Aku pernah menunggu di meja bundar dua kursi dengan uap kopi yang terus membentuk.
Bersenandung lagu kesukaanmu, lalu berharap kamu ikut melanjutkan nada lagunya.
Satu detik, satu menit, satu jam.
Entah sudah berapa hentakan sepatu yang kudengar.
Entah sudah berapa kali pelayan menawariku untuk memesan lagi.Aku melihat pintu masuk.
Ada sosokmu. Ya, kamu dengan baju kaos hitam dengan handphone di tangan.
Duduk tepat di depan dinding yang bertuliskan sajak tentang kopi.
Dari awal aku tidak menunggu seseorang dalam suatu perjanjian.
Aku ... hanya menunggu tawanya seraya menyeruput secangkir kopi panas.
Dulu, kamu selalu sendiri atau ditemani oleh dua orang temanmu.
Tapi, saat itu kamu bahagia ... dengan perempuanmu dan kopi panas di depanmu.
Sejak saat itu aku berdiri dan tersenyum. "Ubah sikap pemarah dan pemaksa, doaku selalu mengiringimu."
.
.
.Ya, aku pernah menunggu.
.
.
.Samarinda,
18 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Kata Yang Terkurung
PoetryApa kau tak merasakan sesuatu? Sesuatu yang terus mendemo keras meminta dirinya segera dilahirkan menjadi sebuah kata. Ya. Menulislah, jangan terus-terusan bersembunyi di perkataan, "Aku tidak mempunyai ide!" Karena pada nyatanya, ide pun selalu me...