Seorang perempuan berparas cantik dengan rambut panjang bergelombangnya berjalan masuk ke dalam sebuah coffee cafe. Dirasanya suasana tempat tersebut menenangkan seperti biasa. Dia berjalan menuju bangku favoritnya, pojok cafe dekat dengan kaca jendela. Memesan minuman yang sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Menunggu sambil mendengarkan lagu yang mengalun melalui earphonenya. Sesekali memejamkan mata dengan tetap mengabaikan sekitarnya.
Tanpa ia sadari, seseorang tengah memerhatikannya. Seorang laki-laki dari sudut yang lain sedang menjadikan dirinya sebagai objek menarik--menyesal bila dilewatkan.
"Cantik." Senyuman tercetak jelas pada bibir laki-laki itu. Entah sudah yang ke-berapa kalinya sejak dua setengah tahun lalu, ia sengaja datang ke coffee cafe ini setiap minggunya hanya untuk memerhatikan perempuan favoritnya di dalam suasana hati yang berbeda.
... Karena di setiap pertemuan mereka yang disengaja pasti berjalan dengan tidak meng-enakkan.
Setelah puas, laki-laki itu berjalan menuju kasir depan. Dia tersenyum tipis, ketika bahkan perempuan favoritnya tidak menoleh sedikitpun disaat semua orang seolah sedang memuja wajah tampannya. Selalu, sejak dulu seperti itu.
Berselang beberapa menit setelah laki-laki itu keluar dari cafe, sang perempuan bangkit untuk membayar pesanannya.
"Maaf mba, pesanannya udah dibayar sama pacar mba tadi."
Perempuan tersebut mengerutkan kening keheranan. "Pacar?"
"Laki-laki yang baru aja keluar itu pacar mba, kan? Dia bilang mba pacarnya."
Perempuan tersebut harus menelan rasa ingin tahunya tentang siapa 'pacar' yang dimaksud telah membayar pesanannya. Namun entah mengapa, di hati terdalamnya ia tersentuh oleh ulah laki-laki yang bahkan wajahnya saja tidak--belum-- ia tahu.
***
"Pagi, Orion. Gimana kabar tangannya? Masih utuh?" Halexa tersenyum miring ketika menyambut kedatangan Orion dan teman-temannya. Pagi ini dia dan Naretha-sahabat seperjuangannya- berdiri di koridor, melipat kedua tangan di dada, sengaja menunggu kedatangan sang musuh.
"Wah, nyonya besar perhatian, deh. Udah mulai sayang sama tuan bos ini bau-baunya."
"Sayang palelu jajar genjang! Yang ada gue eneg liat lo pada. Cuih!"
Orion mengedikkan bahunya cuek. "Aman. Gue kan laki sejati. Segini doang jelas ga berasa."
"Yah, padahal gue ngarepnya tangan lo membusuk saking rabiesnya. Tapi kayaknya belum saatnya, ya? Yaudah deh, gue sama Retha duluan, ya. Gue takut khilaf kek kemarin kalau kelamaan deket lo." Halexa tersenyum manis dan melambaikan tangannya, lalu meninggalkan Orion cs di tempat.
"Yon, kok lo biarin Lexa pergi gitu aja? Biasanya juga lo babat abis si dia."
"Tau lo, aneh. Sekarang aja ada waktu malah dilepasin. Nanti giliran dianya jinak, malah lo pancing. Ck!"
"Otak lo sekarang nyangkut di selangkangan siapa?"
"Tenang. Di otak gue ada dua belas lusin ide. Bolos?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ORIXA
Teen FictionBila Halexa adalah siang, maka Orion adalah malam. Bila Halexa adalah putih, maka Orion adalah hitam. Dan bila Halexa adalah kiri, maka Orion adalah kanan. Mereka berdua jelas berbeda--sangat bertolak belakang. Mereka terlihat seperti sepasang...