Trustworthy

1.5K 88 10
                                    

Kaki kanannya menginjak pedal gas dalam - dalam, memacu mobilnya dengan kecepatan penuh tanpa mempedulikan teriakan serta makian orang - orang yang merasa terancam dengan caranya berkendara. Namun persetan dengan semua itu.

Ia tidak ingin terlambat. Jantungnya berdegup kencang ketika mengangkat sebuah panggilan telepon dengan teriakan kesakitan dan ketakutan sang kekasih yang berteriak memanggil namanya.

Naruto tahu ada sesuatu yang tidak beres, ditambah Ia mendengar suara lelaki dengan desahan menjijikan tampak mengancam gadis yang telah menjadi wanitanya semalam.

"Hinata, kumohon - " Naruto memarkirkan mobilnya di sembarang tempat. Pria itu berlari dengan sangat cepat menaiki lift, memencet tombol di mana Ia meninggalkan kekasihnya sendirian.

Memencet password rumahnya dan mendobrak pintu kamarnya. Tangan Naruto terkepal kuat saat melihat pemandangan yang membuat hatinya teriris. Di mana sang kekasih pingsan dengan lebam pada sekujur tubuhnya, jangan lupakan sudut bibir Hinata yang robek akibat tamparan dan pukulan yang cukup keras dari Toneri.

Dan sialnya ketika dokter keji itu baru saja ingin menikmati tubuh sang pasien yang sudah dalam keadaan tak berdaya, Naruto muncul. Pria itu menatap Toneri dengan kemarahan yang tak lagi bisa tersampaikan.

"Bangsat, sialan!! Apa yang telah kau lakukan pada Hinata?!!!" Dalam amarah serta murkanya, pria itu memukuli wajah dan badan Toneri bertubi - tubi hingga pria itu babak belur.

Naruto kemudian mengambil sebuah kursi besi, pria itu hendak menghantamkannya pada kepala Toneri sebelum gerakannya tiba - tiba terhenti. Hinata merangkak memeluk kakinya sambil menggelengkan kepalanya lirih.

"Ja.. Jangan Naruto kun." Naruto melemparkan kursi besi itu ke sembarang arah. Ia kemudian berjongkok, membawa Hinata dalam pelukannya.

"Apa yang telah terjadi, Hinata?" tanyanya namun Hinata hanya menangis. Perasaan gadis itu lega bercampur bahagia sang kekasih datang pada waktu yang tepat. Sehingga Ia tak perlu ternodai oleh sikap bejat sahabat yang tiba - tiba menyerangnya itu.

"Naruto kun, - " Hinata mengusap wajah Naruto dengan lembut, Ia ingin menceritakan semuanya. Tentang penderitaannya, penyakitnya dan juga perasaannya namun rasa lelah dan sakit membuatnya kembali tertidur.

"Hinata? Hei, bangunlah. Ck, sial." Naruto membawa Hinata dalam pelukannya. Ia berencana akan membawa Hinata ke rumah sakit. Namun bagaimana dengan Toneri?

Naruto tahu bahwa jika sampai ada wartawan atau paparazzi yang menemukan bahwa Ia telah menghajar seorang pria sampai babak belur atau bahwa Ia ternyata mempunyai seorang kekasih yang hampir diperkosa maka karirnya akan tamat.

Selain karirnya yang akan tamat, Hinata pun tak akan lepas dari bahan gunjingan para fans atau orang - orang di luar sana yang mengenal mereka. Tidak, hal ini tak boleh sampai terjadi.

Naruto tak akan membiarkan baik karirnya maupun hidup wanitanya menjadi hancur hanya karena kelalaiannya.

Naruto membaringkan tubuh Hinata di atas rajang, pria itu kemudian membawa sebaskom air hangat beserta handuk kecil yang bersih. Dengan hati - hati, Ia membasuh seluruh tubuh gadis itu. Mengoleskan krim penyembuh pada bekas lebam yang membekas pada tubuh sang kekasih, mengganti baju Hinata dengan piyama yang baru dan mengompres dahi Hinata dengan air hangat.

Setelah selesai menyelimuti Hinata, pandangan pria itu kembali kepada sosok bersurai putih yang terbaring sekarat akibat pukulannya. Naruto mengenal sosok itu, sahabat masa kecil Hinata yang berulang kali menyatakan cinta pada kekasihnya.

Namun apa yang dilakukan pria itu di sini? Menyerang wanitanya dan hampir memperkosa apa yang telah menjadi miliknya, Toneri benar - benar tak dapat dimaafkan.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang