Chapter 1

198 26 7
                                    

-ARNE-

Diantara semilir angin dan hamparan kabut. Setitik lubang di udara menyulut angin, meniup-niup sulur ilalang agar menari. Lubang itu, sebuah pusaran hitam-- sebuah portal mengibas debu-debu yang melayang, Mendorongnya menjauh agar tak menghalangi sebuah pendaratan seorang gadis kurus. Hanya sepersekian detik kemudian pusaran itu lenyap menyisakkan Arne yang telah menapak tanah dengan nafas terengah. Arne bahkan belum sempat menyuplai udara ke paru-paru setelah lolos dari seekor monster ganas berkuku di dasar samudera beberapa detik lalu

Monster itu tak memiliki wajah, kepalanya lonjong, ujung kumisnya seperti taring yang terbuat dari kuku dan indranya mampu merasakan getaran walau hanya semilir. Ketika Arne bergerak, kepala monster itu melesat dari kedalaman menyerang Arne. Mulutnya menganga seperti goa berlumut serta kumisnya menggelepar mengais air di sekitarnya. Jika saja Arne terlambat menyadari mungkin sekarang dagingnya sudah terpotong kecil dan serpihannya menghujani dasar samudera menjadi daging gratis untuk penghuni kedalaman.

Jika saja. 

Tetapi, Arne selamat. Makhluk itu hanya menggores Kaki Arne, lukanya membentang dari paha hingga ke lutut, dagingnya merebak dan mengeluarkan kemerahan. Sejatinya makhluk raksasa itu tak sepenuhnya tak dapat ditaklukan. Ada satu hal yang Arne tangkap. Monster itu hanya mengandalkan leher panjang dan kumis tajamnya untuk menyerang, ia juga akan menjadi lambat saat terkena cahaya di bawah air. setelah leher panjang monster tersebut menyerang Arne, ia kembali lagi ke kedalaman. Kelemahannya ia tak bisa berlama-lama memanjangkan lehernya. Maka dari itu, Arne mencoba untuk memancing monster itu agar keluar dari sana. Arne bergerak, menari-nari, seolah mengejek makhluk jelek itu, meminta agar ditangkap dan bagian terbaiknya adalah Ia tak jauh-jauh permukaan air. Ketika getaran air sampai mengenai sensor si monster. Makhluk itu kembali melesat secepat kilat muncul dari kegelapan. Arne pun ikut melesat lebih menuju permukaan agar tak terlebih dahulu jadi mangsa. Saat kumis terpanjang monster itu berhasil menghujam betis Arne, merobek otot-ototnya, menggesek tulang keringnya, saat itu pula Arne sedang cepat-cepatnya melesat menembus lapisan air. Darah dan air asin membaur, terseret hingga ke permukaan. Betisnya koyak, kulitnya berlubang. Cuek saja. Terpenting, tetap bertahan tak menjadi santapan ataupun mati kehabisan darah. Sedalam apapun lukanya, separah apapun dagingnya tercabik pasti akan sembuh dan kembali menutup jika ia berhasil lolos dari sini. Dan jalan satu-satunya adalah menukar taruhan nyawanya dengan nyawa monster itu, ia akan memberi pembalasan. Kumis-kumis monster itu semakin banyak menujam kaki Arne. 

Menusuk, mencabik, mengeluarkan isi pahanya. 

Tungkainya pun bergegar, otot-otot kakinya tertahan oleh kekuatan besar yang berlawanan dari bawah, lalu dagingnya terlepas dari tulang. Seperti mencabut rumput sampai ke akar. Serpihan daging Arne yang masih melekat bergesekan dengan air, sisanya lagi daging yang berhasil terlepas melayang terombang ambing bersama gelombang yang ditimbulkan oleh monster itu. Rasa perih luar biasa menjalar ke ubun-ubun, tetapi Arne tetap meluncur menuju udara sambil memegang kalung perak bertuliskan 'ARNE' yang bergelantungan bebas di lehernya. Ketika Arne berhasil menyentuh cahaya di atas sana. Saat itu pula kepala monster itu menyusul ke permukaan lalu serta merta berubah menjadi buih, sisa lehernya yang terpotong oleh cahaya menjadi lunglai layaknya bunga layu, runtuh ke bawah. Monster jutaan tahun itu telah tewas. Laut yang tenang berubah menjadi lautan merah berbuih.

Lagi-lagi. 

Ada sesuatu yang berkecipratan di dalam dirinya Seperti sebelumnya. Sebuah keajaiban ia masih bisa menghindari malaikat maut sampai detik ini. Sesuatu dalam dirinya terbangun, darahnya meletus-letus, berdesir hebat hingga jantungnya bergemuruh. Tubuhnya tertahan di udara, memakan waktu Hingga sebuah portal menyedot tubuh kecil itu dan mengirimnya ke tangan ajal lain setelah ini, dalam sekejap ia telah terdampar di dalam dunia penuh kabut. Bulir-bulir air menetes dari ujung rambutnya. Daging-daging di kakinya tumbuh kembali, selnya menjahit luka itu sendiri hingga kembali utuh. Sensasi yang ditimbulkan terasa menggelitik, menghilangkan rasa sakit sebelumnya bersarang di sana.

Ia pun mengulang kembali kalimat yang selalu ia lafalkan, kali ini sambil menggenggam kalung perak di dadanya erat-erat.

"Namaku Arne. tujuanku adalah kebebasan".

Ia berkata lirih. Menyimpan harapannya di dalam benda usang itu. Dan angin pun berembus menerbangkan secuil rambut merahnya yang sebahu, Menelisik daun telinga Arne dan isyarat dari semesta terbawa di dalam sana.

GENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang