PROLOG

1.1K 95 49
                                        

4 Agustus 1992

Langit malam tampak cerah, bulan sabit menggantung ditemani bintang-gemintang yang berkelip. Jalan-jalan di Desa Rayung yang biasa sepi pada malam hari bertambah sepi. Keramaian tampak di balai desa dan rumah-rumah yang memiliki televisi. Rumah Yuli, salah satunya. Rumah kecil yang asri itu ramai oleh para tetangga. Televisi kala itu masih menjadi barang mewah bagi masyarakat desa.

Hari ini merupakan hari bersejarah bagi dunia olahraga Indonesia. Sepanjang keikutsertaan Indonesia dalam ajang olahraga internasional empat tahunan, inilah kali pertama medali emas bakal diraih dengan terjadinya all Indonesian final tunggal putra di cabang olahraga bulu tangkis. Peluang menambah emas pun masih terbuka dengan lolosnya Susi Susanti dan pasangan Edi Hartono - Rudy Gunawan ke final. Tahun ini cabang bulu tangkis resmi dipertandingkan dalam olimpiade.

"Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, inilah saat yang kita tunggu-tunggu. Dilaporkan langsung dari Pavello de la Mar Bella, Barcelona, Spanyol, final tunggal putri bulu tangkis antara Susi Susanti, Indonesia melawan Bang Soo Hyun, Korea. Ya, kita saksikan di layar televisi kedua finalis sudah memasuki lapangan pertandingan. Apakah Susi Susanti akan merebut emas pertama bagi Indonesia? Emas yang sudah lama kita nantikan."

Suara komentator menghentikan obrolan bapak-bapak yang sedang berkumpul di ruang tamu mungil rumah Yuli, seorang petugas penyuluh pertanian yang sangat menggemari olahraga tepuk bulu. Semua mata kini terpaku pada layar TV.

Ketegangan rupanya bukan hanya dirasakan oleh Susi Susanti yang sedang bertanding di lapangan, tetapi juga semua rakyat Indonesia yang menyaksikan siaran langsung final bulu tangkis olimpiade. Doa dan dukungan terus mengalir, sorak-sorai penonton Indonesia di Barcelona terdengar sayup-sayup meneriakkan nama Susi dan Indonesia.

"Selesai sudah. Set pertama dimenangkan oleh Bang Soo Hyun dengan angka 11-5. Saudara-saudara mari kita doakan semoga Susi bisa membalikkan keadaan di game kedua nanti. Kita akan segera menayangkan set kedua final tunggal putri olimpiade, tapi sebelum itu kita saksikan dulu pariwara berikut."

"Yaaah... kalah," seru seorang bapak yang berkepala botak dengan lesu.

"Tenang, Mo, baru babak pertama," timpal bapak-bapak yang lainnya.

"Di atas kertas, Susi pasti menang. Kemampuannya masih jauh di atas bang Soo Hyun. Dari rekor pertemuan Susi lebih banyak menang. Ia tampak sangat percaya diri," ujar Yuli menganalisis laiknya komentator di TV.

Komentar Yuli tadi persis sama dengan yang dikatakan oleh Minarni Sudaryanto dan Ian Situmorang, komentator yang mengawal siaran langsung pertandingan final bulu tangkis olimpiade di TV.

"SMASH...!" seru Yuli terbawa suasana pertandingan yang mendebarkan. "Ayo IN... DO... NE... SIA...!"

Teriakan Yuli menular, gemuruh kata Indonesia berulang-ulang diserukan bersama. Maura, bocah perempuan yang sejak tadi sibuk memakan kacang rebus di pangkuan Yuli, pun ikut memekikkan kata Indonesia dengan suara cemprengnya.

"Lagi-lagi terjadi pindah bola, Saudara-saudara. Susi tampak tidak berani mengambil risiko pada babak pertama tadi, sehingga Bang Soo Hyun dengan mudah mendapatkan angka. Di babak kedua ini Susi terlihat mengubah pola permainannya. Jika tadi ia banyak memberikan lob-lob panjang ke belakang, sekarang lebih sering mengangkat bola," komentar Minarni menjawab pertanyaan Ian Situmorang.

"Satu drop shot manis dari Susi mengakhiri sebuah rally panjang. Pindah bola, kesempatan bagi Susi untuk menyelesaikan set kedua ini. Susi serve. Game point, 10 melawan 5."

"Ayo Susi, satu lagi," teriak seorang pemuda yang ikut menonton bersama bapaknya di rumah Yuli.

"Satu bola datar dari Bang So Hyun berhasil dipatahkan Susi, 11-5. Susi berhasil memperpanjang napas Indonesia dengan rubber game. Peluang masih terbuka, Saudara. Kita berharap Susi bisa memberikan permainan terbaiknya di set penentuan yang akan segera kita saksikan setelah pesan-pesan berikut ini."

Sejak set ketiga bergulir, ketegangan melingkupi wajah orang-orang yang menyaksikan pertandingan di rumah Yuli. Meski Susi sudah unggul, tetapi semangat juang lawannya tak bisa diremehkan. Bang Soo Hyun terus saja melawan dengan memberikan bola-bola yang sulit bagi Susi.

"Dan yaaa..., Susi berhasil menyentuh angka 6. Pindah tempat dengan keunggulan 6-3 untuk Susi. Semakin dekat dengan emas. Kita harapkan Susi bisa terus memetik angka."

"Susi... Susi... Susi... In...Do...Ne...Sia...." Ramai mereka menyemangati wakil Indonesia yang sedang bertanding, meskipun yang mereka dukung hanya disaksikan dari kotak berukuran 17 inch.

"Pengembalian Bang So Hyun menyangkut di net. 10-3, match point, untuk Susi. Satu emas lagi sudah di depan mata. Meski pada praktiknya ini emas pertama, tetapi satu emas lagi sudah pasti menjadi milik Indonesia karena di pertandingan putra perseorangan nanti akan mempertemukan Alan Budikusuma dan Ardy B. Wiranata."

"Yeaaahh... Ayo, Susi...! Satu lagi, Susi!" Yuli terus memberi dukungan semangat. Ia mengangkat tangan Maura, anaknya yang sejak tadi menempel manja di pangkuannya.

"Bang So Hyun kembali menurunkan bola-bola pendek. Susi meladeni permainan Bang dengan sabar. Sebuah bola tinggi pengembalian Susi melayang di atas Bang, langsung disambar dan jatuh di lapangan permainan Susi... Hakim garis merentangkan tangan lebar-lebar, OUT. Bola keluar, Saudara-saudara. Dengan demikian Susi berhasil mengakhiri set ketiga dengan skor 11-3 dan mempersembahkan emas pertama bagi Indonesia."

"Yeaaahh... kita menang! Hidup Susi! Hidup Indonesia...!" pekik orang-orang yang menonton di rumah Yuli secara bersamaan.

Suasana hiruk-pikuk kemenangan itu berubah jadi tangis haru manakala Susi Susanti naik ke atas podium tertinggi. Di sampingnya berdiri Bang Soo Hyun, dan di sisi lainnya dua tunggal putri China, Huang Hua dan Tang Jiuhong. Lagu Indonesia Raya mengiringi penaikan bendera Merah Putih yang berkibar di tiang tertinggi.

Dengan khidmat orang-orang yang menonton di rumah Yuli ikut menyanyikan lagu kebangsaan. Mata mereka berkaca-kaca, terharu dan bangga atas prestasi yang berhasil ditorehkan oleh gadis asal Tasikmalaya di TV. Tidak seperti saat upacara bendera rutin, lagu kebangsaan yang dikumandangkan di negeri orang itu terasa begitu menggetarkan kalbu. Menggugah rasa nasionalisme di dalam jiwa.

Usai victory ceremony, Yuli menggendong Maura di bahu, berkeliling ruang tamu dengan gembira. Maura kecil tertawa senang.

"Papa, aku mau seperti Susi. Aku mau bikin Papa dan orang-orang senang," kata Maura polos.

Yuli sungguh gembira mendengar kalimat polos anak sulungnya itu. Dengan bangga ia memproklamasikan keinginan putrinya di depan semua orang yang kini menonton bersamanya.

"Dengar semua, hari ini kita menyaksikan salah satu anak bangsa mengibarkan bendera Merah Putih di olimpiade, maka dua puluh tahun yang akan datang, Maura, anakku akan berada di podium itu seperti Susi."

Sebagian orang yang mendengar hanya mengangguk sekadar menyenangkan hati tuan rumah yang memberi mereka tumpangan menonton. Sebagian lainnya bahkan tak sungkan mencibir seakan perkataannya hanya omong kosong belaka.

"Ora usah mimpi! Jadi atlet nasional itu susah, apalagi yang mampu berprestasi di kancah internasional."

Pas banget up ulang part ini pas lagi event Olimpiade

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pas banget up ulang part ini pas lagi event Olimpiade. Semoga atlet-atlet Indonesia yang bertanding bisa meraih prestasi terbaiknya, apalagi sampai bisa dapat medali EMAS. Aamiin ...

Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini. Vote dan komen kalian adalah semangatku ❤️

31-07-24

Drop Shot of Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang