Penulis: deanakhmadUap mengepul begitu panci dibuka, kaldu kuah ayam menggelembung di dalamnya. Membuat aroma kaldu bercampur rempah-rempah tercium dan menguar ke seluruh dapur.
Aku mengambil kuah menggunakan sendok teh, mencicipinya. Mencoba menerka bagaimana rasanya? Kusesap habis kuah dalam cekungan sendok tersebut, kemudian meletakkannya kembali. Rasanya masih sama seperti yang dulu.
Masih lekat di ingatanku bahwa dia begitu menyukai sup ayam ini, bahkan satu panci hanya dia sendiri yang menghabiskannya. Tak jarang pula ia akan memakan sup tersebut dengan didampingi sepiring nasi hangat.
Meski tanpa lauk, ia akan tetap memakannya dengan lahap. Satu hal yang pasti, dia akan menyingkirkan potongan kentang dan memakan wortel dan kawan-kawannya. Dia bilang kalau kentang itu lembek.
Aku terkekeh pelan saat melihat reaksinya pertama kali ketika memakan kentang. Kernyitan di dahi, dan ekspresi tak suka membuat wajahnya semakin masam. Hihihi ... ia berusaha menelan meski ia menunjukkan raut akan muntah. Tapi dia menelannya, dengan embel-embel takkan sudi memakan kentang untuk kedua kali.
Ingatan sekelebat itu begitu membuatku menjadi wanita yang labil. Tanpa kusadari air mata meluruh dari pelupuk mata. Ya Tuhan! Aku begitu merindukannya.
Kulepas celemek, kemudian melemparnya di atas meja. Aku tak kuasa. Perasaan ini begitu menyesakkan. Kutolehkan kepala dan memandang fotonya yang terbingkai di dinding. Membuatku semakin terisak lirih.
"Aku merindukanmu, Sayang. Kamu di mana?"
Dua tahun dia pergi tanpa kabar, entah ke mana. Tanpa bisa kutahu kenapa dan siapa yang membawamu pergi? Sedangkan aku di sini masih setia menunggunya.
Kusibakkan gorden yang menghalangi pandanganku ke luar jendela. Meski laut masih sekitar 500 meter dari tempatku berdiri, tapi angin dan deburan ombaknya masih bisa kurasakan.
Kebiasaanku yang lain adalah selalu memandang apa yang sedang ia lakukan dari balik jendela dapur. Suara ombak sedikit membuatku tenang. Bayangan dirinya sedang tertawa di sana, ketika ia menemani anak tetangga bermain, sungguh satu pemandangan yang membahagiakan untukku.
Sekali lagi aku menghela, mencoba menguatkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku mencoba meyakinkan diri.
Aku berbalik, memandang ke sekeliling ruangan. Rumah ini memang tak begitu besar, tapi cukup nyaman jika hanya aku dan dia yang tinggal di sini.
Lima tahun yang lalu kami memutuskan pindah ke sini, dan kami tak menyangka akan kehilangan buah hati kami di sini. Rasanya seolah rumah ini menjadi kosong begitu saja.
Banyak kenangan yang terukir di rumah ini selama satu tahun ia tinggal. Rasanya sungguh sesak karena setiap hari aku hanya bisa mengenangnya, tanpa tahu keadaannya. Aku berjalan ke sisi ruangan lainnya, menduduki sofa single bunga-bunga. Tempat favorit ketika ia sedang melepas penat, setelah seharian beraktifitas. Dan di sinilah aku merayakan ulang tahunnya. Meski hanya berdua.
Betapa bahagianya dia ketika mendapatkan kado yang selama ini ia impikan. Aku berusaha mengumpulkan uang guna memberikan kado tersebut, meski penghasilanku sebagai tenaga admin di sebuah gerai baju tak banyak.
Senyum selalu tersungging di wajahnya, dengan sayang dia merawat kado yang kuberikan. Membuatku terenyuh, bahwa memang hal itulah yang dia inginkan.
Jika saja aku tahu, bahwa itu senyuman terakhir yang kulihat. Maka aku takkan mengijinkannya pergi keluar rumah. Karena setelah hari itu, ia tak pernah kembali.
Sekali lagi kuusap kasar air mata yang lancang ini, sungguh tidak berguna. Aku mencoba tegar dan kuat menjalani hari-hari, tapi yang ada hanya dusta yang menutupi kesedihanku. Satu-satunya harapanku, bahwa ia baik-baik saja. Berharap ia akan kembali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen Kita Semua
Short StoryKumpulan Cerpen dari penulis Sky Nation Guild Author