Warning! 21+ story, be wise, those who underage please don't read this.
Alinka menghampiri meja Aidan, berdiri diujung meja bergerak gelisah, berusaha menarik perhatian Aidan dari laptop yang sudah sejak jam tadi siang ditekurinya.
"Sir..." Alinka membuka suara, suaranya lirih hampir seperti desahan.
Aidan hanya mengguman tak jelas, posisinya tak berubah. Alinka menghela nafas,"Sir, aku sudah mengambil keputusan." Kali ini ia berhasil membuat Aidan mengangkat kepalanya dan menjawab,"Lalu..." Matanya tajam menatap Alinka, menanti lanjutan kata kata Alinka.
"Aku akan singkat, aku tak mau mengganggu waktu berhargamu, aku akan pergi sekarang. Aku tidak mau menjadi wanita bodoh untuk kedua kalinya." Alinka tak berani membalas tatapan Aidan, "Terimakasih untuk semuanya, selanjutnya aku akan mengirim pengacaraku untuk bicara denganmu." Suara Alinka tercekat ia berusaha menahan diri untuk tidak menangis.
Aidan menghela nafas dan menyandarkan kepalanya, melipatkan kedua lengan ke dadanya, " Apakah ini keputusan terbaikmu?" suara Aidan tetap terdengar datar ditelinga Alinka.
Alinka menganguk, rasanya dia sudah tidak sanggup berkata kata lagi, bahkan setelah mendengar keputusannya untuk meninggalkannya, Aidan masih tetap dingin, ya Alinka merasa menjadi manusia paling bodoh, sia sia selama 6 tahun dia membuat dirinya imun terhadap cinta, tapi akhirnya dia harus jatuh cinta pada pria dingin, ambisius dan gila kerja seperti Aidan. Alinka memberanikan menatap mata Aidan, dengan matanya yang berkabut oleh airmata,"Goodbye Sir." Suaranya bergetar bercampur tangis.
Tiba tiba Aidan berdiri, dan meraih tangan Alinka yang akan berlalu dari ruangannya, "Aku belum selesai, kau belum boleh pergi" Alinka menoleh pada Aidan dan mengerjapkan matanya, berusaha menahan tangisnya.
Aidan Pov
Alinka sepertinya ingin bicara sesuatu, aku sengaja mengacuhkannya, aku menghindari percakapan dengannya, selama 3 jam Alinka tidak berani mengganguku. Akhirnya, dia berani membuka suara, dalam hatiku aku sangat takut dia mengucapkan perpisahan, dan memilih laki laki itu.
"Sir.." suaranya yang hampir seperti desahan, membangkitkan gairahku, ya aku setengah mati harus menahan diri setiapkali dia memanggilku dengan Sir.. dengan suara setengah mendesah, tapi yang selanjutnya aku dengar langsung memadamkan gairahku, "Aku akan singkat, aku tak mau mengganggu waktu berhargamu, aku akan pergi sekarang. Aku tidak mau menjadi wanita bodoh untuk kedua kalinya."
Alinka tak berani membalas tatapanku, "Terimakasih untuk semuanya, selanjutnya aku akan mengirim pengacaraku untuk bicara denganmu." Suaranya tercekat tampaknya ia berusaha menahan diri untuk tidak menangis. Hmm aku tak pernah melihatnya menangis, bahkan ketika ia harus merelakan hasil kerja kerasnya diakui orang lain, dan ketika ia menghadapi kenyataan bahwa mantan kekasihnya dan sahabatnyalah yang mengkhianatinya untuk kedua kali, dan ketika ia di pecat oleh bossnya, Alinka selalu tampak tegar, kenapa ia sekarang menangis?
Aku menghela nafas dan menyandarkan kepalaku ke kursi, kulipatkan kedua lenganku, " Apakah ini keputusan terbaikmu?" aku tetap menahan suaraku, tetap datar. Aku tidak mau Alinka membaca isi hatiku.
Alinka hanya menjawab dengan anggukan, tampaknya pertahanannya sudah runtuh, tangisnya hampir meledak. Perlahan Alinka membalas tatapanku, air matanya menggenang,"Goodbye Sir." Suaranya bergetar bercampur tangis.
Damn, aku tidak perduli lagi jika aku harus tertipu oleh airmatanya, aku tidak sanggup kehilangan nya, aku akan memaksanya memilihku . Aku berdiri, dan kusambar tangannya sebelum ia benar benar berlalu dari ruangannya, "Aku belum selesai, kau belum boleh pergi". Alinka menoleh padaku, berusaha menghapus tangis dengan mengerjapkan matanya. Kuraih tubuh mungilnya kedalam pelukanku, "Kau masih istriku, meski hanya diatas kertas." Tubuhnya menegang dalam pelukanku, ia mengangkat kepalanya, langsung kukecup bibirnya, Alinka tidak menolak, aku langsung memperdalam ciumanku, kuelus pinggangnya, tubuhnya menggelinjang halus, damn.. aku tidak bisa menahan diri lagi, kukulum bibirnya bergantian, ku masukan lidahku kemulutnya, aku jelajahi tiap sudut mulutnya. Kuelus pinggulnya dengan tangan kiriku, sebuah desahan pelan keluar dari celah bibirnya, ooh Alinka, kau membuatku gila, ku bisikan ditelinganya,"Hari ini kau akan jadi istriku sepenuhnya, hanya milikku." Kembali kututup bibirnya dengan bibirku, aku terlalu takut kalo dari bibirnya keluar penolakan. Alinka malah mengalungkan lengannya ke leherku, tubuhnya dilengkungkan kearahku, sehingga dadanya yang ranum menempel erat ke dadaku. Merasakan Alinka sudah bergairah, kubopong tubuhnya, ku rebahkan tubuhnya keatas sofa panjang dikamar kerjaku, aku masih takut, jikalau waktu beberapa detik aku membawanya kekamar dan menikmati malam pertama kami yang tertunda sebulan, gairah Alinka keburu surut dan menolakku, padahal aku sudah ingin meledak didalamnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love for Alinka (End)
Krótkie OpowiadaniaThis short story contains 21+, those who underage please don't read it "Sir.." suaranya yang hampir seperti desahan, membangkitkan gairahku, ya aku setengah mati harus menahan diri setiapkali dia memanggilku dengan Sir.. dengan suaranya yang setenga...