prolog

103 11 9
                                    

rintik hujan membasahi tanah tempat dia memijakkan kakinya, sedang dia sendiri sedang duduk di bangku taman biasa.

emang ada yang bakal mikirin gue kalau kalau gue sakit? toh, dia juga pergi, mungkin semua orang juga bakal pergi nanti, pikirnya.

dia menatap langit tempat semua rintik hujan itu berasal.
dulu, dia sangat menyukai hujan, apalagi disaat rintik rintik itu jatuh ke tanah dan menimbulkan bau yang khas, petrichor.

tanpa sadar, air mata mulai jatuh dari kedua matanya, membendung di pelupuk matanya dan kemudian jatuh.
sama seperti hidupnya ya? pikirnya, lagi.

langit mulai tampak semakin gelap, bukan karena efek hujan, tapi memang waktu sudah mulai malam, hampir 2 jam sudah dia disini, berharap petrichornya dulu akan kembali, di bangku taman ini.

"tasia, kamu ngapain hujan hujan disini? apalagi udah malem, ini juga hujan makin deras, kamu gila ya? ayo pulang" suara itu memanggilnya, seperti memanggilnya, tapi itu hanyalah semu, dia sudah tak ada.

"bi..ru?" tak ada, benar-benar tak ada.

hanya, semu.

Be My Petrichor, can you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang