5

30 14 3
                                    

"Pagi semua" sapa Vania dengan ceria menghampiri seluruh anggota keluarganya di ruang makan.

Seperti biasanya, Vania tidak pernah kesiangan untuk bangun pagi. Ia bahkan sudah siap dari 30 menit yang lalu, namun karena asik berada di dunia oranye tadi ia sampai lupa untuk turun ke bawah.

Vania bukan seperti gadis gadis lainnya yang memuja para artis artis. Memang terdengar tidak lazim tapi itulah Vania, tidak pernah tergiur sedikitpun oleh artis nasional maupun internasional.

Tidak pernah ia merasakan memuja muja para artis cowo seperti kalangan remaja masa kini. Ya paling biasanya ia hanya tergiur oleh cowok - cowok di dunia oranye itu. Ia bahkan sering sekali berimajinasi kalau ia adalah cewe yang ada di cerita itu. Membayangkan apa yang tidak mungkin kenyataan. Menyedihkan

Vania melakukan kegiatn rutinnya yang tidak pernah ia lewatkan sehari pun. Yaitu mencium pipi mama, papa, dan kakaknya itu. Seharusnya ia bisa mencium pipi seseorang yang semestinya masih disini, tapi semua sudah terjadi. Tidak akan bisa diulang kembali dan dia tidak akan balik lagi kepadanya.

"Udah Van, dia udah tenang" ucapan mamanya yang membuyarkan lamunan Vania. Semua orang yang berada di ruangan ini tahu kalau Vania pasti masih memikirkan tetangnya. Tentang dia yang sudah pergi jauh dan tak akan kembali kepadanya.

Tak tau kenapa mood Vania menjadi tidak bagus sekarang. Biasanya jika dia berlintas dipikiran Vania pasti Vania tidak menjadi badmood ia pasti akan biasa biasa saja. Takut akan melakukan kesalahan atau mengatakan sesuatu yang tidak baik kepada keluarganya, Vaniapun berpamitan untuk menimba ilmu ke sekolah.

"Yaudah ma pa aku berangkat dulu ya. Kak Gav ga usah anter ya aku udah pesan ojek online tadi. Ga mau ngerepotin terus"

"Idih geer lo, siapa juga yang mau nganterin lo. Btw itu tukang ojek online lo kok bening amat? Pakek motor mewah lagi. Tu orang gabut kali ya makannya jadi tukang ojek?"

"Apaan si ga jelas lo. Yaudah ma pa kak aku berangkat ya Assalamualaikum" pamit Vania dan tak lupa untuk menyalimi tangan orang tuanya.

Saat Vania menutup pintu rumahnya dengan rapat dan berbalik guna untuk melihat apakah tukang ojek onlinya sudah datang. Vania terkejut karena yang ia lihat bukan lah ojek yang berseragam hijau hitam melainkan cowok tampan dengan ciri ciri yang disebutkan Gavin tadi.

"Lo? Ngapain disini?" Tanya Vania masih dengan wajah terkejutnya karena melihat cowok ini.

"Ngapain lagi kalau ga jemput lo. Ayo naik"

"Gue udah mesen ojek online kok"

Alvaro menyunggingkan senyum smirknya saat mendengar jawaban Vania.

"Yakin bakal dateng?"

"Iyalah, paling bentar lagi"

"Coba check dia ada dimana sekarang"

"Siapa lo nyuruh nyuruh gue? Lagian pasti ini juga bentar lagi dat.." ucapan Vania terputus begitu saja karena ia shock saat melihat pesanannya itu sudah selesai dan di layar ponselnya saat ini menunjukan gambar muka dan bintang yang artinya Vania harus memberi rating kepada sang supir.

Bagaimana ia bisa memberi rating kalau ia saja belum diantarkan oleh si bapak ojek? Bagaimana bisa ini terjadi? Perasaan ia tidak mengcancelnya. 

"Gue yang cancel, tadi juga udah gue kasih uang. Cepet naik"

Waktu sudah menunjukan pukul 6.55 dan dan 20 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Daripada terlambat mau tak mau Vania menerima tawaran Varo untuk berangkat bersama. Tunggu, apa Varo menawarkannya? Bukan kah tadi dia menyuruhnya untuk naik ke motornya? Lebih seperti perintah.

Haha Sekali pancing langsung dapet gue 

###
Hai!! Mau nanya, selama ini cerita aku kependekan atau kepanjangan atau pas? Oh iya. Makin aneh ya? Yaudah lah gapapa ya maklumin aja hehe.
Don't forget to vote and comment ya
🖤

01.10.17

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 01, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ImprévisibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang