🍀 Melepas?

106 31 2
                                    

Jika cinta adalah kata yang mustajab untuk terjemahan bahasa hati. Maka hatiku mewakilkannya pada seseorang yang tidak tepat di waktu yang sama tidak tepatnya.
Cinta prematur.

---------------------------------------------

Nyatanya hari ke dua mulai menguras energi kami dengan penutupnya miss kill membuat beberapa suara ricuh hanya karena tidak ingin terkena cipratan untuk menjadi kandidat KM di kelas nanti.

Selama sejarah Piket Kelas, yang paling kuhindari turun temurun ialah hari Senin. Tentu kalian tau apa alasannya. Ada lagi satu persyaratan yang mesti terpenuhi yaitu 'temen pulang satu arah' yang satu ini teramat sangat penting bukan? Saat jam pulang harus terlambat dari biasanya karena piket.

Posisi rumah Amel dan rumah ku  satu arah. Dia hanya perlu melewati satu kampung lagi setelah aku turun dari angkutan umum. Tapi di persimpangan turun ada sosok sama yang sering kutemui akhir-akhir ini sedang duduk di ujung kursi depan bengkel. Dia Arbi. Entah sedang apa atau menunggu siapa aku tidak peduli. Aku hanya harus lewat di depannya karena itu alur jalannya.

Yang kulakukan hanya lewat saja, tapi dia langsung menghentikan ku dengan perkataan nya.
"Eh hai, temen lo mana?"

'Jangan katakan apapun'

"Emm lo lagi sakit tenggorokan yah? Biar gue bawakan ibu profen nanti."

Untuk bisa berbicara dengannya layaknya seorang teman, aku masih butuh keyakinan lagi. Tapi dia benar-benar tidak sabaran. Seharusnya dia bisa memahami situasi perempuan kan? Sudahlah. Berbicara ini tidak akan ada ujungnya. Lebih baik bagiku untuk segera berlalu dari sini sekarang.

"Set, jalan lo makin cepet oy! Dasar kereta la-- "

Meski aku tau apa yang akan dikatakannya, tapi masa lampau! Pokoknya aku gak mau ngomong apa-apa ke dia.

"Neng!"

"Salsah!"

"Siput!"

"Kereta lambat!"

"Anjir...parah gue keceplosan."

Astagfirullah... Jika saja telingaku ini menangkap semuanya dengan bersih pasti tidak akan kubiarkan suaranya berlanjut pada kata terakhir. Tapi karena begitu jauh aku hanya menangkap ocehannya dengan senyap angin saja. Tidak begitu jelas. Bisa saja yang kudengar tadi salah.

***

16.15

Angin berhembus sangat kuat, sampai ada sesuatu yang masuk ke mataku.

"Aduh," impuls di tanganku langsung mengarahkan jariku menekan-nekannya sampai terasa reda. Tapi mataku malah semakin perih sampai rasanya air mataku ikut membanjir keluar.

"Jangan di kucek, sini biar kulihat?"

"Siapa?"

"Bukan siapa-siapa."

Aku tidak tau siapa yang datang, terasa sulit saat mencoba melihatnya sekarang. Tapi tiba-tiba dia meniup mataku membuatku kaget dan langsung terbuka memandangnya, "Elhaj?"

dug-deg dug-deg  ya ampun jantungku!

"M-maaf tadi hanya membantu saja, lain kali jangan di kucek seperti tadi. Malah bisa iritasi Sal."

Friendship Is Not LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang