Part 9

5.1K 331 34
                                    

Hari ini kelas Aleni dan dua kelas lainnya melakukan penelitian, di sebuah rumah kaca berukuran besar yang menampung pot berisi tanaman-tanaman obat.

Matanya memperhatikan sebuah pot kecil berbentuk huruf L. Rasa penasaran di dalam dirinya, membuat Aleni ingin menyentuh tanaman obat di dalam sana.

Sebelum tangannya menyentuh daun kecil itu, sebuah tangan dengan cepat menahan tangannya dan mengecupnya singkat "jangan.." Devin mengucapkannya dengan nada lembut "ada duri kecil di sana. Kau harus bertanya pada ku terlebih dahulu"

"O-oh, oke" senyum Aleni canggung.

Aleni kembali mengikuti langkah Devin yang berada di depannya. Napasnya berhembus pelan. Dia masih menghukumku.

Dia salah mengira jika Devin akan mengabaikan atau membencinya atas apa yang terjadi malam itu. Aleni paham, dia membuat Devin tersakiti dengan kata-katanya.

Tapi lelaki di depannya saat ini, selalu bisa membuat Aleni semakin jatuh cinta.

Devin berkata jika hukumannya adalah memamerkan kemesraan mereka berdua di depan publik, tapi bagi orang lain yang melihatnya adalah sebagai hal yang romantis.

Dan bagi Aleni hal itu benar-benar membuatnya selalu malu, gugup dan jantungnya selalu berdetak terlalu cepat.

Lelaki itu mengerti bagaimana cara menjahili Aleni, dia bahkan hanya bisa diam menjalani hukuman dari lelaki itu selama satu minggu. Meskipun terkadang, Aleni benar-benar ingin mengeluarkan isi kepalanya karena terlalu malu.

Aleni masih bisa bernapas lega karena Devin tidak mengabaikannya. Dia benar-benar takut saat Devin membiarkannya menangis sendirian malam itu. Dia takut, Devin akan membencinya dan meninggalkannya.

Aleni tersenyum getir. Bahkan ketika aku berpikir saat di mana tidak ada kau di sampingku membuat jantungku langsung berhenti berdetak.

Tentang gadis bernama Aura itu, dia sudah di pindahkan ke sekolah lain. Devin benar-benar menyingkirkannya.

Meskipun ada beberapa kali gadis itu dengan terang-terangan mengeluarkan taringnya untuk menyingkirkan Aleni. Tapi Devin menjamin, Aura tidak akan pernah berani menyentuhnya.

Tarikan di pinggangnya membuat Aleni mengerjap pelan.

"Hati-hati, kau hampir menabrak pot-pot tidak bersalah itu" bisik Devin geli "berhenti berpikir"

Aleni tersenyum geli "maaf, aku terlalu memikirkan mu"

"Apa ?"

"Tentang aku yang tidak bisa hidup tanpa mu" jujur Aleni "aku dan kamu selamanya akan menjadi kita"

"Karena aku tanpamu tidak akan pernah ada artinya" Devin tertawa pelan, tangannya mengacak rambut Aleni gemas "aku mencintaimu"

"Aku lebih mencintaimu"

"Maaf, sayang. Tapi aku yang lebih mencintaimu" kekeh Devin memancarkan aura penguasa miliknya.

"Kalian berdua. Berhenti berduan" tegur guru muda yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua "cepat selesaikan tugas kalian"

"Iya, Bu" sahut Aleni.

Aleni hanya mengangguk dan melotot garang ke arah Devin. Lelaki itu kembali berjalan lebih dulu meminta Aleni untuk terus mengikutinya.

Dia menatap punggung Devin, tempat yang selalu membuat Aleni nyaman saat dia kelelahan dan tertidur di sana.

Aleni mengerjap perlahan, cahaya yang masuk dari kaca kamar itu membuat Aleni bangun dengan cepat. Dia masih berada di kamar Devin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlevinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang