One

91 12 7
                                    

Dinda menatap hampa pada kertas-kertas laporan di hadapannya. Tangan Dinda menekan-nekan di pelipisnya untuk menghilangkan pening yang tiba-tiba menyerang kepalanya.

Dia Dinda, Dinda Pradhipta. Banyak yang menyarankannya untuk mau di panggil Dhipta, atau salsa(dari dinda menjadi salsa) nama itu sangat terdengar Lucu.Tapi Wanita 17 tahun dengan paras yang sangat cantik ini memilih untuk di panggil dengan First name nya. Dinda. Menurutnya, panggilan itu sangat indah dan pas dengan karakternya. One and only.

Dinda melihat-lihat kembali kertas-kertas di hadapannya. Laporannya belum lengkap,tapi deadline nya sudah lusa. Bagaimana caranya bisa selesai?

Dinda adalah seorang siswi yang cukup populer di sekolahnya. Tak ada yang tidak mengenal Dinda. Semuanya tahu bahwa dinda adalah seorang jurnalis sekolah yang sangat kepo dan aktif. Terkadang, banyak orang takut saat mengetahui Dinda sedang mencarinya. Karena dinda biasanya menulis artikel untuk tabloid sekolah. That's mean, semua orang di sekolah bisa membacanya. Apalagi Dinda adalah siswi yang cerdas, cerdik, dan cekatan. Dia lihai sekali menggunakan lidahnya. Pertanyaannya berbobot dan kadang membuat narasumbernya stuck.

Tapi kali ini, Dinda benar-benar berbeda. Terlihat frustasi dan hopeless. Ternyata, julukan lidah licik nya tidak cukup untuk mengorek rahasia Jessica. Siswi yang sedang populer belakangan ini karena baru saja terpilih sebagai perwakilan sekolah dalam sebuah kontes kecantikan tingkat kota. Tugas Dinda sebenarnya mudah sekali, dia hanya perlu menanyakan rahasia kecantikan Jessica. Tapi entah apa yang Jessica fikirkan, yang pasti wanita cantik itu enggan memberi tahu Dinda tentang rahasianya. Alasannya sangat konyol.

'Kau mau menandingi kecantikanku?oh tidak,Dinda. Jangan mimpi untuk mengetahui rahasiaku.'

Demi Tuhan, Dinda merasa kesal. Sedikitpun tidak terlintas untuk mencoba menjadi lebih cantik dari Jessica.

Pertama, dia sudah lebih cantik dari Jessica. Dan Dinda tidak habis fikir.

Kedua, menyelesaikan headline ini lebih penting ketimbang untuk menandingi Jessica.

Ketiga, menurut Dinda, Jessica sebenarnya tidak terlalu cantik. Ini mungkin sifatnya relatif, tapi definisi cantik bagi Dinda bukan seperti Jessica yang berdandan tebal dan terlihat glamour. Menurut dinda cantik itu sederhana dan apa adanya.

Dinda menoleh ke arah jam dinding yang tertempel di dinding ruang jurnalis sekolah. Ini sudah hampir jam 6 sore dan dia masih tidak berniat untuk bangkit dan pulang kerumahnya. Decakan kesal terdengar keluar dari bibirnya. Apalagi perutnya sudah berbunyi karena sangat lapar,Dinda hanya sarapan tadi pagi sebelum berangkat sekolah.

Dinda mengambil ponselnya. Menekan angka satu di layar sentuh ponselnya,lalu ponselnya otomatis memanggil kesebuah nomor. Orang yang Dinda telepon ini pastinya orang yang sangat dekat dengannya,sampai-sampai ia menaruh nomor orang itu di speed dial nomor satu ponselnya.

"Hallo,Dan?" Suara Dinda terdengar hanya seperti desahan saat memulai pembicaraan. Dinda menempelkan pipinya di meja dan menatap kosong ke arah tumpukan kertas-kertas beritanya.

"Mmm?" Jawab seseorang di seberang telepon dengan suara berat yang khas. Pria seberang telepon hanya bergumam,seperti tidak tertarik.

"Aku mengganggumu?" Tanya Dinda pelan. Bibir dinda mengerucut karena tiba-tiba merasa kesal dengan respon teman terdekatnya ini. Dia berharap, temannya ini akan menanyakan 'ada yang bisa aku bantu,Dinda?' Atau setidaknya dia bertanya,'Ada apa,Dinda?.' Tapi ini,dia hanya bergumam malas.

"Sangat." Jawab pria di seberang telepon singkat.

"Kau dimana? Kalau masih sekolah,kemarilah! Belikan aku makan,aku lapar." Perintah Dinda seenaknya,tanpa menghiraukan bahwa orang yang ia telepon baru saja mengakatakan bahwa Dinda menganggu. Seperti Dinda sudah biasa dengan itu.

Bestfriend, Sorry But I love You more Than Anything ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang