Penulis: Baenih Bae-nih
Panas, polusi udara, riuh kendaraan bermotor, pengendara bodoh yang sering melanggar peraturan sanggup membuat wajah mereka bertiga kemerahan. Sulit menebak yang mana penyebab wajah mereka berubah warna, bisa salah satu atau keempatnya. Penampilan cetar ala pegawai kantoran yang selalu wangi parfummendadak hilang.
Siang itu, cuaca Jakarta panas luar biasa. Hal itu bisa membuat manusia paling kalem jadi singa betina garang. Yang somplak menjadi boneka sekarat, enggak bisa mengendalikan dirinya. Satu orang lagi yang paling cuek cuma jalan sambil kipas-kipas cantik ala princess ketika berjalan menuju mal di kawasan Kuningan, enggak peduli dengan tatapan beberapa orang yang menoleh ke arahnya.
Tiga sahabat dengan langkah percaya diri karena baru gajian siap menghamburkan uang di mal. Selain menenangkan cacing kelaparan di dalam perut, tujuan lain makan di mal itu ya buat ngeceng. Bagi para jomblo makan siang di mal adalah ajang tebar pesona ke eksekutif muda yang badannya melambai-lambai minta dibelai. Syukur-syukur kalau ada ekspatriat yang nyangkut, pasti mereka langsung sujud syukur dan sungkem ke bapak sama ibu.
"Haduh panas ya, padahal cuma nyebrang." Keluh Lia yang berjalan ala modeldi sepanjang jalan. Dia sering menganggap kalau sepanjang jalan Prof. Dr. Satrio adalah catwalk yang diperuntukkan para model berjalan penuh percaya diri memamerkan setelan kerja negara tropis.
"Udahdeh, enggak usah ngeluh. Tadi gue tawarin delivery kagak mau." Cicil si singa betina yang berjalan di sebelah Lia langsung mengaum. Sedangkan Dini yang jalan di belakang mereka cuek aja mendengar kedua sahabatnya berantem. Udah biasa, kalau mereka enggak berantem baru enggak biasa, ada sesuatu a.k.a marah.
"Haaah, sampe juga." Tiba-tiba Lia merentangkan kedua tangannya ketika sampai di bawah jajaran outdoor pendingin ruangan. Cicil seketika menoleh ke Lia saat lengannya enggak sengaja disenggollalu diam di tempatnya berdiri, Lia yang belum sadar kalau Cicil berhenti terus melangkah. Melihat Cicil diam, Dini ikutan diam di sebelahnya. Mereka heran dengan sahabat ajaibnya, kenapa tiba-tiba merentangkan tangan?
"Sial, Lia!" Umpat Cicil. "Untung gue langsung berenti pas dia nyenggol, kalau enggak malu banget gue. Mana ada bule lagi."
Mereka berdua takjub dengan keajaiban sahabatnya yang bernama Lia. Lia berjalan sambil merentangkan tangan di bawah jajaran outdoorac. Orang yang enggak kenal Lia pasti heran dengan kelakuan anak itu dan untuk yang sudah mengenalnya pasti malu, tujuan Lia jalan sambil merentangkan tangan adalah memberikan kesegaran di kedua keteknya. Ketek basah di udara panas sudah biasa, yang enggak biasa itu kalau punya teman enggak tahu malu jalan sambil buka keteknya lebar-lebar. Emang menggoda iman banget berdiri di bawah kipas angin saat cuaca panas gini, tapi enggak sampe buka ketek juga. Dalam keadaan apa pun cewek harus tetep jaga image. Itu harga mati.
"Kita jaga jarak dulu deh. Palingan dia telepon kalo sadar kita enggak ada." Dini terus menutup setengah wajahnya dengan kipas. Mereka pura-pura enggak kenal dengan Lia. Cara jitu menjaga image supaya tetap di posisinya.
"Eh, dia udah masuk tuh." Mereka melihat punggung Lia menghilang di pintu masuk mal lalu mengucap hamdalah, lega karena Dewi Fortuna masih berpihak. Mereka berhasil menghindar dari rasa malu. Mau di taruh di mana muka mereka seandainya ada rekan satu kantor atau gebetan yang melihat.
Dini dan Cicil memacu langkah guna bertemu Lia di depan Hanamasa, sesuai kesepakatan di dalam lift. Setelah berkumpul, Lia dan Cicil berjalan menuju meja pendaftaran.
"Eh, tunggu deh," seruan Dini menghentikan langkah Lia dan Cicil.
"Apalagi?! Gue udah laper!" Cicil semakin mirip singa betina pengin kawin.
"Kita pindah tempat aja, gue enggak rela keluar dua ratus ribu cuma buat makan siang." Debat kusir menentukan sebaiknya makan di mana resmi di buka. Ini bukan pertama kali mereka berdebat hal serupa, walaupun ketiganya sudah sepakat. Perubahan kadang terjadi di menit terakhir.
"Tapi gue pengin banget makan banyak, Din. Lu tau kan seminggu ini gue irit, karena belom gajian," Lia melayangkan protes,kedua tangan dilipat di depan dada, siap menangkis semua keberatan Dini.
"Iya, gue tahu. Karena itu gue enggak mau makan di situ sekarang." Tunjuknya ke arah restoran. "Ini udah hampir setengah satu. Bukannya allyoucaneat malah haven't eatyet. Entar gue kesel enggak sempet makan apa pun, yang ada kita cuma liatin waitress oles-oles lemak sapi di atas grill."Dini kekeuh dengan pendapatnya.
Mereka bisa menghabiskan waktu lebih dari dua jam kalau masuk restoran itu. Banyak prosedur yang dilakukan sebelum acara makan dimulai yang biasanya dibagi menjadi tiga ronde, jangan lupa acara rumpi yang ampuh menyetop kegiatan makan. Apalagi kalau udah masuk ke segmen 'hot man of the month', dijamin acara makan langsung berhenti, perut mendadak kenyang.
Bagus, debat Si Somplak dan Si Cuek yang sama kadar keras kepalanya mulai, keluh Cicil dalam hati. "Udah-udah, betul kata Dini. Kita enggak bisa makan puas, waktunya mepet. Kita juga harus hitung berapa lama lift naik ke lantai dua puluh. Gue enggak mau lagi disembur atasan gue karena datang setengah dua. Entar malem kita temenin lo makan sampe puas." Cicil yang biasa menengahi debat di antara keduanya buka suara. Suaranya kali ini diberikan ke Dini.
"Ya udah, kita mau makan di mana jadinya?" Akhirnya Lia mengalah.
"Di mana aja, yang penting ada tempat kosong," jawab Dini lalu berjalan meninggalkan kedua sahabatnya. Jawaban masuk akal, mengingat hari ini masih awal bulan, dompet masih tebal, jadi setiap bangku di restoran dan foodcourt pasti penuh.
Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan bangku kosong di tengahfoodcourt. Ketiganya memesan makanan yang paling cepat disajikan dan melahapnya dengan cepat. Jangan tanya mereka menikmatinya atau enggak? Yang paling penting sekarang makan dengancepat dan kenyang. Mereka sama-sama tahu kalau atasan Cicil enggak mau dengar kata 'antri' sebagai alasan terlambat balik ke kantor, kalau dia enggak kreatif dan kata itu terlontar, maka bersiaplah dapat jawaban "udah tau antri masih ngemal."
Jarum jam menunjukkan pukul satu pas, ketiganya berdiri menunggu lift. Berdo'a dan berharap lift yang mereka tunggu enggak penuh. Harapan tinggal harapan saat beberapa orang mulai berdatangan setelah makan siang. Dalam sekejap di depan lift mirip antrean sembako.
Ting
Pintu lift terbuka dan ketiganya masuk. Suasana di dalam lift padat meskipun enggak sampe sesak napas. Mereka berdiri terpisah, Cicil terdorong ke belakang sedangkan Lia dan Dini berdiri di tengah. Beruntung bagi mereka yang postur tubuhnya tinggi, enggak perlu mengap-mengap meraih udara dan menatap punggung cowok yang aduhai menggoda iman. Karena memiliki tubuh mungil dan alasan itu, Cicil selalu mempersilahkan dirinya terdorong ke belakang dan berdiri di belakang perempuan lain.
Duuut
Suara khas yang dikenal baik oleh telinga mengalun lembut, kemudian disusul bau busuk yang membuat hidung siapa pun kembang kempis bagi yang menciumnya. Para pegawai yang keheranan langsung menoleh ke kiri dan kanan, mengira-ngira, siapa yang berani melakukan tindakan paling haram di dalam lift. Mengutuk betapa bodohnya si pelaku karena enggak tauetika nomor satu di dalam lift, yaitu dilarang kentut.
Suasana tenang di dalam lift menjadi riuh. Letusan itu menyebabkan beberapa orang terbatuk, seketika menutup hidung dengan tangan atau dasi, sebagian lagi mengibaskannya di depan hidung. Oksigen di dalam lift terkikis oleh gas yang mampu membuat orang sesak napas mendadak.Mereka semua terdiam, berusaha menahan napas selama mungkin.
"Duh, gue kelepasan lagi, Din," ucap Lia.
Dini yang merasa di sebut namanya langsung membuka kipas dan menutup wajahnya, malu, pura-pura enggak kenal dengan makhluk Tuhan bernama Lia.
Kasian gue sama Dini, untung gue diri di belakang. Cicil mengucap syukur dalam hati sambil menatap prihatin ke Dini.
Sebagian orang berpendapat kalau bekerja di gedung tinggi adalah sebuah nikmat dan memiliki nilai prestigious, mereka belum tauaja rasanya berdesakan di dalam lift. Banyak hal tak terduga terjadi, bisa kejadian romantis, menyenangkan, bahkan memalukan. Seperti yang baru saja terjadi.
TAMAT
***
Tentang Penulis:
Pencari berlian di hutan baja yang akhir-akhir ini jatuh cinta dengan pahitnya kopi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kita Semua
Short StoryKumpulan Cerpen dari penulis Sky Nation Guild Author