Part 3

9 0 0
                                    

Hilangnya Sun go Kong

Sudah hampir dua minggu sejak pertama kali bunga pertama dikirimkan. Kini ada 14 buket bunga berwarna-warni yang cantik sekali mengeluarkan aroma yang bermacam-macam di kamarnya. Nina dan Asni entah kenapa jadi betah dan sering berkunjung lama, tentu saja karena bunga dan televisi plasma barunya. Memang apalagi alasannya?

''Bunganya terlalu banyak.'' Ia termenung merindukan sesuatu.

''Kalau begitu boleh aku minta satu?'' Tanya Asni yang kemudian diikuti Nina.

''Tidak.''

''Hmm..'' Mereka berdua merengut.

''Satu tangkai..'' Nina mencoba bernegosiasi dengan mata penuh pengharapan yang berkaca-kaca ala kartun Candy Candy.

''Tidak.''

''Pelit sekali..'' Ia meringis mengalihkan pandangan sedih ke popcorn di tangan Asni, meraup lalu mulai memasukinya satu-persatu ke dalam mulut.

Asni memandangi Nina yang mulai berbahasa tubuh: dia kenapa?

Nina bergoyang aneh menggerakkan tangannya: tidak tahu.

Asni membuka mulut tanpa suara: Romeo?

Nina kembali menjawab dengan bergerak aneh, lebih mirip shinchan, kali ini tangannya meliuk-liuk seperti ular: Sun Go Kong. Entahlah. Dia seperti patah hati.

Faktanya bahasa tubuh masing-masing tidak dimengerti dengan baik oleh kedua pihak lawan, alih-alih malah Cinta memandangi kedua temannya dengan terheran-heran, ''Kalian kenapa?''

''Ti-tidaakk..'' Jawab mereka berbarengan kembali menatap tv menonton film thriller yang tayang perdana malam ini.

Esok malamnya lagi Cinta semakin merana. Terasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Wadahnya kosong melompong. Hari-harinya gelap. Bunga-bunganya layu, maksudnya bunga-bunga di hatinya.

Di pikirannya melintas kali pertama pertemuan mereka, pertengkaran mereka, kencan yang lumayan manis. Cinta tersenyum, tapi senyum itu memudar. Ia lantas bangkit menatap bunga-bunga di kamarnya.
Apa artinya bunga-bunga ini sekarang? Hanya penghias dan pengharum saja.

Ponselnya berdering. Ia melihat nama ROMEO KONG yang ia tulis di phonebooknya beberapa minggu yang lalu. Secercah harapan ada, mulutnya menekuk sebuah senyuman, ia angkat telpon.

''Juliet?'' Suara itu menghidupkan seluruh inderanya. Ia bangkit dari duduknya yang bagai keterpurukan.

''Haloo??'' Ia memanggil lagi di seberang sana.

''Ya..'' Entah tak sanggup menjawab atau terlalu canggung, Cinta terbungkam.

''Tidak rindu padaku?'' Tanyanya dengan tawa renyah ringan di balik ponsel.

Ia menimbang sedetik, ''Menurutmu?''

''Aku harap Ya. Bagaimana hari-harimu? Menyenangkan?''

''Tidak terlalu. Seperti biasa. Kau dimana?''

Pertanyaan yang mengeluarkan sebuah cengiran kagum, ''Aku tidak di kota kita untuk sementara waktu. Omong-omong Romeo merindukan Juliet. Sangat.''

''Apakah Romeo berniat mengubur Juliet hidup-hidup di tengah beribu-ribu kelopak bunga?''

Tawa samar meledak di ujung sana, ''Sayang, memangnya aku sekejam itu? Apa itu kurang romantis? Kurang berkesan? Perlu aku tambahkan coklat? Aku tidak pernah semelankolis ini..''

Cinta senyum lagi kali ini, ''Sekarang coklat? aku rasa benar-benar mengerikan tertimbun coklat. Tidak.. Jangan habiskan uangmu. Tunggu sebentar... Melankolis??''

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Sepipih Rendang JengkolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang