta yang duduk di sebelah Venta menepuk-nepuk lengannya beberapa kali.
Retta itu teman setia Venta, bertemu saat dia sedang makan di kantin pada hari pertama masuk sekolah, waktu istirahat pertama. Pada waktu itu Retta sengaja menumpahkan minum Venta agar lebih cepat akrab katanya. Venta juga sampai dibuat menganga tak percaya karena hal bodoh yang Retta lakukan.
"Aduh Ret, apa sih? Sakit nih, iya gue juga tau itu Vico, kenapa emang kalau ada dia? Biarin aja lagi." Cerocos Venta sambil memutar bola matanya, pura-pura tak peduli.
"Gue tau lo suka, ayo!" Seru Retta tiba-tiba tarik tangan Venta paksa, sang empu sempat berontak, tetapi karena tenaganya hanya tersisa sedikit karena hukuman kepala sekolah tadi, alhasil dia mengikuti Retta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope
Teen Fiction"Vic, gue suka sama lo." gadis itu mengungkapkan isi hatinya, ia tidak tau harus menunggu sampai kapan lagi. Pria itu tersenyum, sambil mengelus puncak kepala gadis itu, ia berkata "gue sayang sahabat lo." Kata Venta, Vico itu ganteng. Eh, ralat, bu...