Dua Banding Sepuluh

7 4 0
                                    

Dua hari sudah berlalu dan Sania bisa melewatinya tanpa ancaman atau rintangan sedikitpun, baik itu dari Adrian maupun Tania dan teman-temannya.

Tapi ada satu masalah yang akan membuatnya pusing tujuh keliling hari ini, yaitu ulangan matematika.

Perasaan baru minggu kemarin ulangan, kok, sekarang ulangan lagi...

Sania pun melirik ke kanan dan ke kiri, melihat teman-temannya yang sedang menyiapkan peralatan menulis untuk ulangan nanti. Kemudian Sania mengalihkan pandangannya ke mejanya sendiri. Meja itu benar-benar berantakan dengan buku dan alat tulis yang masih berserakan. Sania pun tertunduk frustasi. "Tidak lama lagi aku akan menjadi orang gila."

Adrian yang mendengar ucapannya Sania seketika tersungging.

Tiba-tiba Ibu Sinta masuk ke kelas dan menyuruh semua murid untuk menyiapkan kertas selembar. Sania pun bergegas membereskan barang-barang yang ada di atas mejanya kemudian menyiapkan peralatan menulis dan kertas selembar.

Satu per satu lembar soal pun dibagikan ke setiap murid. Setelah itu, mulailah mereka mengerjakan ulangan dengan tenang namun tidak untuk Sania. Dari tadi dia gerasak-gerusuk kebingungan. Padahal sebelumnya dia sudah belajar dengan keras.

Sebenarnya yang menjadi masalahnya itu apa?
Kenapa aku tidak bisa menjawab soal matematika ini?
Lama-lama otakku bisa meledak kalau begini terus!!

Sania terus mengeluh di dalam hatinya hingga tanpa ia sadari, waktu mengerjakan soal pun sudah habis.

"Baiklah anak-anak, waktunya sudah habis. Sekarang kumpulkan soal dan jawabannya!" ucap Ibu Sinta.
Semua murid pun segera berdiri dan mengumpulkan kertas jawaban mereka. Sementara Sania menjadi panik karena belum selesai menjawabnya.

Saking paniknya penjumlahan yang sangat mudah pun tidak bisa dia selesaikan. "SATU TAMBAH SATU?! SATU TAMBAH SATU BERAPA?!!!" Dia menanyakan kepada teman-temannya dengan penuh kepanikan dan rasa frustasi.

Semua temannya hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil sedikit tertawa. Mereka merasa lucu dan heran dengan kepanikan Sania yang membuatnya sampai tidak ingat dengan satu tambah satu.

Akhirnya, Sania pun menjawabnya dengan jawaban yang seadanya lalu mengumpulkannya.

Pada saat itu juga jawaban mereka langsung dinilai dan dibagikan oleh Ibu Sinta.

Kebanyakan dari mereka mendapat nilai 85 dan 80. Hanya ada dua orang yang nilainya mencolok, yaitu Adrian dan Sania. Adrian mendapat nilai 100 sementara Sania mendapat nilai 20.

"Ya ampunnn... itu nilai atau bebek bertelur, ckckck.." sindir Tania.

"Makanya punya otak itu jangan kekecilan!" ucap Greta.

"Masih mending otakku kecil daripada enggak punya otak sama sekali!" sahut Sania jengkel.

Tiba-tiba Gilang menghampiri mereka dan membela Sania."Otak itu bisa kok jadi besar kalau diasah."

"Yahh.. ga asik nih ada Gilang. Kita jajan aja yuk girls!"

Mereka pun pergi ke kantin, tinggallah Gilang dan Sania.

"Kamu enggak ke kantin?" tanya Gilang.

"Aku bawa bekal kok." Sania pun mengalihkan pandangannya kepada Rosa yang sedang membereskan isi tasnya. Dia pun memanggilnya.
Ketika Rosa mendekat, Sania berkata, "Kalian berdua pasti belum makan. Mending sekarang, kalian barengan aja ke kantinnya. Yang lain sudah pada pergi tuh."

"Kamu enggak ikut, San?" tanya Rosa.

"Enggak. Aku bawa bekal. Sudah sana kalian pergi aja!" Sania mendorong Rosa dan Gilang.

Meet AdrianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang