Chapter 2 : Bertemu

130 19 13
                                    

Matahari mulai meninggi ketika Ralia selesai dengan kelas matematikanya. Baginya begitu menyenangkan belajar matematika tapi tetap saja tidak belajar lebih menyenangkan.

Udara di daerah rumah Ralia tetap sejuk meskipun saat ini sudah tengah hari. Ralia memutuskan pergi ke taman yang khusus dibuat Pak Tyo untuknya. Baginya taman itu bukan sekedar tempat untuk bersantai dan bermain, tapi tempat untuk berburu.

Dia berjalan meloncat loncat sambil bersenandung lirih bak anak kecil. Tingkahnya yang kekanak kanakan terkadang membuat mamanya geli.

Di jalan benaknya hanya diisi dengan rasa penasaran akan hasil buruanya hari ini. Apakah seekor kelinci, seekor kadal kecil ataukah seekor landak seperti yang terakhir kali. Beruntung duri yang mengenainya waktu itu hanya membuatnya sedikit infeksi.

Byurr....

"Sepertinya ada yang terjun ke sungai. Tapi siapa? Nggak biasanya." ujar Ralia pada dirinya sendiri. Hal itu juga memunculkan hasrat untuknya berenang di sungai yang belum tampak itu. "Apa Mungkin seekor biawak" batinya."Kesana saja sekalian berenang. Udah lama juga aku nggak berenang diasana." mendadak dia begitu bersemangat untuk berenang.

Tak lama Ralia sampai di sebuah sungai yang begitu jernih. Bebatuan membuat pemandangan sungai ini terlihat sempurna. Airnya yang tenang mengundang Ralia datang untuk berenang di sungai ini sesekali. Padahal baik kolam renang indoor maupun outdoor sudah tersedia dirumahnya hanya untuknya. Tapi baginya suasana di sungai ini tidak pernah bisa tergantikan.

Byurr...

Kini Ralia dapat melihat dari mana suara itu berasal. Seorang laki laki sedang asyik melompat dari sebuah batu dan melemparkan dirinya ke arah sungai berbanyu biru itu.

Laki laki itu muncul ke permukaan. Dikibas kibaskanya rambut basahnya yang berwana coklat tua itu. Saat ini ia menghadap ke arah Ralia. Tapi ia belum menyadari keberadaan gadis itu.

Di sisi lain Ralia terkagum kagum melihat laki laki di hadapanya ini. Matanya melebar antara kaget dan tak percaya. Ia pikir ia sedang melihat malaikat yang sedang mandi betelanjang dada. Kulit putih mulusnya seakan meracuni mata Ralia untuk terus menatapnya.

"Hey! Siapa lo. Ngapain lo liatin gue kayak gitu?" tanya Baro spontan setelah sadar Ralia sedang memperhatikanya.

"Hah! Aa.. Aku!" kaget Ralia. Ia terserang kegugupan yang tiba tiba. "Aku tinggal di daerah sini. Kamu sendiri siapa, Aku tidak pernah melihatmu?" Rasa gugup Ralia hilang secepat kedatanganya.

Baro keluar dari air dan berjalan mendekati Ralia tanpa menjawab pertanyaan gadis itu. "Kenalin gue Baro"

"Aku Ralia, kamu nggak tinggal di sekitar sini kan?" Ralia masih penasaran dengan asal usul Baro. Baro malah tersenyum geli mendengar ucapan Ralia. "Kenapa kamu senyum senyum sih. Jawab dong pertanyaanku" kesal Ralia.

"Abis lo lucu deh ngomong pake aku kamu. Hahaha" Baro melanjutkan senyumanya menjadi tertawa. "Gue cuma liburan disini. Lo sendiri, sejak kapan tinggal disini?" lanjutnya setelah menyelesaikan tawanya tadi.

"Sejak aku bayi!" Jawab Ralia meskipun masih sedikit kesal dengan ejekan Baro.

"Waw gue baru tau ada yang tinggal di daerah ini padahal dulu gue udah pernah kesini." Heran Baro.

"Eh, sepertinya kita seumuran ya. Kamu eh el.. Lo umurnya berapa?" Ralia berusaha mengikuti gaya bicara Baro.

"Nggak usah pake lo gue deh kalo nggak biasa. Hehehe gue 16, lo?" jawab Baro santai.

"Wahh sama dong" senang Ralia.

"Bentar ya aku ganti baju dulu!" pamit Baro sebelum meninggalkan Ralia sendiri.

Tak lama Baro keluar dari tempatnya mengganti baju. Tapi dia tidak menemukan Ralia.

"Apa gue cuma halusinasi? Ah nggak lah gue yakin cewek itu beneran. Dia cantik juga." Baro terkekeh. "Tapi, kan katanya di gunung banyak penghuninya. Astaga. Kok gue jadi merinding" Secepat mungkin dia meninggalkan sungai itu dan kembali ke villa. Keinginanya mencari Ralia dikalahkan rasa takutnya.

Skip~

*****

Bola mata Daniel bergerak gerak dibawah pelupuk matanya dan perlahan lahan matanya terbuka. Dilihatnya seorang laki laki tua sedang duduk menikmati segelas minuman hangat yang dia yakin itu kopi dilihat dari asap dan aroma yang ditimbulkanya.

"Hai nak kau sudah sadar" ucap laki laki itu. Dari penilaian Daniel pria tua itu adalah orang yamg ramah.

Daniel segera bangun dari posisi berbaringnya lalu duduk di tepi ranjang.

"Terimakasih pak" Daniel yakin betul pria tua itu adalah orang menolongnya keluar dari lubang meski ia tak mengingatnya.

"Sama sama nak, disini memang banyak jebakanya nak. Jadi kamu harus berhati hati." nasihat pria tua itu.

"Mmm.. Kalu boleh saya tau siapa nama bapak?" Daniel bertanya tanpa ragu.

"Saya Tyo nak. Siapa namamu dan bagaimana kau bisa sampai di tempat ini?"
Tanya Pak Tyo balik.

Daniel pun menjelaskan tentang dirinya pada Pak Tyo.

"Kamu mau segelas kopi?" tawar pak Tyo.

"Oh, terimakasih pak. Tapi saya harus segera kembali." tolak Daniel.

"Oo begitu."

"Saya pamit ya pak, sekali lagi terimakasih atas pertolonganya" ucap Daniel.

"Iya nak. Hati hati ya"

Daniel pun pergi meninggalkan rumah kayu kecil tempat pak Tyo tinggal. Untungnya dia tau jalan.

Ditengah perjalanan dia mengingat sesuatu. Handphonenya. "Apa pak Tyo mengambilnya?, ahh rasanya nggak mungkin"

Daniel kembali secepat mungkin ke rumah pak Tyo tapi Pak Tyo bilang ia tidak melihatnya. Kalo memang benar pasti Handphonenya masih tertinggal di dalam lubang.

Ia telah mencarinya kedalam lubang dan itu nihil. Pasti seseorang mengambilnya. tapi ia yakin itu bukan pak Tyo.

"Mungkin ada orang lain yang memeriksa lubang ini" selidiknya.

To be continue...

The Another RapunzelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang