By: alkusgurl
Mungkin beberapa dari kita belum mengerti apa itu kemerdekaan dan makna kemerdekaan. Sama sepertiku, aku pun belum dapat merasakan apa itu kemerdekaan.
Karena selalu saja, aku dijajah dengan banyaknya masalah yang menimpaku. Aku bukan seorang manusia yang buruk, aku bermoral dan beretika. Tetapi namanya masalah tentu tidak dapat kita hindari.
Awal dari mulainya dijajah adalah disaat aku mendengar bahwa nilai KKM matematika naik. Aku merasa saat itu terjajah, karena untuk mencapai nilai satu dibawah KKM saja rasanya sulit. Bagaimana dengan nilai 75?
Kedua, seluruh nilai ujianku turun drastis. Tak ada yang diatas KKM atau sekedar sesuai dengan KKM. Aku selalu bertanya-tanya, selama ini aku bekerja keras tetapi kenapa kerja kerasku tak membuahkan hasil sama sekali? Bahkan seluruh nilaiku tak ada yang tuntas.
Ketiga, saat Ibuku harus pergi ke luar negeri untuk bekerja sebagai TKW. Ayahku? Dia sudah berpulang ke rumah Tuhan ketika aku berumur empat tahun karena mengidap penyakit kanker prostat. Masalah yang paling membuatku lengah dan lemah. Aku merasa, akulah manusia satu-satunya yang paling sengsara di dunia ini.
Saat itu, aku bertanya kepada wali kelasku mengenai masalahku selama ini.
"Bu, kenapa hidupku sangat sengsara? Kenapa masalah menyerbuku langsung?" tanyaku, mengeluarkan segala tanda tanya dalam kepalaku.
Wanita di hadapanku ini tersenyum. "Ara, ada saatnya seseorang itu jatuh dan terpuruk. Tetapi seseorang itu harus bangkit! Seperti kata Ibu Kartini, habis gelap, terbitlah terang. Setelah badai akan ada pelangi. Dan setelah kesengsaraan akan ada kebahagiaan kelak. Kamu jangan pantang menyerah. Tunjukkan kalau kamu itu Ara sebenarnya, Ara yang nggak penakut."
Aku mengangguk kaku. "Hidupku udah sendirian, Bu. Mama udah pergi kerja ke luar negeri dan Papa udah nggak ada," aku kembali bernostalgia dengan masa dimana Papa, Mama, serta aku bahagia.
"Nggak akan ada hasil kalo kamu nggak bekerja keras," ucap Bu Destri, menyentuh kedua pundakku. "Tetap semangat. Kalau kamu punya masalah, konsultasi ke Ibu. Jangan ragu."
Aku mengangguk lagi. Setelah itu, Bu Destri pergi meninggalkanku di ruang kelas. Keadaan kelas sepi karena semua murid sedang beristirahat. Aku berjalan menuju kantin, aku melihat Vella, sahabatku.
"Hai, Vel!" sapaku, menepuk pundak kanannya.
"Astaga! Lo ngagetin banget sih!" ucapnya, mengelus-elus dadanya.
Aku hanya menyengir. "Eh pesenin gue mie ayam sama teh manis ya," kataku, tanpa menunggu balasan darinya. Kulihat, dia tampak merengut kesal tetapi tetap memesan pesananku tadi.
Vella menghampiriku dengan kedua tangannya penuh dengan makanan. Aku terkekeh ringan melihatnya yang seperti kesal denganku.
"Ara! Elo mah! Bukannya bantuin gue, malah asik duduk. Gue bukan pembantu lo, kampret!" kesal Vella, meletakkan makanan dan minuman pesanan mereka berdua di meja agak kasar.
"Ish! Kasian entar. Sedikit tumpah nih kuah, awas lo," ancamku, berpura-pura.
"Iyaaa."
Kami mulai menyantap makanan masing-masing. Aku masih kepikiran tentang ucapan Bu Destri yang terus terngiang-ngiang di kepalaku.
"Eh, Vel!" panggilku, sontak membuatnya sedikit tersedak. "Sori-sori."
"Hm. Apa?"
"Menurut lo kemerdekaan itu apa?" tanyaku.
Seketika, tawa pecah dari mulut Vella. Aku mengernyit bingung. Apanya yang lucu?
"Ngapain lo nanya gitu?" tanya Vella balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN ONESHOOT [EVENT II]
Short StoryYuk baca kumpulan oneshoot para member Young Wriders di event kedua ini😊