NINETEEN

8.9K 1.6K 184
                                    

VOTE DAN KOMENNYA.

****

MIKE mengerang pelan merasakan pening di kepalanya. Bukan karena dia sakit, tapi karena beberapa bulan ini dia sulit sekali terlelap.

Masalahnya dengan Audre membuat dirinya tidak lagi memiliki kendali diri. Jam tidurnya berantakan, jam makannya selalu tertinggal. 

Kebohongan Audre begitu mempengaruhi hidupnya, mungkin memang dia pria brengsek tidak tau diri, tidak punya hati.
Tapi sunggu dia sangat berharap Audre benar-benar hamil anaknya. Tapi nyatanya seluruh harapannya akan keinginan itu hilang saat fakta tentang sang istri terungkap.

Pria mana yang tidak kecewa pada sebuah kebohongan, dia marah tentu saja. Dia kecewa, dia juga merana dengan semua kenyataan yang telah terungkap.

Dia sangat mengharapkan kehadiran sang putra, kebohongan Audre tentu melululantahkan seluruh harapannya.

Mike juga manusia, dia juga merasa sakitnya kecewa. Bahkan hingga saat ini surat cerai yang sudah Audre tanda tangani, masih teronggok begitu saja di meja kerjanya.

Harusnya surat itu segera ia kirim ke pengacaranya, tapi entah kenapa terasa begitu berat. Hatinya tidak terima kalau dia harus melepaskan Audre, tapi dia juga sulit memaafkan.

“Mike?” panggilan itu membuat Mike mengangkat wajahnya. Sofi menghela napas lelah, selalu tatapan itu yang ia terima dari putrannya ini.

Sudah hampir dua bulan setelah tragedi kebohongan terbongkar, dan putranya masih saja terus memikirkan wanita itu, tidak bisa di biarkan.

“Vale bilang kamu sudah meminta Audre tanda tangan surat cerai, kenapa masih belum ada prosesnya?”

Mom, please, sekarang aku sedang tidak ingin memikirkan apapun.”

“Gak bisa gitu dong Mike, kenapa hati kamu tergugah lagi buat kembali sama wanita pembohong itu, iya?”

Mom…”

“Mom gak akan setuju kalau kamu gagal cerai dengan dia. Mike kamu harusnya berpikir, masih banyak wanita di luar sana, Vale juga mau kembali sama kamu, pikiran kamu harus terbuka jangan mau terus dibohongi.”

Mendengar ibunya terus bicara Mike hanya bisa diam, seraya menghela napas lelah. Dirinya juga ingin cepat menyelesaikan masalah ini, tapi hatinya selalu menolak.

Daddy bilang besok kamu mau ke Malang, mau cek bangunan kita di sana?” Mike mengangguk menanggapi pertanyaan ibunya.

“Ya sudah, Mom sudah telpon Vale untuk temenin kamu besok.”

Mike melirik kesal ke ibunya. “Mom please, aku udah sering bilang jangan bawa Vale terus, aku gak…”

“Kalau mau pergi harus sama dia, Mom gak terima penolakan.” Potongnya tanpa bantahan, Sofi berjalan keluar dari kamar sang putra tanpa menunggu protes dari Mike lebih dulu.

****

AUDRE berjalan riang menuju salah satu tempat makan yang Cam bilang, ya siang ini pria itu mengajaknya makan bersama. “Hai, maaf ya lama aku nemenin Mom belanja bulanan dulu tadi.” Ujar Audre seraya menerima kecupan di kedua pipinya bergantian dari Cam.

“Terus Mom pulang?”

“Iya, Daddy mau makan siang di rumah katanya. Kakak gak lamakan?”

“Enggak baru sampai, ayo mau makan apa?”

“Aku mau udang bakar mentega.” Jawabnya dengan senyum yang begitu riang.
Mereka makan dengan tenang, Cam membantu membersihkan sisah makanan yang tertinggal di sisi bibir Audre.

Sesekali tercipta obrolan di antara mereka, Cam mulai senang karena sekarang Audre sudah mulai bisa kembali tersenyum walau masih terlihat beban yang wanita itu tanggung, tapi Cam lagi-lagi merasa bahagia untuk senyum yang Audre berikan untuknya.

Mata Audre membulat melihat Mike berjalan keluar dari toko sebelah, dengan beberapa kantong plastik yang ia jinjing, tidak lupa juga ada seorang wanita yang mengikuti setiap langkahnya.

Dengan terburu-buru Audre keluar dari rumah makan meninggalkan makanannya yang belum habis ia makan, kepergian wanita itu yang tiba-tiba membuat Cam kaget dan ikut keluar.

“KAK MIKE...KAK MIKE!” pekik Audre kencang, Mike tentu tidak mendengarnya pria itu sudah berada di dalam mobilnya.
Rahang Cam mengetat melihat Mike tidaklah sendiri, dia bersama Vale.

Sungguh brengsek mantan temannya itu, harusnya sejak pertama Cam bisa menghalangi keinginan gila dari Audre, karena dengan begitu wanita ini tidak akan merasakan sakit yang begitu memilukan seperti ini.

Mobil Mike melaju meninggalkan parkiran, Audre terlihat putus asa karena pria itu tidak mendengarnya.

“KAK MIKE!!” pekiknya kencang, dia berlari menyebrang jalan dengan tangis yang tidak bisa dia tahan, seluruh saraf dalam tubuhnya berdenyut dengan begitu sakit.

“AUDRE AWAS!!” pekik Cam, pria itu berlari mengejar Audre, namun mobil yang berada di belakang wanita itu telah melaju begitu mencang.

BRAK

Suara benturan begitu keras, membuat tubuh wanita itu terpental dari tempat semula. Tubuh itu tergeletak lemah di aspal jalan raya, dengan darah yang terus mengalir membasahi aspal hitam pekat itu.

“Audre,” panggil Cam lirih, Audre sudah tergeletak lemah tidak berdaya. Wajah berseri yang baru saja Cam lihat sudah berubah menjadi pucat dan tidak berdaya.

Dengan panik Cam segera menghubungi Alvin, selama dalam perjalanan ke rumah sakit dengan ambulan pria itu tidak pernah sedetikpun melepas genggaman tangannya dari tangan dingin Audre.

Dia berharap semua ini belum terlambat, dia berharap Audre masih bisa diselamatkan.

****

TBC.

DIM (Mencintai Sendiri) #3 (REPOST)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang