투주브라스

380 106 17
                                    

sw

Hari ini sudah masuk hari ketiga hubunganku dengan Sejeong. Semuanya menjadi serba salah. Aku yang biasanya dengan mudah berceletuk dan bercanda dengan gadis ini, sekarang agak canggung untuk bicara.

"Hari ini seru ya?" tanya Sejeong tiba-tiba. Sekarang kami sedang menikmati segelas besar teh thailand yang sama dengan waktu itu.

"Iya," aku membalasnya dengan senyuman. "Kamu beli berapa novel tadi?"

"Dua aja, lagi nggak mood baca sebenarnya," jawab Sejeong, lalu meminum tehnya.

"Terus kenapa beli?"

"Udah ngincer dari lama sih, ditambah sekarang oppa yang beliin. Jadi kan spesial, hehe," jawabnya yang membuatku terdiam.

Aku tidak yakin Sejeong benar-benar menikmati hubungan kami yang tidak jelas. Teman juga bukan, adik-kakak juga sudah bukan, namun belum memasuki hubungan kekasih. Masih jauh, dan mungkin aku sudah lelah mencapainya. Mungkin kakak memang sudah cukup untukku. Tidak perlu rakus untuk memiliki semuanya, karena terkadang kesederhanaanlah yang membuat kita bahagia.

"Habis ini mau langsung pulang?" tanyaku setelah menghabiskan minumanku.

"Iya," jawab Sejeong.

Hari ini Sejeong ingin pulang ke rumahnya. Banyak temanku yang juga memanfaatkan long weekend selama empat hari untuk pulang ke rumah orang tuanya. Aku juga ingin, namun rumah orang tuaku cukup jauh dan biasanya aku memakai pesawat untuk pergi ke kota mereka.

"Mau pulang sekarang?" tawarku yang diiyakan oleh Sejeong.

Saat perjalanan kami menuju tempat parkir, jangan lupa dengan tangan Sejeong yang menggandeng tanganku, kami bertemu dengan Daniel.

Kami bertiga berhenti.

"Hai?" aku menyapa dengan canggung.

"Berdua aja?" tanya Daniel.

"Cari Chungha?" tanya Sejeong balik. Terdapat getaran dalam suaranya, mungkin terlalu sakit baginya mengucapkan hal itu. Sama seperti sakitnya aku melihat Sejeong seperti ini.

"Enggak," jawab Daniel. "Jadi?"

"Iya, kita cuma berdua," jawabku.

"Kalian... pacaran?" tanya Daniel sambil melirik tangan kami yang bertautan.

"Iya," jawab Sejeong bersamaan dengan aku yang menjawab, "Tidak."

Namun sepertinya Daniel tidak ambil pusing. Dia hanya mengangguk lalu pamit pergi.

Dan keheningan kembali menyelimuti hingga kami sampai di perumahan rumah Sejeong.

sj

"Ke taman dulu ya, oppa," pintaku.

"Oke."

Seongwoo memarkirkan motorku di dekat taman yang sepi ini. Kebanyakan dari penghuni perumahan ini memilih menghabiskan liburan yang kebetulan panjang ini di luar kota.

"Tadi kenapa oppa bilang kita nggak pacaran?" tanyaku.

Apa Seongwoo merasa tidak nyaman dengan hubungan kami? Apakah aku terlalu memaksa?

"Bukankah memang tidak, Sejeong?" tanya Seongwoo balik.

"Lalu tiga hari ini apa?" tanyaku lagi.

"Pembuktian bahwa apa yang aku bilang itu benar, kamu nggak akan bisa lupain Daniel. Terbukti dari seberapa eratnya kamu menggenggam tanganku tadi saat bertemu dengan Daniel," jawab Seongwoo.

"Itukan karena aku memercayakan diri aku sama kamu, oppa," tuturku.

Seongwoo menggeleng. "Kalau kamu percaya aku sebagai pacar, seharusnya kamu bisa dengan tenang menghadapi Daniel. Percaya diri dan seakan kamu bilang 'aku bisa bahagia tanpa kamu' ke Daniel," bantah Seongwoo. "Kamu percaya aku sebagai kakak yang harus melindungi adik kecilnya. Nggak lebih."

Aku terdiam.

"Udah aja ya, Jeong? Kita memang nggak bisa kayak gini. Seharusnya aku tidak pernah menawarkan diri untuk menggantikan Daniel, seharusnya aku tahu batasku," ucap Seongwoo. "Seharusnya aku tahu kamu hanya pelangi kecil, bukan pelangi kecilku."

"Kenapa oppa selalu panggil aku pelangi kecil?"

"Karena kamu kayak pelangi. Indah, namun hanya sesaat aku bisa menikmatinya, karena kamu bukan milikku."

endless — 17 — end



Seongwoo nyerah nih :(

[1.1] endless ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang