5

27.9K 160 19
                                    

“Bajingan! *******!” makiku sambil menimpukinya dengan semua barang disekelilingku. Dari botol sampo, sabun mandi sampai lilin aromaterapi.

Seperti tadi BL hanya tertawa sambil menepis barang-barang itu dengan santai. Dia terus maju sambil membuka kimono, memperlihatkan tubuh telanjangnya yang kurus liat sementara aku mulai panik karena kehabisan amunisi. Aku terpojok sambil memegangi sikat toilet dengan posisi mengancam.

“Kau mau apa? Menyikatku sampai bersih?” ejeknya.

Aku hanya bisa gelagapan saat dia menyemprotkan air panas dari gagang shower ke mukaku. Sialan! Aku salah pilih senjata! Dengan mudah dia melumpuhkanku. Aku setengah terjerembab di lantai, terpeleset oleh air sabun, tapi dia malah menindihku dari belakang.

“F*cking shit! Lepaskan aku!” seruku sambil meronta dan berusaha mencakar wajahnya.

“Yeah. Let’s f*cking,” sahutnya sambil memiting kedua tanganku di punggungku dan menggencet kepalaku ke lantai.

Lalu BL meregangkan kakiku dan menunggingkan pantatku. Kulihat dia merogoh sesuatu dari saku kimononya. Kondom lagi, kali ini bentuknya beruas-ruas pendek. Aku berusaha melepaskan diri saat dia memasangkan kondom pada kont*lnya, tapi lagi-lagi aku tak mampu melawannya. Genggaman tangannya sangat kuat.

“Aaaaargh! Auch! Pelan-pelan! Sakit! Aaaaooh!” lolongku kesakitan saat kont*lnya menembus mem*kku dengan sekali sodokan mantap.

Tapi BL mana mau mendengar jeritanku. Semakin aku menjerit, semakin bernafsu dia. Pipiku sampai sakit tergesek ubin kamar mandi yang dingin. Dengkulku juga. Tapi yang paling sakit liang vaginaku. Rasanya seperti diparut dari dalam. Aku curiga desain kondomnya yang aneh-aneh itu memang dibuat untuk menyiksa mem*k. Apa mem*kku akan berdarah lagi?

“Take that, bitch!” seru BL tiap kali menyodok dalam-dalam.

Mendadak ia mencabut kont*lnya dan …

“Aaaough! Aaaah! Jangan! Stop! Jangan di situ! Aaaaaah!”

Aku mengejang dan lolonganku makin menjadi saat kont*l beruas itu memaksa masuk lubang anusku. Aku meronta sekuat tenagaku, tapi tak bisa juga melepaskan diri meski BL melepas pitingannya. Tangannya mencengkeram pantatku kuat-kuat bahkan jari-jarinya meregangkan lubang anusku.

“Hhhgh… lubangmu sempit sekali. Enak,” desah BL penuh nikmat.

Aku tak mampu memaki lagi. Yang keluar dari mulutku hanyalah teriakan kesakitan. Air mataku sampai menetes membasahi ubin dan gigiku gemeletuk menahan sakit. Gila! Rasanya anusku robek. Perih sekali. Lebih perih daripada saat mem*kku dijebol pertama kalinya.

Kedua tanganku mencoba meraih barang apa saja untuk dikeprukkan ke kepala pemerkosaku, tapi BL malah mendekapku erat dari belakang sambil meremas kedua payudaraku. Kurasakan tubuhnya menggeletar dan dia menggeram panjang. Akhirnya dia orgasme juga.

Dia tetap menindih tubuhku sambil mengatur napasnya sementara aku merintih kesakitan. Dicabutnya kont*lnya dan dituangnya isi kondomnya ke kepalaku.

“Sudah lama aku nggak puas begini. Mandi lagi yang bersih ya,” ujarnya sambil menepuk pantatku yang pasti memerah.

“Kampret. Dasar binatang,” desisku.

Seketika BL membalikkan tubuhku dan menatap mataku dalam-dalam.

“Kau sama sekali nggak takut padaku?”

Kuludahi wajahnya lagi, tapi kali ini dia tidak tertawa.

“You’re one of a kind. I’m glad I bought you,” ujarnya usai mencuci wajahnya.

“Brengsek! Kau pikir dengan duit lima juta kau bisa memilikiku begitu saja?”

BL nyengir sambil mencubit pipiku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 14, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang