Chapter- 03

341 48 28
                                    

“Sebenernya ada apa Bang?” tanya Fauz kala mereka sudah pulang dari sekolah dan Abangnya, Faustan menyuruh mereka mengikutinya.

“Iya, loh Bang. Tapi-tapi, ini bukanya jalan ke Mall ya?” shock Fai dan Fiona yang mendengar kata mujarab itu langsung terpekik menutup mulutnya dengan matanya yang berkaca-kaca.

“Demi apa ? Abang mau belanjain kita!” pekiknya lagi sembari meloncat-loncat kecil dengan ketiga Abangnya yang tengah memberikan tatapan aneh kepada Adik perempuan mereka. Mereka sedikit berdecak.

Faustan kembali menghela napasnya, ia masih belum yakin dengan apa yang tengah terpikir olehnya saat ini. Tapi, ini demi Mamahnya.

Ia rasanya sudah sangat bosan melihat Mamahnya yang suka pulang larut malam dan sering memakai balsem pada betis dan pundaknya.

Faus sudah tak tahan lagi melihatnya dan pada saat itu juga ide gila mulai meluncur di otak sialanya.

“Dengar, kalian jangan salah saka.” Faus  melihat kearah tiga adiknya, mereka terdiam dan menatap Faustan dengan serius tatapan yang sanagt tidak di sukai Faus dari Adik-adiknya.

Faus kembali menghela napasnya, dan perasaan tak tegapun mulai menyerebak kehatinya kembali.

Rasanya ia tak sampai hati menyuruh Adik-adiknya untuk membantu Mamah. Rasanya, cukup dirinya sajalah yang pantas membantu Mamah.

“Oke, kita balik.” Keputusan final itu meluncur dengan baik dari mulut Faus, wajahnya mulai kembali datar dengan satu alisnya terangkat.

Ketiga Adiknyapun terdiam dan saat itu senyum kecut dari Fauz mulai nampak.

“Bilang aja, lo bawa kita kesini untuk nyari duit buat Mamah.” Celetuk Fauz, Fai dan Fio melihat kearah Fauz sembari mengangkat kedua alisnya.

Faus terdiam, rasanya ini memang keputusan tersial yang pernah ia ambil untuk Adik-adiknya, baru kali ini Faus merasa jahat kepada Adik-adiknya.

“Maafin Abang, ya, lebih baik kita pulang. Beres-beres rumah saja.” Mereka masih terdiam Faus kembali menunggu dengan pikiranya yang masih kalut.

“Ayo kita lanjutkan.” Pekik senang Fiona langsung membuat Abang-abangnya terdiam cengo melihat kearah Fiona yang sangat kentara terpancarnya kegembiraan di dalam diri adiknya.

“Sepertinya, aku ingin coba menjadi tukang parkir.” Pikir Fiona kembali.

Mata ketiga Abangnya membola maksimal.

“Adik sableng, mana ada orang yang mau kerjaan begitu.” Tukas Fio sembari menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya dengan otak bodoh Adiknya.

Jangan lupa juga, Fairuzt, lebih bodoh di bandingkan dengan orang bodoh yang ada di muka bumi ini, ia tak ada tandinganya walau sekecil zarahpun.

“Dek, jangan gila. Pulang!” perintah Faustan sembari memegang lengan adik Perempuanya.

Fio melihat genggaman tangan Abangnya itu dan merambat melihat kearah matanya, tatapannya terkunci.

Dan damnt! Getaran sialan ini lagi ! pekik keduanya di dalam hati.

“Kalo lo mau jadi tukang parkir, gue mau jadi tukang bawa barang aja dah.” Pikir Fai, tuhkan pemikiran Fio sama Fai memang sableng adanya.

Fauz menggeleng-gelengkan kepalanya sembari tersenyum samar.

“Kalo gitu, gue jadi tukang nyebarin paku di jalan aja dan lo—“ menunjuk Faustan yang sudah melepaskan genggaman tangan Fio, “lo jadi tukang tambal ban aja, gimana?” semuanya melengos sebal mendengar tutur kata Fauz.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang