Chapter- 05

285 32 7
                                    

Chapter- 05

“Apa kabarmu?” tanya lelaki itu sembari menatap wanita berambut sebahu dengna apron putih dan seragam coklat menempel lekat di tubuh wanita yang tengah menunduk itu.

Rafael, lelaki itu masih tak menyangka bisa bertemu dengan wanita itu lagi. Ah, memang kata orang, dunia memang sangat sempit.

Ia langsung menyenderkan punggungnya.

“Kalau tidak salah, tadi aku bertanya,” ujar Rafael dan Janeet langsung mendongakan kepalanya.

Ia termenung untuk sesaat dan sesaat itupula ia langsung berdehem.

“Eum, ah ya. Kenapa? Apa anda sudah selesai dengan saya? Maaf saya tidak bisa lama, makanan yang harus saya antar banyak.” Ujar Janeet sembari melirik isi lestoran yang tidak ramai pengunjung.

Hari sudah menunjukan pukul 3 sore, pantas warga tidak berbondong-bondong pergi ke lestorannya.

“Menyadari sesuatu?” tanya Rafael kala melihat Janeet memejamkan kedua bola matanya. Ia sadar, restoran tengah sepi.

“Kemana kamu selama ini?” tanya Rafael langsung dan Janeet kembali mendongakan kepalanya dan mengernyit.

“Apakau mencariku?” ah, sial kau Janeeta. Kenapa kau malah bertanya seperti kau sangat di inginkan? Dasar wanita.

Rafael langsung mengeryitkan kedua alisnya.

“Eum,” ia langsung menegakan punggungnya dengan tangannya yang masih bersedekap.
“Sure,” jawab Rafael dengan melirik kearah lain.
Janeeta tahu itu. Gerakan khianat itu.

Janeet langsung berdiri dari duduk nya.

“Aku rasa, kau sibuk. Terimakasih atas waktunya.” Ujar Janeeta langsung berlalu dari hadapannya, meninggalkan Rafael yang sedang termenung, memikirkan kata-kata wanitanya barusan.

Fak, wanitanya? Sialan.

.

Ke-3 orang pria itu sedang asik-asiknya mengobrol dan bercanda tanpa melihat kearah jalan yang tengah mereka gunakan.

Kecuali Faustan yang tengah mengoprak-aprik isi hapenya.

“Kau.” ujar suara lelaki itu langsung membuat ke-3 saudara itu berhenti dari aktivitasnya masing-masing.

Mereka bertiga masih mengernyitkan keningnya, melihat seorang pria dewasa di depanya.

“Fairuzt?” ujar lelaki itu langsung membuat Fai semakin bingung.

“Semir sepatu.” tambah Rafael dan seketika itu juga Fai langsung tersenyum cerah dan menunjuk Rafaek dengan telunjuknya. Dia memang sungguh tak mempunyai sopan santun.

“Om yang banyak uang?” tanyanya sumringah dan pada saat itu juga senyuman di bibir Rafael terlihat. ah, anak ini sangat hyper.

“Sedang apa disini?” tanya Rafael sembari mengajak mereka duduk di depan restoran.

“Kalau kami ada di sini, tandanya kita lagi mau ngapain ya bang.” ujar Fauzan sembari melihat-lihat kukunya.

Faus yang mendengarnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

Meratapi nasib karena mempunyai adik yang sangat sombong di hadapan orang baru.

“Ah, apakah mereka teman-temanmu? tapi seprrti—“

“Mirip.” potong Fauz sembari menatap Rafael, dan pada saat itu pula, Rafael langsung tertegun. “Kami kembar, kalau kau tidak bisa membedakan kesamaan kami.” perkataan yang sangat ambigu bagi Rafael.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang