Ternyata hanya aku

17 3 0
                                    

Aira berlari cepat menyusuri gedung fakultasnya. Ia harus cepat-cepat sampai di kelasnya karena mata pelajaran pertamanya itu adalah dosen galak yang terkenal di seantero kampusnya. Kerudung yang menjuntai menutupi kepalanya itu sudah tak tahu bentuk dan rupanya.

Aira memang merupakan gadis yang masih lepas pakai dalam berhijab. Tapi walaupun seperti itu, akhlaknya termasuk baik dengan tutur yang lemah lembut. Ya walaupun emang sedikit amburadul juga sih:v..

Deru nafasnya memburu. Detak jantungnya berdentum tak menentu. Ia akhirnya sudah sampai di depan kelasnya, dengan pintu yang masih terbuka, memperlihatkan bahwasannya dosen killer itu belum datang.

Ia menghembuskan nafas lega sembari melemparkan asal tasnya ke atas meja paling depan, tepat di samping seorang gadis yang berjilbab lebar yang notebennya adalah sahabat Aira. Disusul dengan didudukkannya pantat teposnya itu.

"Hufft" dengusnya seraya menangkupkan kepalanya pada lipatan tangannya. Membuat gadis cantik di sampingnya itu menggeleng-gelengkan kepalanya geram, tak lupa dengan senyum tipis yang terpatri di bibir mungilnya.

"Kamu kenapa sih, Ai?" Tanyanya "kaya yang abis lari marathon aja tahu gak" lanjutnya diiringin dengan kekehan ringan yang keluar dari mulut manisnya.

Aira yang mendapat cibiran dari sahabatnya itu hanya melengos tak peduli. Lalu sedetik kemudian membalikan posisi kepalanya ke arah sahabatnya itu, dengan tangan yang masih menjadi bantalannya. "Tahu gak, Ri? Gue hampir mati kecapean tahu, gara-gara lari dari parkiran sampe sini kaya orang yang kesetanan. Liat nih dandanan gue-" Cerocosnya seraya memperlihatkan gaya kerudungnya yang sudah tak karuan "udah ancur bangetkan? Mirip dijah yellow lagi berak tahu gak" dengusnya yang dibalas dengan kekehan kecil dari Riana, sahabatnya.

Aira yang melihat hal tersebut semakin mengerucutkan bibirnya kesal "Tuh kan, lo juga ngetawain gue.. nyebelin banget sih"

Riana menggelengkan kepalanya gemas. "Lebaynya kumat deh" ledeknya yang langsung dibalas dengan dengusan kesal oleh Aira "Mending kamu ke toilet deh, beresin tuh jilbab kamu yang udah gak tau bentuknya kaya gimana"

"Nanti aja deh, takut si dosen killer dateng. Percuma kan gue lari-larian sampe nafas gue abis kalo tetep telat masuk kelasnya"

Riana tersenyum "Nggak papa, hari ini pak Dirga gak bakal masuk. Dia ada tugas ke luar kota"

Mata Aira membulat sempurna mendengar penuturan dari sahabat karibnya itu "A-apa? Jadi pak Dirga-"

"Iya, Ai. Pak Dirga gak bakal masuk, jamnya kosong hari ini" tuturnya seraya tersenyum

"Kok lo gak bilang dari kemarin sih, Ri? Kan gue gak perlu capek-capek lari dari parkiran sampe sini. Ngeselin banget" renggutnya kesal

Riana hanya terkikik melihat wajah kesal sahabatnya itu "kamunya gak ada nanya sama aku sih" ucapnya santai "udahlah ayok, nanti keburu dosen lain masuk" ujarnya lagi seraya beranjak dari duduknya dan menarik lembut tangan Aira.

Gadis itu hanya menurut seraya mengekori sahabatnya itu dengan wajah yang masih direnggutkan.

Setibanya di toilet, ia langsung membenarkan jilbab dan penampilannya. Seketika kedua sudut bibirnya terangkat melihat penampilannya yang sudah jauh lebih baik dari pada sebelumnya. Ia lalu keluar menemui Riana yang sedari tadi menunggunya.

"Ayo, Ri" ujarnya yang langsung dibalas dengan anggukan kecil dari sahabatnya itu.

Aira dan Riana berjalan beriringan menuju kantin kampusnya. Mereka berdua merasa jika cacing-cacing yang tumbuh di perutnya itu sudah demo ingin diberi makanan. Terutama Aira. Saking tidak ingin terlambatnya kelas pak Dirga, ia harus rela melewatkan sarapan pagi buatan bundanya, apalagi mengingat tadi pagi bundanya itu memasakkan makanan kesukaannya. Ia mendengus mengingat betapa sialnya ia hari ini.

"Yahh.. penuh, Ri" keluh Aira ketika melihat kantin yang sudah sesak penuh dengan mahasiswa kampusnya.

Riana yang mendengar itu, ikut mengedarkan pandangannya mencari bangku yang siapa tahu masih ada yang kosong.

"Aira, Riana, di sini" teriak seseorang seraya melambaikan tangannya di udara. Sontak keduanya tersenyum riang seraya berjalan ke arah orang yang memanggilnya tadi.

Tapi, langkahnya terhenti ketika melihat seseorang yang membuatnya teringat akan luka yang selama ini ia coba kubur dalam ingatannya. Bukan Riana, tapi Aira. Lagi-lagi gadis cantik itu harus terdiam mematung seraya menahan gejolak di dalam dadanya. Bukan hanya itu, ia juga harus menahan mati-matian gumpalan air mata yang siap untuk ia tumpahkan saat itu juga. Tapi ia masih sadar dimana ia saat ini. Aira bukanlah tipekal orang yang suka mengumbar tangis kesedihannya. Dia cenderung untuk bersembunyi dan menangis dalam diamnya.

Riana yang melihat Aira tidak berada di sampingnya, sontak menolehkan kepalanya dan melihat Aira yang sedang mematung di tempat ia berdiri. Kening Riana berkerut namun seketika raut wajahnya langsung sendu ketika sadar apa yang sedang ditatap oleh sahabatnya itu.

Tak jauh dari tempat duduk gadis yang memanggilnya tadi, dua orang berlainan jenis sedang asik bermesra ria, tanpa memperdulikan tatapan para mahasiswa yang melihatnya. Bahkan tanpa tahu dan peduli jika ada orang yang tersakiti di atas kebahagiaan mereka berdua.

Aira tersenyum miris, lalu membalikan tubuhnya dan berlalu meninggalkan kantin yang ramai itu. Namun sesuatu yang dianggap ramai oleh orang lain, tak pernah membuat ia merasakan hal yang sama. Justru keramaian itu selalu menyiksa hati dan pikirannya sendiri. Dan itu sebabnya juga ia selalu benci dengan keramaian.

"Ternyata hanya aku di sini yang terluka, hanya aku yang masih terbayang akan manisnya cinta yang dulu pernah kita rajut bersama" batinnya


Love❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Answer MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang