two

85 5 6
                                    

Matsushima Sou punya kebiasaan.

Kali pertamanya adalah ketika mereka menyimpan meja rendah kayu berpoles cat putih yang kaki-kakinya agak rapuh termakan usia di sudut ruang tengah.

Sou kerap kali berlutut di sana setiap hampir petang, sibuk dengan spidol bermacam warna yang akan ia kembalikan lagi ke lemari. Ia akan menutupnya dengan kain polos kelabu ketika selesai, lantas meletakkan vas berisi bunga plastik sebagai penahan agar kainnya tidak terbang tertiup angin.

Pada mulanya Shori tidak melakukan apapun selain berdiri mengamati dari jarak yang agak jauh. Diam-diam ingin tahu apa yang Sou kerjakan dengan benda-benda itu tapi ia menyimpan rasa penasarannya.

Sampai suatu ketika Shori berpura-pura sedang kebetulan lewat, menarik napas panjang, kemudian menggunakan suara pelan ia bertanya, "Sedang apa?"

Tetapi, tidak sesuai dugaan Shori sebelumnya yang berpikir kalau Sou akan dengan senang hati memperlihatkan sesuatu tersebut, lelaki itu malah buru-buru menarik kain kelabu dan lantas menutupinya. Sou tersenyum kikuk, tidak mengatakan apa-apa seraya menyimpan vas.

Kedua alis Shori nyaris bertautan seiring dahinya berkerut. Sejujurnya Shori tidak terlalu memusingkan tentang hal ini; ia tahu Sou tidak bisa lama-lama menyembunyikan sesuatu darinya lagipula. Tapi kali sekarang rasanya berbeda. Maka Shori ikut berlutut di samping kanan Sou guna menyamakan posisi.

Merasa diperhatikan secara intens, Sou mengalihkan pandangan ke segala arah. Tangan kanannya di atas meja, masih menggenggam spidol merah yang belum sempat ia tutup. "Itu ...," ia bergumam, "biasanya kau tidak terlalu memikirkan hal tidak penting, kan."

Tapi Shori cuek mengangkat bahu. "Jangan menyembunyikan apapun, Sou. Ini penting," katanya sambil kembali melayangkan pandangan tepat ke wajah si lawan bicara. Menyadari arah tatapan Sou yang malah menoleh ke arah lain dan terkesan menghindari, Shori jadi refleks mengangkat tangan kanannya untuk menahan ke dinding di belakang lelaki itu.

Senyap.

Masih senyap.

"Anu, Shori," Sou memulai percakapan.

Shori berkedip. "Apa?"

Tanpa memedulikan lagi tentang meja di sudut itu, Sou melayangkan kode dengan cara melirik-lirik ke arah tangan Shori yang seolah tengah mengunci pergerakannya, sambil mengatakan, "Ini ... ruang tengah, lho."

Langsung saja Shori menyimpan tangan di tempat seharusnya lalu memasang wajah seakan-akam tidak terjadi apapun sejak tadi. "Eh apa, sih," katanya, "aku 'kan cuma bertanya kau sedang apa."

"Tadi Shori juga sedang apa, ya." Sou tertawa kecil. "Tiba-tiba menyerangku?"

Yang dilakukan Shori selanjutnya hanya beranjak berdiri membelakangi secara spontan tanpa peduli dengan Sou yang tampak mulai berusaha menggodanya. "Aku tidak—siapa bilang aku akan menyerangmu di sini," jelasnya menggunakan suara kecil yang nyaris berbisik.

Sou masih tertawa. "Wah, kukira sekarang kau sudah tidak peduli tempat untuk menyerang," candanya sambil cepat-cepat berniat menutup spidol merah di tangan kanan agar tidak terlanjur kering.

Kemudian Shori berbalik, pura-pura tidak memberi atensi pada kalimat yang ia dengar terakhir, kembali menghadap ke arah Sou yang kali ini tengah sibuk mencari sesuatu di lantai sebelum malah bertanya, "Kalau sekarang sedang apa?"

"Kau lihat tutup spidolnya?" Sou balik melontar kalimat tanya, masih dengan pandangan yang tak lepas dari daerah sekitar meja.

Shori menggeleng cepat kendati ia tahu Sou tidak akan melihat responsnya lewat isyarat karena lelaki itu terlalu sibuk melihat-lihat ke arah lantai. "Aku ... aku bantu cari." tawarnya.

"Terima kasih, Shori!"

Sambil memasang posisi berlutut lagi, Shori melirik ke meja (setelah sebelumnya fokus memandangi wajah Sou dan menangkap seulas senyum lebar yang terukir ketika mengucapkan kata terima kasih), memastikan kalau lelaki di depannya itu tidak lagi peduli melindungi sesuatu di balik kain. "Mungkin ...." Shori memindahkan vas ke lantai, diam-diam modus agar mudah menjalankan rencananya.

Dan Sou masih tidak menyadari apapun ketika—

—kain penutup meja disibak secara sengaja oleh Shori.

Lelaki yang sedari tadi penasaran itu mengerjap-ngerjap beberapa kali sampai menyadari sesuatu seperti gambar-gambar hati yang seolah bertaburan di meja. Merah, hijau, dan dua huruf S menggunakan huruf alfabet latin di tengah-tengah.

Sou menunduk.

"... begitu, ya."

[]

welcome home | shorisouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang