Prolog

44 5 0
                                    

Kamu tahu?
Diantara sajak-sajak pengiring tidurku,
Kuselipkan sebuah nama indah yang selalu mengapung dalam luas nya memori mimpiku.
Kubiarkan nama itu menjadi pengalun tidur,
Yang menjadikannya candu.
Kemudian aku terbangun,
Sadar akan realita,
Yang nyata nya, memiliki mu adalah suatu hal yang mustahil.
Aku, kamu, dan kemustahilan itu,
Sudah menjadi satu kesatuan utuh dalam sebuah imaji tak berbalas.
Yang indah nya hanya bisa kupandang, dalam luasnya samudera mimpi.

Prok, prok, prok.

Terdengar suara riuh tepuk tangan seteleh suara lantang nan indah itu menggema diseluruh ruangan ber-tirai merah. Diatas sana, tepatnya dibawah kilap kilau lampu-lampu kecil yang menghiasi penerangan, terlihat seorang pemuda sedang membungkuk memberikan salam kepada muda-mudi yang ada dihadapan nya. Ia tersenyum. Kemudian kembali membungkuk.

Hal itu ia lakukan terus menerus, sampai seorang pembawa acara mulai berbicara dan mengambil alih perhatian para penonton. Sang pembawa acara pun menaiki panggung, kemudian memberikan beberapa kata sanjungan dan ucapan terima kasih pada pemuda yang baru saja menampilkan karya indahnya.

"Ya, itulah penampilan dari King of Poetry Generasi Garuda!!! Beri tepuk tangan yang meriah sekali lagi untuk lelaki tampan yang berbakat, yang berada disebelah saya!"

Semua mata para penonton itu berbinar dan kembali bertepuk tangan riuh setelah mendengar perintah dari Sang pembawa acara.

Yang disorak-soraki dengan teriakan kagum pun, melengkungkan senyum yang tak hingga di bibirnya. Ia kembali membungkuk memberikan rasa hormat atas apresiasi para penonton dengan karyanya.

Ia kembali tersenyum, dan sesekali melambaikan tangan kepada siapapun yang menyebutkan namanya. Saat ini, bibirnya memang tersenyum indah, namun kedua matanya mengisyaratkan hal lain. Sebuah isyarat kepedihan yang hanya ia seorang yang tahu. Tertanam sebuah makna tersirat dalam sorot matanya yang indah. Sorot mata yang menjelaskan sebuah keabu-abuan kisah hidupnya. Jelas, sorot mata itu tidak menggambarkan rasa haru, melainkan rasa kekosongan yang mendalam.

Ketika seluruh anggota tubuhnya bersandiwara, ia biarkan hanya sepasang sorot matanya yang berbicara lewat tatap mata tanpa dusta.

Melody AksaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang