As expected

304 30 2
                                    

B L O O D

.

Chapter 2 : As Expected


I don't think you may know it, but honestly... i love you, a lot.
Im Jaebum


Mark mengigit burgernya lesu. Matanya kosong seolah jiwa dan raganya berada ditempat yang berbeda, meski suasana cafetaria cukup ramai oleh para mahasiswa yang belum mengisi perut mereka dengan sarapan, Mark tetap tak terganggu oleh hal tersebut.

"Yo, Bro!" Seseorang menepuk punggunya kencang sampai-sampai ia tersedak daging burger yang masih belum tertelan sepenuhnya. Mark terbatuk-batuk dan segera meraih sebotol air mineral dan menenggaknya cepat, "Kau mau aku mati hah, Wang!" Teriaknya marah dengan tangannya mengepal seperti ingin melayangkan sebuah pukulan.

Jackson Wang, temannya, langsung menangkupkan kedua tangannya membentuk isyarat 'maaf' sambil berlutut didepan mejanya. Mark memutar bola matanya malas melihat aksi temannya itu, Jackson memang sangat ekspresif sampai-sampai kadang ia merasa malu karena Jackson sangat overreacted bahkan untuk hal-hal kecil.

"Sudahlah, Wang. Kau tidak perlu sampai berlutut seperti itu, aku jadi merasa bersalah. Lihat semua orang melihatku dengan pandangan tajam" bisik Mark pelan. Kemudian Jackson berdiri sembari menepuk-nepuk lututnya untuk membersihkan debu yang tak nampak.

"Maaf, bro. Aku hanya sedikit excited karena tadi aku berpapasan dengan seorang wanita cantik, dan beruntungnya i think she is gonna be our new lecturer, meskipun sepertinya dia hanya asisten Mr. Lee" cerocos Jackson tanpa henti dengan bahasa campur aduk karena dia sebelumnya sekolah disebuah SMA Internasional di Hongkong sebelum pindah ke Korea.

Mark hanya mengangguk-angguk tanpa mendengarkan apa yang Jackson bicarakan selanjutnya, pikirannya masih terfokus pada ingatannya tentang Hielin dan dirinya dahulu, apa Hielin masih mengingatnya? Apa wanita itu merindukannya seperti dia merindukan wanita itu?

Seorang pemuda tampan dengan jas berwarna maroon memangkukan wajahnya sambil mengetuk-ngetukan wajahnya itu menggunakan jari-jarinya bosan. Matanya hanya sesekali fokus kearah seseorang yang tengah menjelaskan program sebuah proyek panjang lebar didepan monitor interaktif besar yang menurutnya sama membosankannya.

Hanya dia yang berwajah 'muda' disana, orang lain yang hadir diruangan tersebut kebanyakan sudah berusia empat puluh tahunan keatas, akan tetapi meskipun begitu, sebenarnya dia lah yang paling tua disana. Mungkin sudah lebih dari tiga abad dia hidup muka bumi, asam-manis kehidupan sudah acap kali dia rasakan.

Hidupnya naik turun seperti wahana rollercoaster yang mengerikan, dalam waktu selama itu jugalah dia mengumpulkan pundi-pundi kekayaan walau harus berkali-kali 'diwariskan' ke orang lain agar semua harta dan identitasnya yang asli tak terungkap.

Namanya Im Jaebum, nama yang kembali ia gunakan setelah dua abad ia tinggalkan. Umurnya 25, entah yang keberapa kalinya, ia 'cucu' seorang founder sekaligus presdir Im Corporation, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang teknologi dan pertahanan.

Sebenarnya orang yang menjadi kakeknya itu hanyalah abdinya yang paling setia, abdi yang turun-temurun melayani keluarganya.

"Tuan Im, maaf mengganggu anda... tetapi ini benar-benar sebuah berita besar" asisten Jaebum berbisik disamping telinga pemuda itu dengan suara sepelan mungkin agar tidak terdengar oleh orang-orang disekitar mereka yang mulai menatap penasaran.

B L O O DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang