幸せなEid al-Adha
xxx
______________________________________
10 Dzulhijjah 10 tahun lalu, aku dan Papa merayakan Idul Adha di Indonesia tepatnya di Jawa Timur, Situbondo. Kami baru beberapa bulan tinggal disana, dan bahasa Indonesia ku masih belum lancar. Jadi, saat sholat Eid aku tidak memiliki teman seperti anak-anak lain yang asyik bermain sebelum sholat dimulai. Aku sendirian. Tidak ada Papa tentunya. Jelas'kan? Papa sholat di tempat ikhwan, di barisan terdepan. Sedangkan aku di tempat akhwat, mengambil tempat di pojokan dalam keadaan suram.
Orang-orang berkumpul bersama keluarga mereka, saling berpeluk cium bercucuran air mata. Meski sholat belum dimulai, suasana cinta begitu jelas di pelupuk mata. Sekilas aku merasa senang. Karena tahun-tahun sebelumnya aku juga merasakan hal yang sama. Ah... Pelukan-pelukan itu tentu terasa hangat!
"Jadi kangen Mama... " aku bergumam, sambil menyeka air mata yang tanpa kusadari mulai membasahi wajah ku ini. Aduh... Padahal baru kupoles dengan bedak bayi, jadi luntur deh... Haha!
Aku melihat ke arah gerbang, memperhatikan satu-satu setiap orang yang berdatangan ke masjid. Wajah-wajah bahagia jelas bertebaran di antara mereka, membuatku ikut tersenyum saja. Rasanya jadi tidak sabar, aku menunggu seseorang. Siapa? Tentu saja My Lovely Mama!
Emmm... sebenarnya aku agak khawatir. Kalau-kalau... Mama tidak datang lagi seperti Idul Fitri kemarin. Kan sedih, jika di hari raya yang penuh suka cita orang yang kita cinta tidak hadir. Bukan'kah begitu? Makanya, sekarang aku sedang berharap dan berdoa kepada Allah, supaya sebentar lagi Mama datang dan memelukku erat. Dengan begitu, aku bisa memberitahu Mama betapa aku sangat merindukannya. Memberitahukan betapa aku... Sangat menginginkan kehadirannya yang telah lama tak ku jumpa.
Air mataku mengalir lagi, kemudian kuusap lagi, lalu mengalir lagi, lalu kuusap lagi, terus begitu dan ternyata aku terisak. Oh, Mama... Cepatlah datang! Kumohon...
~
Aku meraih tangan Papa yang menungguku di halaman masjid. Beliau tersenyum dan aku membalasnya dengan tawa manis. Angin bertiup menerpa kami, membelai mukenah putih berpita yang kukenakan. Meniup-niup wajahku yang tersenyum hambar.
"Papa," aku memanggil Papa yang langsung menoleh dengan meng-hm? Kepadaku. Papa tersenyum, meski kutahu senyum beliau memikul beban yang tak dapat kumengerti saat itu, "Mulai besok dan kapanpun... tolong jangan berbohong lagi, ya?" pintaku, menunjukkan senyum palsu. Ya, seumur 8 tahun aku telah pandai memamerkan senyum itu.
Papa tampak terkejut mendengarnya, namun beliau tidak berkata apapun.
"Aku tahu kok... Kalau Mama tidak akan pernah datang. Jadi, Papa tidak perlu berbohong seperti sebelumnya, ya? Onegai? (Kumohon?)"
Langkah kami kemudian terhenti di tengah jalan, tepat di depan lapangan Desa Wonerjo. Papa menatapku, kemudian memelukku setelah air mata berhasil membasahi wajahnya.
"Maaf... Maaf... Sayang, maaf..." ringisan dari suara beratnya bahkan mampu menembus telingaku.
Tapi, aku hanya diam. Kau tau? Aku sudah sangat lelah menangis tanpa hasil. Sekarang aku hanya bisa sabar, soalnya mau bagaimana lagi? Aku tau Papa dan Mama ada masalah, jadi jika mereka tidak ingin bertemu satu sama lain, aku bisa apa?
"Meski tidak ada Mama, aku bersyukur... Papa selalu ada di sampingku. Jadi, terima kasih, Papa. Aku akan jadi anak baik untukmu..."
Pelukan Papa semakin erat, bahkan terasa seperti pelukan dua orang. Seperti... Berada di antara pelukan Papa dan Mama. Di hari raya, bersama orang yang kucinta.
***
Annisa mengepal tangannya gemas, ini masih bulan Rajab di tanggalan hijriah (Kalendar Islam), jadi masih ada waktu untuk mencari Malaikat tanpa sayap yang telah melahirkannya itu. Lalu, di bulan Dzulhijjah nanti... Bahkan jika bisa di bulan Ramadhan nanti ia dapat berkumpul bersama dengan keluarga utuhnya. Seperti dulu!
Merayakan hari penuh suka cita bersama orang-orang tercinta.
"Ngapain bengong kaya gitu? Masih waras'kan?" Naoto melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Annisa, sontak membuat gadis itu terkejut.
"M-masih kok!"
Saat ini mereka di kereta menuju Kansai. Dan mereka... Sedang jalan-jalan berdua.
***Author sekeluarga menyampaikan,
"Mohon maaf lahir batin! Selamat hari raya Idul Adha!"
Jazakumullah khayron katsiron!
*Gambar di awal bukanlah keluarga Annisa, hanya harapannya untuk bisa berkumpul bersama dengan keluarga. Btw, special Eid al-Adha tapi kayanya telat ya? Ngga papalah, afwan wa syukron!

KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen FictionAda sesuatu yang terjadi 10 tahun silam, dan sampai sekarang Annisa belum mengetahui 'kebenaran' yang disembunyikan oleh pamannya, Joe al-Faruq mengenai orang tuanya. Hanya satu misi yang diberikan oleh sang Ayah ketika Annisa kembali ke tanah kela...