1

40K 2.3K 14
                                    

Claire Adams, itu namaku...
Aku menatap Ibu tiriku Joana dan kakak tiri ku Leah menandatangani surat-surat untuk mengeluarkan aku dari kartu keluarga setelah Ayah meninggal sebulan lalu.

"Aku harap setelah ini kita tidak saling berurusan lagi!" Jelas Joana.

Wanita itu kecewa karena hutang Ayah tidak memberikan sepeser warisan kepada kami, Mr. Peter pengacara langganan Ayah memproses surat-surat dan memberikan kartu keluarga baru padaku dan Joana.

Sudah satu jam sudah aku duduk di cafe ini setelah Joana pergi, entah kenapa Peter juga masih belum beranjak dari meja ini.
Dia seperti mengawasi keadaan sekitar.
"Claire... Sebenarnya aku ingin membicarakan sesuatu, ini masalah wasiat ayahmu".

Aku menoleh ke arah Mr. Peter, dia memberiku amplop coklat besar yang berisi buku tabungan dengan nominal yang cukup besar.

"Tuan Adams sudah menyiapkan semua ini untukmu, dan ada satu hal lagi wasiatnya".

"Apa?"

"Setelah lulus kuliah baru aku akan memberitahumu" Mr. Peter mengambil tasnya, pergi dari cafe meninggalkan aku sendiri.

Aku mendesah, tapi setidaknya dengan buku tabungan ini aku bisa membiayai kuliah ku dan tidak akan kelaparan.

Rumah yang aku tempati jelas sudah tersita oleh debt colector, aku masuk kedalam rumah untuk mengambil beberapa helai baju agar tidak mencolok perhatian para lintah darat yang dengan kasar mengambil barang-barang berharga milik kami.
Sebenarnya Ayah seorang pengusaha yang sukses, tapi entah kenapa semenjak menikah dengan Joana ekonomi keluarga kami semakin sulit. Terlebih Ayah meninggal karena penyakit yang disembunyikan, ini jelas membuat kami kaget.
Rumah dan seisinya akan disita untuk membayar hutang, mereka masih berbaik hati memperbolehkan kami mengambil beberapa helai pakaian.
Joana menjerit saat perhiasan dan beberapa tas mahalnya turut diambil oleh mereka.
Seorang debt colector menatap ku dengan pandangan tidak suka.

"Aku hanya mengambil beberapa baju, kau boleh memeriksanya!" Aku memberikan koper kecil berwarna pink kearahnya.
Laki-laki itu memeriksa dan hanya mendapatkan beberapa potong pakaian dan foto keluarga ku yang sebenarnya.
Ayah, Ibu dan aku mengambil foto itu saat liburan tahun baru di Florida.
Foto yang diambil sebulan sebelum Ibu mengalami kecelakaan dan meninggal.

"Baiklah, kau boleh keluar Nona!" Pria itu mengembalikan koperku.

Saat aku berjalan keluar rumah Joana menarik kalung emas dari para debt colector, "Itu milikku!".

Mataku menerawang ke bangunan yang menjadi saksi bisu kehidupanku, aku tumbuh dan besar dirumah ini tetapi pada akhirnya aku harus merelakannya.

Aku terus berjalan tidak ingin menoleh kebelakang, aku pergi menuju halte bus.
Hingga sampai di sebuah kamar delapan kali delapan yang aku sewa seminggu lalu.
Mr. Peter memberiku saran dan membantu ku mencari tempat ini.

Diam-diam aku memindahkan semua barang-barang berhargaku, dan itu tadi hanya akting konyolku saja untuk mengambil beberapa potong pakaian agar Joana dan Leah tidak curiga.
Walau kadang Leah penasaran kemana perginya Laptop dan beberapa barang berharga pemberian Ayah.

Sebagai mahasiswa aku menjalani kehidupan seperti biasa, kuliah... Bertemu dengan teman-teman dan sepertinya aku harus bekerja, yah walau tabungan Ayah cukup membiayaiku.
Aku harus bekerja dan memiliki penghasilan.

"Kerja?" Pekik Sarah.
Aku mengangguk, "Kau tahu kan aku tidak memiliki orang tua, jadi aku harus bekerja".

"Hem... Memang ada yang mau mempekerjakan mahasiswa?, Kau tahu kan dunia kerja, masuk pagi pulang malam!" Ucapan Sarah ada benarnya.

"Aku ambil kerja partime saja, atau pekerjaan yang tidak menganggu waktu kuliah ku".

Setelah mengobrol dengan Sarah, aku pulang menggunakan bis. Di halte bis aku membaca lowongan asisten rumah tangga... Mungkin tidak terlalu buruk, menjadi seorang pembantu.

Oh ayolah aku bukan anak orang kaya lagi, dan jika aku tidak bekerja maka tabungan ini hanya bertahan satu tahun saja.
Aku mencatat nomor telepon yang tertera di pamflet.

Di kamar sewa aku mencoba menelpon nomor tersebut.
"Hallo..." Sapa seorang di seberang, seorang wanita .

"Selamat siang, aku membaca iklan asisten rumah tangga dan aku berminat untuk mengisi posisi tersebut" jelasku.

"Besok datanglah jam delapan pagi, aku akan mengirim alamatnya".

Aku menghembuskan nafas, tidak lama sebuah pesan masuk. Pesan dari wanita tadi dia mengirimkan alamat lengkap rumah yang tidak jauh dari kampusku.
"Jangan gengsi, karena kamu bukan lagi orang kaya!" Tekanku dalam hati.

Keesokan harinya, aku melangkah mantap dengan pakaian rapi menuju alamat rumah yang dikirimkan. Hanya cukup berjalan kaki hingga memasuki perumahan mewah yang ternyata luas satu rumah ke rumah lain cukup membuat kaki pegal.
Aku berdiri di pagar rumah setinggi tiga meter yang terbuat dari kayu, dan melirik pagar pembatas sepanjang jalan yang terbuat dari batu yang tersusun rapi.
Aku menekan bel rumah, tidak lama terdengar suara dari interkom yang tertempel di sisi pagar.
"Siapa?".

"Saya Claire yang menelpon kemarin untuk posisi asisten rumah tangga!" Jawabku.

Tidak lama pagar terbuka, seorang wanita keluar rumah dia menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Masuklah!" Suruhnya sengit.

Aku masuk mengikutinya dari belakang, betapa kagumnya aku rumah ini memiliki halaman yang besar dan garasi bawah tanah yang luas diisi oleh beberapa mobil mewah. Orang ini lebih kaya dariku yang dulu.
Kami masuk kedalam sebuah dapur yang luas, dapur dengan kitchen set yang lengkap dan bersih seperti dapur-dapur hotel berbintang.
"Kau bisa masak?" Tanya wanita itu membuyarkan kekaguman ku.

Sewaktu liburan SMA aku pernah mengikuti kelas masak di Italia selama satu bulan, "Ya, aku bisa memasak".

Wanita itu terlihat tidak yakin, "kalau begitu buatkan aku pasta dengan bahan yang ada di kulkas!".

Aku membuka isi kulkas yang seperti minimarket, semua bahan yang kau butuhkan untuk memasak ada didalam kulkas.
Aku mengambil beberapa sayuran dan ikan serta bahan-bahan lain, wanita yang belum memperkenalkan namanya itu terus mengawasiku seperti elang mengawasi anak ayam.
Aku memasak dengan santai, pasta adalah menu andalanku saat memasak untuk Ayah dulu.

Setengah jam berkutat dengan bahan masakan dan kompor, akhirnya pasta yang aku buat jadi. Aku seperti sedang ikut kompetisi masak saja, menghidangkan pasta dengan plating yang indah kemudian menaruh diatas konter dihadapan wanita elang itu.
Kenapa wanita elang?. Karena dia terus mengawasiku.

Wanita itu memakan pasta yang aku buat, alisnya naik sebelah seperti terkejut.
"Siapa namamu?".

Aku tersenyum, "Claire... Claire Adams".

"Aku Gloria kepala pelayan disini, pasta ini lumayan enak".

Hatiku merasa lega dan juga senang, saat mendengar pujiannya.

"Kau akan bekerja malam hari saat jam lima sore keatas, aku ingin kau memasak untuk majikan ku... Dia suka pasta, bukan berarti kau harus masak pasta terus. Jika dia tidak menyukai masakan mu maka, kamu tidak akan bekerja dirumah ini!".

Aku mengangguk, ini seperti memenangkan undian saat tahu aku bekerja selepas jam kuliah. Jam lima sore...Yeay!.

Hello Mr. Arogant (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang