chapter II

524 45 3
                                    

.
.
.

Di perbatasan, klan Senju telah lebih dulu menunggu setelah mendapat pesan dari pelari cepat klan Uchiha bahwa klan berlambang kipas itu menginginkan sebuah pertemuan di pinggir perbatasan, dimana tidak ada satu pun dari mereka yang akan
menginjak tanah milik yang lainnya.
Senju membawa pasukan terbaiknya untuk bertemu dengan Uchiha setelah sekian lama. Memang waktu telah cukup panjang berlalu hingga tak ada yang mampu mengingat detail kapan pertemuan mereka yang terakhir kalinya, karena sejak kejadian berdarah belasan tahun lalu itu, tak ada satu pun yang sudi untuk saling
bertatap muka dengan sengaja, kecuali di medan pertempuran.

Cukup sering Uchiha dan Senju bertemu di medan pertempuran. Sebagai dua klan yang selalu berada di dua sisi yang berbeda, pertempuran Uchiha dan Senju selalu menjadi battle terakhir yang akan menentukan akhir peperangan. Dua klan yang sama-sama kuat, sama-sama memiliki shinobi-shinobi berbakat itu adu kekuatan di medan pertempuran dengan kekuatan penuh yang mereka miliki. Tak ada rasa ragu untuk menebas punggung saudaranya, ataupun merasa bersalah saat harus memenggal kepala rekan sesama desanya tersebut. Dan Madara serta Hashirama selalu menjadi yang pertama dalam membuka duel berdarah antar dua klan yang
sama-sama pernah terluka di masa lalu.

Suara kuda yang berderap menjadi tanda bahwa klan berlambang kipas itu telah tiba. Senju berada dalam kondisi siaga penuh, meminimalisir semua kemungkinan, termasuk
kemungkinan bahwa klan yang mereka percaya dipenuhi para bajingan itu melakukan jebakan busuk kepada mereka.

“Senju Hashirama…” Uchiha Madara dengan suara dalamnya terdengar menyapa dari kejauhan. Berada di sisi seberang batas yang memisahkan dua klan mereka, pemimpin klan Uchiha itu datang dengan baju tempur lengkapnya. Di atas kuda yang
berada di sisi kanannya, sang putra tunggal, Uchiha Fugaku tampak menemani sang Ayah.

“Ada apa, Madara? Mengapa kau menginginkan pertemuan di perbatasan?” Tanya Hashirama langsung. Pemimpin klan Senju itu tampak tidak menyukai jika harus berbasa basi dengan musuh bebuyutannya tersebut.

“Aku ingin membicarakan hal yang penting.”

“Apa yang ingin kau bicarakan?”

“Aku ingin melakukan gencatan senjata dengan klan Senju.” Ucapan terakhir Madara membuat hampir seluruh klan Senju yang ikut serta menampilkan wajah terkejutnya. Seorang Madara menginginkan gencatan senjata? Tidak mungkin. Sang Iblis dunia shinobi itu tidak akan mungkin memilih jalan damai saat jalan kekerasan masih bisa menjadi pilihan utamanya. Hanya satu orang yang menampilkan wajah datar, seolah apa yang Madara bicarakan adalah yang biasa saja. Orang tersebut adalah Senju Tsunade, putri semata wayang Senju Hashirama. Ibu dari anak yang terbunuh dalam malam berdarah 17 tahun yang lalu.

“Apa yang membuatmu menginginkan gencatan senjata dengan kami, setelah
bertahun-tahun berlalu dalam pertikaian?” Senju Hashirama mengatakan hal tersebut dengan penuh ironi, seolah kata-kata Madara adalah hal yang tidak layak untuk dipercaya.

“Begini, Hashirama-sama. Tentu klan mu sudah mengetahui bahwa negara Hi telah meminta kita menghentikan permusuhan ini sejak bertahun-tahun lalu namun tak pernah sekalipun kita menggubrisnya. Kita telah terlena dalam bara api permusuhan
yang kita ciptakan sendiri sehingga melupakan keadaan di sekitar kita. Negara Hi saat ini sedang membutuhkan kekuatan penuh dari Konoha beserta 11 desa aliansi lainnya untuk membendung kekuatan dari wilayah luar yang merangsek masuk ke wilayah kita.” Fugaku berbicara mewakili sang Ayah.

“Kau tentu sudah mengetahui kekuatan dari wilayah Barat yang mulai terdengar kasak-kusuknya hingga wilayah Timur kita ini. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin orang-orang dari wilayah timur itu akan datang kesini, berperang dan juga menindas kita di tanah kita sendiri.”

“Bagaimana jika itu hanya omong kosong kalian saja?” Senju Tobirama, adik kandung Hashirama ikut bersuara, terdengar keberatan dan tidak percaya dengan penjelasan Fugaku.

“Kau boleh meragukan kata-kataku. Tapi kau tidak akan meragukannya saat para tetua negara Hi yang berbicara.” Balas Fugaku dengan tenang.

“Lalu, apa yang kau maksud dengan gencatan senjata? Apa kita harus berdamai dan melupakan perbuatan keji yang telah kalian lakukan pada klan kami?” Senju Minato, teman masa kecil Aki yang kini berbicara. Pemuda berambut kuning itu masih tidak dapat menerima bahwa kawan masa kecilnya itu meregang nyawa akibat ulah para Uchiha bajingan itu.

“Jangan sok bersikap sebagai satu-satunya korban dalam masalah ini, Minato.” Suara Uchiha Obito terdengar mengejek dari barisan belakang. Minato dan Obito selalu
berusaha mencari celah untuk saling membunuh di medan pertempuran, dan di sini keduanya tidak akan segan saling memamerkan kemampuan membunuh yang mereka miliki.

“Cukup…!” suara penuh wibawa dari pemimpin klan Senju tersebut terdengar memecah ketegangan yang mendominasi pertemuan mereka.

“Aku akan memikirkan tawaranmu ini baik-baik, Madara.” Ucap Hashirama sungguh-sungguh.

“Kalau begitu, tak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Dengan penuh keyakinan, Madara beserta seluruh klan-nya kembali menuju wilayah mereka.

.
.
.

Di lain pihak...

Apa yang terjadi? Seharusnya Sasuke sudah membunuh gadis Senju itu. Namun yang dilakukannya hanya terdiam saat tatapan matanya beradu tepat di manik hijau zamrud tersebut. Seolah seluruh dirinya terhisap habis di pusaran berwarna hijau teduh itu. Sasuke tidak dapat mengendalikan dirinya, bahkan walaupun dia telah dikaruniai berkah berupa pupil mata yang istimewa, pemuda itu tetap merasa terperangkap dalam pesona iris zamrud tersebut.

Sakura sendiri merasa tubuhnya menegang saat onyx sehitam malam itu bertatapan intens dengan emerald miliknya. Ada perasaan tergelitik di dalam perut saat bola mata itu tertuju padanya. Perasaan aneh yang tidak pernah gadis merah muda itu
rasakan sebelumnya pada siapapun juga.

Merasa pemuda itu lengah, Sakura yang lebih dulu menguasai diri langsung mendorong tubuh pemuda itu untuk menjauh darinya. Berhasil tentu saja, karena Sasuke hanya memandanginya seolah tidak menyadari hal yang tengah terjadi.

Kenapa? Kenapa seolah tubuhnya menolak untuk melukai gadis itu? Padahal Sasuke tidak merasa keberatan jika bajunya harus berlumuran darah Senju sialan itu.

Tapi seolah ada kekuatan lain dalam dirinya yang mencegahnya untuk berbuat lebih jauh lagi terhadap gadis bersurai merah muda tersebut.

“Kembalilah ke klan-mu Uchiha. Kali ini kau akan kuampuni.” Setelah mengucapkan kalimat yang menurutnya aneh itu, Sakura memilih pergi dari hadapan Sasuke yang tampak masih tercenung seorang diri.

Mendadak satu kalimat yang sering sang kakek ucapkan pada klan mereka terngiang di kepalanya.

"Dalam peperangan, pengampunan adalah dosa. Dan kita para Senju, akan memilih mati ketimbang melakukan dosa hina seperti itu. Jadi kuatkan hati kalian mulai sekarang dan selamanya. Jangan pernah lengah.."

Apa itu artinya dia baru saja melakuan dosa yang paling hina untuk klan-nya dengan mengampuni seorang Uchiha?

.
.
.

To be continued...

Sunshine After You [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang