Awal Perkenalan

10.5K 336 12
                                    

Author POV

Selesai latihan nembak, Rendra duduk termenung dipinggir lapangan. Beberapa hari ini rasanya tidak bersemangat. Suasana hatinya masih kacau semenjak Kalya memilih Dirga untuk menjadi kekasihnya. Bukan dia.

Rendra tipe orang yang susah untuk jatuh cinta. Berkali-kali orang tuanya berusaha menjodohkan dengan anak gadis teman mereka tapi tidak pernah ada yang nyangkut dihatinya.

Berbeda saat pertama kali bertemu dengan Kalya. Dia langsung menaruh hati padanya. Gadis itu berbeda dengan lainnya.

"Huff," Rendra membuang nafas dengan kasar. Berusaha menghilangkan kegundahan hatinya.

Tiba-tiba pundak Rendra ditepuk seseorang dari belakang.

Rendra menoleh dan melihat Adit sudah berdiri di belakangnya.

"Ada masalah apa? Kulihat akhir-akhir ini tidak bersemangat?" Tanya Adit sambil duduk di sebelah Rendra.

"Tidak apa-apa," jawab Rendra datar. Berusaha menutupi kegundahan hatinya dari Adit.

"Tidak usah bohong. Aku sudah tau kok," kata Adit sambil menatap Rendra dengan tatapan tajam.

"Apakah kamu dulu seperti ini juga untuk melupakan Kalya, bro?" Tanya Rendra pelan.

Adit menatap jauh ke depan. Terbayang masa lalunya saat terpisah dengan Kalya. Terpisah bukan karena tidak cinta tapi tak ada restu orang tua.

"Jauh lebih sulit. Aku tahu aku sudah menyakiti dia. Cintaku dan Kalya tidak bisa bersatu. Tuhan manakdirkan jodohku bukan Kalya," kata Adit menunduk lesu.

"Aku merasa bersalah padanya. Semenjak putus denganku dia tidak pernah dekat dengan laki-laki. Saat aku tahu ada laki-laki yang dekat dengannya aku senang. Rasa bersalah yang terus menghantui pikiranku lenyap. Tapi aku juga turut sedih dia sudah menolakmu. Maafkan aku, mungkin karena aku dia trauma untuk menjalin hubungan dengan tentara."

Rendra tertunduk mendengar penjelasan Adit.

"Suatu saat kamu pasti akan bertemu dengan jodoh yang sudah digariskan Tuhan. Entah cepat atau lambat. Percayalah," kata Adit sambil menepuk pundak Rendra.

Rendra tersenyum.

"Kamu mau ikut nengok Agung. Dia dirawat di RST," kata Adit kemudian.

"Aku nanti sore nengoknya sekalian jaga dia nanti malem. Kasihan Kinan kalo tidur dirumah sakit. Sedang hamil juga," kata Rendra.

"Ya sudah. Aku mau ke rumah sakit sekarang bareng yang lain," kata Adit sambil beranjak berdiri kemudian meninggalkan Rendra yang masih duduk di tepi lapangan.

Rendra POV

Menjelang magrib aku sampai di rumah sakit. Kutelusuri lorong rumah sakit yang sepi. Saat akan berbelok tiba-tiba....

Brukkkkk......

Seseorang menabrak aku dengan kencang. Gadis itu akan terjatuh tapi dengan sigap aku segera menangkapnya.

"Maaf," ucap gadis itu setelah menguasai keadaan.

Kutatap gadis yang sedang berdiri didepanku.

"Cantik," batinku. Gadis itu terlihat cantik meski penampilannya sangat sederhana. Memakai celana jeans dan kaos oblong warna hitam. Rambutnya hanya dikucir kuda dan wajahnya tanpa polesan make up. Terlihat tetesan keringat mengalir di pelipis gadis itu. Sepertinya dia terburu-buru sampai-sampai menabrak aku tadi.

Aku hanya tersenyum dan mengangguk.

"Saya permisi," ucap gadis itu kemudian berlalu dari hadapanku. Kutatap gadis itu. Jalannya sangat cepat nyaris berlari.

Aku membuka handle pintu dan masuk ke ruangan dimana Agung sedang dirawat. Dia seorang diri karena Kinan pulang ke rumah setelah Asar tadi. Tidak bagus untuk ibu hamil diluar rumah saat magrib.

"Makasih bro sudah mau nemeni," kata Agung.

"Sama-sama. Kita kan sodara jadi harus tolong menolong," kata Rendra sambil menaruh tas ransel ke atas sofa yang tersedia disitu.

"Bro, aku ke mushola dulu sebentar. Mau sholat magrib," kata Rendra.

"Oke," jawab Agung.

Mushola sudah ramai pengunjung yang akan menunaikan ibadah sholat magrib. Setelah mengambil air wudhu, Rendra berdiri di shaf paling depan. Sebentar lagi sholat magrib akan dimulai karena iqomat sudah berkumandang.

Setelah sholat dilaksanakan doa bersama. Kemudian disusul sebuah pengumuman tentang pencarian donor darah golongan A untuk seorang ibu. Cocok dengan golongan darahku.

Aku memutuskan untuk mendonorkan darah. Selesai sholat aku bergegas menuju ruang PMI.

Sampai sana kulihat gadis yang menabrakku tadi dengan seorang perawat.

"Suster, silahkan ambil darah saya lagi untuk ibu saya. Saya tidak apa-apa asalkan ibu saya sembuh," kata gadis tersebut dengan suara memohon.

"Maaf, Mbak. Kami tidak bisa mengambil darah melebihi batas. Sabar Mbak. Pasti nanti akan tersedia. Kami juga sedang membantu mencarikan," jelas perawat tersebut.

"Permisi. Saya ingin mendonorkan darah untuk Ibu Winarti. Golongan darah saya A," kata Rendra pada perawat tersebut.

Perawat dan gadis itu menoleh ke arah Rendra.

"Tuh kan Mbak apa saya bilang. Pasti akan ada orang yang akan mendonorkan darahnya," kata perawat tersebut ke arah gadis itu.

"Silahkan mas masuk ke dalam," kata perawat tersebut sambil berlalu dari hadapan gadis itu.

Rendra mengikuti perawat tadi ke dalam ruangan. Beberapa saat kemudian pengambilan darah selesai. Tidak butuh waktu yang lama.

Rendra keluar dari ruangan. Gadis tadi segera berlari ke arah Rendra. Dia ternyata menunggu Rendra.

"Terima kasih sudah mendonorkan darah untuk ibu saya. Saya tidak tahu gimana harus membalas kebaikan Bapak."

"Jangan panggil Bapak. Panggil Rendra saja," kata Rendra sambil mengangsurkan tangannya mengajak bersalaman.

"Kalo boleh tahu siapa namamu?" Tanya Rendra sambil menatap manik hitam mata gadis yang tepat berada dihadapannya.

"Mutiara. Panggil saja Tiara" jawab gadis tersebut sambil mengangsurkan tangannya. Membalas salaman Rendra.

NarendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang