Part 2

71 9 0
                                    

"Earlene, hari ini jadi kan ke rumah Audrey?" Tanya Carlise. "Jadi, dong!" Ucap Earlene. Earlene tetap bersikeras untuk pergi ke rumah Audrey, walaupun mamanya telah melarangnya. Bel pulang sekolah berdering, seluruh siswa keluar kelas menuju pendopo. Earlene, Audrey, dan Carlise segera naik ke mobil Audrey. "Hari ini kalian makan siang di rumah aku aja, ya!" Ucap Audrey. "Ah, aku mah ga nolak! Iya gak, Len?" Tanya Carlise yang disusul anggukan Earlene. Mobil Audrey telah sampai di tempat tujuan. Mereka pun masuk. "Kalian mau minum apa?" Tanya Audrey. "Apa aja boleh," ucap Earlene. "Bi....Tolong bawain jus jeruk 3 gelas yah!" Ucap Audrey dengan suara sedikit besar. Terdengar jawaban iya dari dapur rumah. Detak jantung Earlene berhenti untuk beberapa saat ketika ia melihat seseorang yang sedang menuju ke tempat mereka dengan nampan berisi 3 gelas jus jeruk di tangan. Alangkah kagetnya dia ketika Ia melihat mamanya bekerja sebagai pembantu di rumah Audrey. Begitu juga dengan mamanya. Mamanya tidak bisa berkata-kata, mulutnya terkatup rapat. Earlene pun segera pergi dari rumah Audrey. "Earlene, mau ke mana?" Teriak Audrey yang tak digubris oleh Earlene. Pikiran Earlene hanyalah satu, bahwa Mamanya telah membohonginya. Earlene mengira bahwa Mamanya bekerja di perusahaan temannya, tetapi Earlene salah. Earlene sangat marah. Earlene pun memilih menginap di rumah temannya tanpa mendengarkan penjelasan dari Mamanya terlebih dahulu. Hujan turun sangat deras, Mamanya duduk seorang diri menunggu putrinya di depan rumah. Angin yang dingin seolah menembus kulitnya. Air mata pun turun membasahi kedua pipinya. Namun, keputusan Earlene untuk menginap di rumah temannya malam itu, membuat rasa sesal menyelimuti dirinya untuk waktu yang lumayan lama. Earlene menerima kabar bahwa ia telah ditinggal oleh Mamanya untuk selamanya. Earlene segera ke rumah sakit untuk bertemu dengan Mamanya. Kedua kakinya tidak mampu menopang tubuhnya sendiri sehingga ia jatuh ketika ia melihat Mamanya yang telah diselimuti oleh kain putih. Ia tak mampu menahan air matanya, tangisnya pun pecah. Tante Aidy pun memeluknya dan memberi tahu bahwa Mamanya menderita sebuah penyakit yang setiap harinya memerlukan istirahat yang cukup. Seharusnya, Mamanya tidak boleh terlalu capai. Namun, kertas telah menjadi abu, yang dapat dilakukan hanyalah menyesal.

***

Pemakaman telah selesai, kini Earlene benar-benar merasa hampa. Segala kelakuannya kepada mamanya berpautan mengelilingi pikirannya. Ia merasa sangat sedih. "Earlene, kamu pulang sekarang dan siap-siap, ya. Kamu sekarang tinggal di rumah tante saja." Ucap Tante Aidy yang memecahkan lamunannya. Earlene pun pulang dan membereskan barang-barangnya. Sebelum ia meninggalkan rumah itu, Earlene menyempatkan diri untuk mengunjungi kamar mamanya. Ia menemukan sebuah surat. Earlene yang merasa penasaran pun membuka dan membacanya.

"Nak, mama sebenarnya bingung. Mama ingin memberitahukanmu bahwa sebenarnya Mama ini bekerja di rumah temanmu, sebagai pembantu. Mama minta maaf udah bohongi kamu. Tapi, mama tidak bermaksud begitu. Mama memakai baju seolah-olah bekerja di kantoran bukanlah untuk membohongimu. Mama hanya tidak ingin kamu malu, punya Mama yang berprofesi sebagai pembantu. Mama selalu berusaha memenuhi kebutuhanmu. Maafin Mama jika masakan Mama seringlah sama. Maafin mama yang tidak bisa selalu mengabulkan permintaanmu. Mama berharap kamu bisa berubah menjadi anak yang lebih banyak bersyukur. Belajar bersyukurlah nak, karena masih banyak orang yang ingin berada di posisimu. Syukuri apa yang kamu punya, dan lebih rajinlah belajar, agar kamu dapat meraih beasiswa yang kamu ingini. Mama berharap Mama dapat menemanimu lebih lama, tetapi sepertinya Tuhan tidak mengizinkan. Maafin mama yang telah membohongi kamu. Kamu jangan bersedih terlalu lama, doa Mama selalu menyertaimu. Mama sayang kamu, Fredella Earlene Calantha."

Air mata pun membasahi pipi Earlene. Ia sangat menyesal. "Aku minta maaf, Ma. Aku terlambat," ucap Earlene. Hari demi hari telah berlalu, Earlene tahu, bahwa ia tidak boleh terlalu lama terlarut dalam kesedihan. Earlene pun mulai menjalani hidupnya tanpa seorang mama dan papa.

*** (to be continued)
- Semoga kalian terhibur, jangan lupa votenya ya 💕⭐

EARLENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang