2nd

5 3 0
                                    

Author's POV

Rifki menyusul Ian kedalam kelas. Ian sendiri dengan cepat membereskan tasnya dan mau pergi.

"Ian,tunggu!!!",cegat Rifki.

"Jangan halangin gue!",Ian berontak.

"Dengerin gue dulu!"

"Nggak mau!"

"Lo mau kemana,sih?!"

"Gue mau pergi!"

"Dengerin dulu kali!"

"Apaan lagi sih?!",Ian membentak Rifki,membuat temannya itu kaget setengah mati.

Rifki tak menyangka Ian yang selama ini lembut dan pendiam bisa jadi kasar dan beringas seperti ini hanya karena kecelakaan tadi.

"Lo ini kenapa sih?! Tadi itu cuma kecelakaan! Kenapa loh jadi kayak gini sih?!",nada suara Rifki naik. Niatnya kan pengen minta maaf,tapi Ian malah membentak dan mau lari.

"Gue lagi pengen sendiri! Gue mau pulang,jangan ganggu gue dulu!",Ian tetap bersikeras pergi. Bahu Rifki lemas seketika. Sepertinya percuma memaksa Ian disaat seperti ini.

"Gue cuma pengen minta maaf,yan....",Rifki memelas lagi.

"Gak usah minta maaf,bukan salah lo...",kata Ian sambil mengusap air mata yang masih terus bercucuran.

"Trus kenapa lo mau pergi? Lo tahu kan ini cuma kecelakaan?"

"Gue tahu,gue tahu!!! Cuma sekarang gue lagi pengen sendiri aja...."

"Kenapa? Cuma gara-gara masalah sepele,lu jadi pengen balik kek gini?!"

"Ini bukan masalah sepele Rifki!!!"

Rifki diam. Tidak biasanya Ian memanggilnya dengan sebutan itu. Biasanya ia selalu menyebut Iki sebagai panggilan.

"Gue cuma lagi bingung aja... dari semua perasaan yang gue alamin ini yang paling bikin gue sesek Ki! Lo baik ke gue,lo sayang sama gue....",Ian mulai curhat bernada menghujat dirinya sendiri.

"Ya tentulah gue sayang sama lo!",Rifki membalas.

"Itu rasa sayang kepada teman Ki! Rasa sayang gue ke elo itu beda!",wajah Ian pucat pasi saat mengatakan itu.

Rifki mengernyitkan kening. Heran. Apa bedanya rasa sayang mereka? Mereka saling menyayangi sebagai sahabat bukan?

Oh,Rifki.... kau masih berpikiran sempit. Banyak jenis rasa sayang didunia ini. Hanya saja sebagian ada yang normal dan sebagian lagi ada yang 'tidak normal',juga bertentangan dengan norma masyarakat Indonesia. Kau masih belum memahami itu.

"Izinin gue pulang ke guru sekarang....",ucap Ian sambil berjalan keluar kelas.

"Lo masih mau per..."

"Ya! Jangan banyak tanya lagi!"

"Mau gue anter gak?"

"IZININ SEKARANG ATAU GUE GAK MAU NGOMONG SAMA LO LAGI!"

Rifki menghela napas kasar. Baru kali ini Ian marah besar padanya. Ian tak pernah marah sedahsyat ini. Bahkan saat Iki merusak motor kesayangan Ian saat kelas 8 dulu saja Ian tak marah.

Kali ini Rifki hanya bisa diam tanpa mau menyusul sahabatnya itu....

*****

Sudah 3 hari Ian nggak masuk sekolah sejak kejadian itu. Guru tidak memanggil Rifki sama sekali. DNR yang langsung melapor dan menyatakan bahwa dirinyalah yang bersalah kepada guru BP,tentu saja dengan permintaan untuk tidak memanggil Rifki maupun Ian.

SadarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang