Prolog

140 24 19
                                    

Gadis itu memasang wajah muram sejak sejam lalu, bukan karena dia harus menunggu di salah satu deretan kursi  bandara Soekarno-Hatta akibat jadwal pesawatnya harus delay.
Namun, karena hal lain yang menyebabkan ia harus duduk di sana.

Gadis berambut sepunggung itu, terlihat mulai jenuh. Telinganya yang sedari tadi terpasang headset yang memutarkan sedikit saja lima puluh lagu itu , mulai ia lepaskan. Bukannya dia benar-benar ingin mendengarkan semua lagu itu tadi, namun karena ia mengonta-ganti akibat mood buruknya saat ini.
Buku tebal yang berada di pangkuannya juga ia biarkan terbuka. Ia layangkan pandangan pada orang yang berlalu lalang di hadapannya sejenak, berharap rasa suntuknya itu segera lenyap.

Detik kemudian, gadis itu memutar bola matanya, ia kesal mengingat perdebatan dengan orang tuanya yang menjadi asal-muasal dia harus di tempat ini . Ia tak mengerti kenapa mama dan papanya yang bisa dibilang selalu protektif padanya , kali ini malah memaksa putri semata wayangnya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri.

Sebenarnya, ia tidak masalah jika harus melanjutkan kuliah jauh dari kedua orang tuanya, apalagi itu di luar negeri, hanya saja kenapa itu harus Korea? Ah, dia benci tempat itu.  Ada hal lain  dalam benaknya yang menginterupsi agar dia jauh-jauh dari sana.

Sesaat setelah mengembuskan napasnya kasar, gadis itu segera beranjak, pesawat yang akan membawayanya nanti lima belas menit lagi akan diberangkatkan. Dan...bertepatan saat kakinya berpindah satu langkah , seseorang secara tiba-tiba menubruknya dari arah depan.
Bruk!

"Arghhh..."

Cairan coklat dengan cream berhasil meleleh di atas baju gadis itu. Benar-benar sial.

AspectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang