I Miss You Like Crazy

20 0 0
                                    

Aku tiba di apartemenku hampir pukul 12 malam. Rasanya lelah sekali setelah menghabiskan waktu semalaman sama Insane. Tapi, aku merasa beruntung memiliki mereka. Meskipun terkadang menyebalkan, tapi mereka selalu bisa mengerti perasaanku. Termasuk saat aku sedang patah hati seperti
ini.

Ah! Aku jadi rindu Andra.

Andra adalah kekasih dulu. Sudah hampir 3 bulan kita putus dan sampai saat ini aku belum bisa melupakannya. Tentu saja tidak mudah untuk melupakan Andra. Apalagi hubungan kami terbilang cukup lama; 4 tahun dan aku serius menjalani hubungan dengannya, begitu pun sebaliknya. Tapi, Andra berubah sejak dia aktif di komunitas teater kampusnya. Meskipun baru bergabung beberapa bulan, tapi hal itu cukup banyak menyita waktunya. Kami jadi sering bertengkar gara-gara hal sepele. Aku yang cemburuan juga sering marah kalau tahu Andra jalan sama teman-teman ceweknya tanpa sepengetahuanku. Aku tahu itu berlebihan, tapi aku hanya butuh kabar agar aku tidak salah paham. Hingga pada akhirnya, pertengkeran kami yang terakhir membuat kami memilih untuk jalan masing-masing.

Aku sebenarnya agak menyesal karena terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Tapi, aku juga tidak ingin menjalin hubungan yang tidak sehat lagi. Aku pikir, jika dia serius padaku, dia akan kembali lagi. Namun, hampir 3 bulan berlalu dan dia tidak sekali pun mengabariku. Barangkali dia sudah melupakanku, sedangkan aku di sini masih sibuk merindukan dia.

Andra, apa kabar? Aku bergumam dalam hati sebelum akhirnya tertidur sambil mendengar lagu I Miss You Like Crazy - The Moffatts.

***

Aku terbangun dengan mata yang sembab, sisa menangisi Andra semalam. Aku terkadang mengomeli diriku sendiri yang belum bisa melepas Andra sepenuhnya. Tapi, ini adalah pilihanku dan aku harus menerimanya.

Kulirik jam di ponselku. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.15 dan ada beberapa notifikasi pesan di WhatsAppku. Pesan pertama yang kubuka adalah pesan dari Maya.
Tidak biasanya dia mengirimiku pesan sepagi ini.

Maya: Jul, hari ini kamu gakda kelas kan? Aku ke apartemenmu pukul 9 ya. Jangan ke mana-mana, oke?! See ~

Tanpa basa-basi aku langsung membalas pesan dari Maya.

Julia: Sipokeh ~

Seperti yang Maya janjikan dalam pesannya, dia benar-benar datang, bahkan 10 menit lebih cepat dari waktu yang dia janjikan. Melihat ekspresi wajahnya, aku tahu dia tidak sedang baik-baik saja. Hal itu membuatku enggan untuk bertanya padanya.

"Jul..." Maya mulai membuka suara.

"Iya, ada apa? Cerita aja. Aku siap dengerin cerita kamu kok."

Mendengar ucapanku, Maya langsung menghamburkan pelukan ke arahku. Aku jadi bingung sekaligus kasihan melihatnya. Sangat jarang aku melihat Maya dengan kondisi seperti ini. Dia yang periang tiba-tiba jadi melankolis. Tapi, aku masih enggan untuk bertanya apa-apa. Kubiarkan saja dia menumpahkan air matanya dalam pelukanku sampai akhirnya dia tenang dan mulai bercerita.

"Aku gak tahu harus mulai dari mana," ujarnya dengan suara serak sambil menyeka sisa-sisa air mata di pipinya.

"Sebenarnya ada apa sih May? Gak biasanya kamu kayak gini. Jangan bikin aku panik dong."

"Rio," ujarnya lirih.

"Rio? Emangnya Rio kenapa?" Aku tahu Rio adalah mantan Maya. Sudah setahun lebih mereka putus dan seperti aku, Maya juga belum bisa lepas dari bayang-bayang Rio. Rio adalah cowok pertama yang benar-benar bisa menaklukkan hati Maya. Maya yang biasanya cuma pacaran paling lama 2-3 bulan bisa menjalin hubungan yang awet selama setahun lebih sama Rio. Tidak heran kalau Maya susah move on dari Rio. Tapi, beberapa bulan ini Maya sudah tidak pernah mengungkit apa-apa lagi tentang Rio, jadi kupikir dia benar-benar sudah melupakannya sampai pada pagi ini dia menangis karena cowok itu dan membuatku bertanya-tanya.

"Rio itu tega banget, tahu nggak sih Jul?"

"Tega kenapa?"

"Sebenarnya 2 minggu yang lalu Rio ngirimin aku pesan, dan ngajakin aku jalan. Ajakan itu kemudian aku terima. Setelah jalan bareng, dia makin sering ngirim pesan. Aku dibikin baper sebaper-bapernya, terus tiba-tiba beberapa hari ini dia nggak ada kabar. Nah, aku jadi kepo kan, terus aku iseng cek instagramnya dan kamu tahu, semalam dia ngunggah foto sama cewek terus dikasih caption "Baeee" pake emot lopelope," cerita Maya panjang lebar.

"Jadi, itu yang bikin kamu nangis sampai mukamu jelek kayak gini? Tapi, tumben kamu nggak cerita apa-apa ke aku sebelumnya,"

"Aku sengaja belum cerita. Rencananya sih kalau aku CLBK, aku mau ngasih kejutan buat kalian yang sering ngeledekin aku, tapi ujung-ujungnya malah kayak gini," Maya jadi manyun.

"Kamu ini ada-ada aja," aku tersenyum, "Makanya lain kali kalau ada apa-apa share dulu ke kita. Biar kita bisa kasih saran atau solusi. Kalau kayak gini aku juga bingung kan. Tapi, untuk saat ini, lebih baik kamu jangan kontekan dulu sama dia. Aku tahu kamu bakal bilang susah, tapi akan lebih susah lagi kalau kamu terjebak dalam tipu muslihatnya kan? Jadi, sebelum kamu jatuh lebih jauh, mending kamu mundur duluan," ujarku.

"Tapi Jul, aku masih sayang sama dia."

"Buat apa kamu sayang sama cowok yang mempermainkan perasaan kamu? May, cowok yang naksir kamu itu banyak. Jangan stuck sama satu cowok aja dong.
"
"Iya deh, aku bakalan coba buka hati aku lagi. Makasih ya Jul udah mau dengerin curhatan alayku pagi-pagi," Maya kembali memelukku, tapi kali ini dengan senyuman yang terbingkai di bibirnya.

Aku turut senang melihat Maya tersenyum lagi. Tapi, kisah yang Maya bawa pagi ini mengantarkan ingatanku pada satu nama; Andra. Semalam aku juga menangisinya dan sekarang aku malah dengan sok tegarnya menasehati Maya untuk segera melupakan Rio, sedangkan aku sendiri malah kesulitan untuk menghapus bayang-bayang Andra. Hidup terkadang selucu ini.

To be continue...

I N S A N ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang