Prologue

943 79 6
                                    


"Mai, your turn."

"Okay," aku meremas biola dan menyambar kertas musik kemudian berjalan menaiki panggung.

Aku menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Berulang kali.

Ini bukan pertama kalinya aku tampil di depan umum. Recital, chamber music, bahkan orchestra sudah sering aku lakukan sejak kecil. Namun, Alice Tully Hall selalu berhasil mengintimidasiku. Kedua tanganku terasa lembap karena keringat. Aku berusaha mengeringkannya dengan mengusap pada gaun berbahan satin warna navy tetapi percuma. Tanganku segera kembali lembap. Segugup itu aku menghadapi malam ini.

Bukan karena ini adalah konser kelulusan dan hanya sepuluh murid terbaik yang berhak untuk unjuk kemampuan. Namun, karena malam ini untuk pertama kalinya aku akan bertemu dengan pria yang selama sepuluh tahun ini membiayai seluruh kebutuhanku. Mulai dari kebutuhan sehari-hari sampai biaya berkuliah di kampus musik terbaik, Julliard. Beliau juga yang menghadiahkan biola Jean Baptiste Vuillaume tahun 1858 sebagai hadiah ulang tahunku. Hadiah ulang tahun termahal yang pernah aku dapatkan.

Sambil menarik napas panjang aku mengedarkan pandangan. Menyapu deretan kursi yang dipenuhi wajah-wajah yang aku kenal. Guru-guru yang mengajarkanku selama empat tahun ini, para kritikus musik yang tidak sabar mencatat kesalahan yang mungkin akan aku lakukan, para sosialita yang mencari pemusik yang akan menjadi koleksi terbaru mereka, dan...senyum yang sejak tadi terukir di wajahku seketika menghilang.

Bangku itu kosong.

Seharusnya Papa Kaki Panjangku duduk di sana.

Seharusnya dia tahu betapa pentingnya hari ini untukku.

Tapi...

"Maylafazza Shazana Kalantary, String Faculty of Julliard," diikuti dengan tepuk tangan dari seluruh penonton mengembalikan kesadaranku.

Aku kembali berusaha mengulas senyum lalu meletakkan biola di bahu, tentu setelah dilapisi dengan kain lembut untuk menjaga kondisinya, kemudian berbisik pelan, "show time, Jean."

Untuk malam ini aku sengaja memilih Ernst's Variations on "The Last Rose of Summer" yang merupakan salah satu piece tersulit dalam solo biola. Dicterow, salah seorang guruku, sempat menentang tetapi aku berhasil meyakinkannya. Aku ingin Papa Kaki Panjang melihat kemampuan terbaikku. Aku tidak ingin dia merasa menyesal karena sudah membiayaiku pendidikanku selama ini.

Namun, percuma.

Bangku itu kosong. Papa Kaki Panjangku tidak hadir.

Sembilan menit lima puluh detik kemudian ketika aku selesai memainkan The Last Rose of Summer gemuruh tepuk tangan memenuhi Alice Tully Hall. Tidak aneh karena aku berhasil menyelesaikannya dengan baik jika tidak ingin menyombongkan diri dengan mengatakannya sempurna. Aku berhasil melakukannya. Latihanku selama berbulan-bulan ini tidak sia-sia.

Aku membungkuk penuh keharuan.

Sebelum meninggalkan panggung aku kembali menyapukan pandangan ke bangku penonton. Melihat tatapan penuh kebanggaan di mata para guru, kritikus yang tidak berhenti bertepuk tangan dan beberapa orang penonton yang terlihat mengusap sudut mata mereka karena haru.

Aku mengangkat pandangan. Tepat ketika akan berbalik sudut mataku menangkap bangku yang seharusnya diduduki oleh Papa Kaki Panjang.

Bangku itu tidak lagi kosong.

Sebuah boneka Teddy Bear berukuran besar dan sebuket bunga mawar kuning berpadu indah dengan lili calla warna kuning pucat dan disempurnakan dengan baby breath yang terlihat sangat cantik berada di sampingnya.

Papa Kaki Panjangku datang!

Rasa haru karena berhasil menyelesaikan The Last Rose of Summer seketika tergantikan dengan rasa haru yang jauh lebih besar. Rasa haru karena Papa Kaki Panjang melihat penampilanku. Dan aku tidak mengecewakannya.

Sepanjang perjalanan kembali ke belakang panggung aku tidak berhenti tersenyum.

Akhirnya aku akan tahu siapa Papa Kaki Panjang dan aku bisa menyampaikan rasa terima kasihku.

Akhirnya!

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hallo!
Aku datang lagi *senyum manis* 
Iya, aku pernah bilang kalau mau udahan nulis di Wattpad *tertunduk* tapi karena sesuatu dan lain hal aku mutusin untuk kembali menulis di Wattpad. 

Semoga masih ada yang mau baca *sungkem*


Kali ini, aku dan vieasano memutuskan untuk retelling novel klasik berjudul "Daddy Long Legs" 
Kenapa? Alasannya sederhana, kami pengin membuktikan kalau ide yang sama bisa dieksekusi dengan cara yang berbeda dan menghadirkan cerita yang berbeda. 
Nggak percaya? 
Ikutin terus cerita kamu di Wattpad, ya!

Jangan lupa vote dan tinggalkan komentar kalian, ya!
Barang kali ada yang mau nebak lanjutan ceritanya? 

He and IWhere stories live. Discover now