¶ Pria by Arbani

21 10 1
                                    

Welcome Battle Pujangga

Sabtu, 18 Juli 2015

Pria itu masih berusaha menenangkan hatinya. Berkali-kali ia memijit keningnya, menghentakan kakinya bahkan mondar-mandir tak jelas namun tetap saja hatinya masih berteriak hebat. Menahan sakit, menahan amarah, menahan kecewa dan juga menahan kehidupannya.

Ruangan yang di tempatinya gelap, tidak ada cahaya yang menyeruak dari jendela. Dia suka kegelapan karena membuatnya meraba apa yang dirasakan. Yang dia rasakan adalah yang sering dia pikirkan dan yang dia pikirkan adalah yang sering dia khawatirkan.

Ada banyak sarang laba-laba yang bersarang dalam otaknya. Sengaja tak membersihkannya biar dia tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak terdaftar dihidupnya. Tapi memang sial! Ada saja nasib yang tidak berpihak padanya, lagi-lagi kehidupan yang dijauhi. Sengaja berlari biar tidak terjebak malah sekarang tercebur.

Kamu tidak perlu tau siapa dia. Sebelum semuanya berantakan, dia merasa hidupnya baik-baik saja. Tidak serunyam ini dan tidak sebegitu menjijikan seperti ini. Dia saja sangat muak dengan adegan hidup yang basi seperti ini. Jadi mari kita sebut pria itu, Dia.

“Ada beberapa dalam kehidupan ini yang sengaja nggak perlu dipahami. Biar nggak bebanin otak dan bikin hidup sumpek.”

Lagi-lagi adegan klise, Dia menyesap kopinya sedikit demi sedikit setelah mondar-mandir tak jelas untuk menikmati rasa yang ada di dalamnya. Ya, rasa yang pernah ada diantara manis dan pahitnya kehidupan. Kehidupan pada dunia yang berlari menjauh dan sengaja mendekat tanpa tau kejelasannya.

Dia menunduk, sengaja agar kepalanya tercebur ke dalam cangkir berisi kopi. Padahal dia tau, tidak mungkin kepalanya yang besar muat ke dalam cangkir. Paling-paling yang tercelup hanya beberapa helai rambutnya.  Tapi itulah Dia, Dia suka sekali dengan hal-hal mustahil dan akan berusaha apapun supaya jadi mustajab. Bermanfaat untuk banyak orang.

Tapi tidak dengan sekarang ini, hari ini, detik ini dan semua artikel kehidupannya. Karena ini bukan lagi perihal bermanfaat untuk orang banyak, tapi perihal dimanfaatkan oleh orang banyak.

Sebab yang paling Dia rasakan adalah kehilangan. Ya, kehilangan sosok dirinya yang tangguh, kuat dan beku.

Tangguh. Tak peduli berapa banyak kesakitan yang menimpanya. Penerimaan tulus ikhlas yang menjadikan Dia tangguh. Begitu kuat dan begitu hebat. Semua Dia terjang tanpa memikirkan rasa sakit, kebencian, dan bahkan kemunafikan. Dia tak mengenal ketiga kata itu.

Kuat. Yang ini lebih dari sekedar tangguh, Dia memiliki kekuatan yang begitu hebat. Seperti baja atau sosok pahlawan yang datang untuk menyelamatkan dunia. Dia selalu ada disaat-saat orang membutuhkan pertolongannya.

Beku. Seperti gunung es. Kokoh berdiri kuat dan dapat merusak apapun yang menyentuhnya. Namun yang ini Dia lupa, ada matahari yang masih berdiri angkuh diatasnya dapat mencairkan yang beku termasuk Dia.

Dia, seorang pria tangguh dan kuat namun beku sementara.

Dia, akan meleleh pada kehidupan yang seharusnya mampu dilewati. Karena satu hal ini, Dia tak kunjung berdamai dengan hatinya sendiri.

Dia, kalah dalam perasaannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NASI BUNGKUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang