2. Pertemuan atau Penghakiman?

20.6K 1.9K 105
                                    

Semalam lagi-lagi aku mendapat teror dari Ibu Widya yang mengingatkanku untuk hadir di acara pertemuan keluarga hari ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semalam lagi-lagi aku mendapat teror dari Ibu Widya yang mengingatkanku untuk hadir di acara pertemuan keluarga hari ini. Oleh karena itu, saat ini aku sedang duduk di depan meja rias untuk bersolek dan memberikan penampilan maksimal—biarpun saat ini aku tidak memiliki gandengan.

Selama berada di depan cermin, aku tidak henti-hentinya menghela napas. Malas sekali rasanya kalau harus dihadapkan dengan Tante Arum nanti, saat pertemuan keluarga!

Tulisan "Mama" muncul di layar ponselku saat benda pipih itu berdering. Ibu Widya ini tidak henti-hentinya mengingatkan aku mengenai pertemuan keluarga. Aku yakin kalimat pertama yang akan diucapkannya pada saat aku menerima panggilannya adalah...

"Kamu di mana?" Gotcha! Give me some applause.

"Masih di apart, Ma."

"Gimana sih, kok masih di apartemen? Kesiangan banget nanti kamu. Kan harus ke Bogor dulu, nanti gak ketemu sama keluarga besar yang lain kamunya," omelnya.

Memang itu yang aku harapkan sebenarnya, Ma.

"Siap, Ma, aku otw ya sekarang." Dan kalimat itulah yang aku keluarkan untuk menghindari omelannya selanjutnya.

"Awas aja kalau kamu kabur, ya!" ucapnya memperingatkanku.

"Iya, Mamaku." Aku mengakhiri panggilan dan menyelesaikan dandanan lalu pergi mengambil kunci mobil. Lepas itu, aku mengendarai mobilku menuju rumah Tante Arum yang berada di Bogor.

Sesampainya aku di rumah Tante Arum, sepertinya beberapa keluarga besarku sedang bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing. Beberapa kali aku berhenti untuk menyapa dan disapa.

"Kok baru sampai?" Pertanyaan basa-basi yang selalu keluar pada awal sapaan yang aku balas hanya dengan senyum-senyum palsu.

"Ma, kakak datang tuh." Gani yang melihatku memasuki rumah Tante Arum pun langsung memanggil mamaku tanpa menyapaku terlebih dahulu. Melirik ke samping Gani, ada laki-laki yang terlihat rapi dan terlalu banyak senyum menurutku, sepertinya dia yang menjadi pacar Gani saat ini. Aku sedikit mengangkat sudut bibirku untuk membalas senyumannya.

"Eh, ini anak baru datang. Dasar, bukannya berangkat dari pagi malah jam 11 baru jalan." Suara mamaku menyentuh telingaku.

"Yang penting kan aku datang, Ma."

"Ada aja jawabannya kalau dibilangin." Mamaku berbalik menuju dapur.

"Kok kamu baru datang jam segini sih, Nim? Harusnya tuh tadi pagi, sekalian bantu Tante." Suara lain yang membuat aku harus menarik napas, Tante Arum.

Low #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang