SIUA (1)

208 6 2
                                    

Alunan musik gitar yang dipadu dengan nyanyian lembut mulai terdengar, Suara yang berat dan penuh dengan makna selalu terdengar setiap paginya, seakan menyuruhku untuk bangun dan memulai hari yang sudah menantiku.

Remang – remang aku melihat matahari sudah mulai masuk kekamarku melawati lorong – lorong jendela yang ku buka saat subuh tadi. Aku tertidur sambil memeluk foto wanita yang sangat aku rindukan, ia adalah Ibu.

Sesekali aku mengucek mata untuk melihat kearah jam, syukurlah aku tidak bangun terlambat. Dengan mengumpulkan seluruh tenaga, aku bangun dari tempat tidur dan meletakkan kembali foto ibu diatas meja belajar.

Beberapa suara mulai terdengar dari arah dapur, aku menebaknya itu pasti kakak iparku yang sedang memasak dan anaknya yang menunggu dimeja makan.

Aku membuka pintu kamar, hal pertama yang terlihat adalah ada beberapa koper terletak disofa ruang tengah. Aku berjalan kearah dapur dan mencuci mukaku.

"Itu koper siapa teh?" Tanyaku kepada Ayu yang merupakan kakak iparku.

"Itu teh Sari udah pulang." Jawab Ayu.

"Oh ya? Dimana dia?" Tanyaku sambil mengeringkan wajah dengan kain sarung yang aku gunakan.

"Dikamarnya."

Aku berjalan kekamarnya dan mengintipnya dengan membuka sedikit pintu. Sari berbaring, mungkin saja ia baru sampai dan begitu lelah. Sari seorang traveler, kegemarannya dalam berjelajah sudah terlihat dari ia masih sekolah.

Ayahku sangat mendukung semua impian anak – anaknya, maka dari itu kakak – kakakku semuanya sukses, karena mereka mengikuti nalurinya masing – masing.

Sedangkan aku? Aku masih saja mengikuti semua yang ayah mau tanpa membantahnya sama sekali, karena apa? Karena itu adalah permintaan dari ibuku dulu.

Setelah melihat Sari tertidur dengan pulasnya aku menutup kembali pintu kamarnya dan masuk kekamarku sendiri.

....

Dengan menaiki sepeda motor andalanku Honda C70 yang merupakan pemberian dari sang ayah aku pergi ke kampus. Ayah pernah bercerita kepadaku tentang kenangannya bersama sepeda motor tersebut. Satu – satunya wanita yang pernah menaiki motor itu adalah ibuku, wanita yang dengan cepat menarik perhatian ayah.

Ayah mengatakan kepadaku bahwa aku hanya diizinkan membawa satu orang wanita untuk duduk disepada motor itu. Tentu saja aku menurutinya, bagiku kalimat yang salalu keluar dari mulut ayah selalu menjadi pembelajaran yang menarik bagiku. Tidak ada teman sebaik ayah didunia ini, dan itu hal yang aku percaya.

Aku berbelok masuk ke kampusku, salah satu Universitas yang terkemuka di daerahku, Bandung. Aku memakirkan motor diparkiran dan berjalan masuk keruang Dosen pembimbing akademikku. Kampus mulai terlihat ramai karena hari ini hari pertama masuk semester lima, itu bagiku.

Tok – tok.

Aku mengetuk pintu ruangan dan membukanya.

"Permisi." Kataku.

Seorang laki – laki separuh baya sedang sibuk dengan ponsel ditangannya, ia melirik kearahku dan kembali menatap ponselnya.

"Iya, masuk Ga."

Aku memasuki ruangan yang cukup dingin itu. Dengan pelan aku menutup pintu dan berjalan kearah mejanya.

"Duduk." Kata dosen tersebut yang biasa aku panggil pak Roy.

Segulung Ijazah Untuk AyahWhere stories live. Discover now